Pemilik lahan yang bersaksi di lokasi pembangunan Apron Lanud TNI AU RI |
Saumlaki, Dharapos.com - Sejumlah warga desa Tumbur,
kecamatan Wertamrian, kabupaten Kepulauan Tanimbar terindikasi memanipulasi
data tanaman di lokasi pembangunan parkiran pesawat atau apron milik TNI AU RI
di Arin Buam Sepan, seputar bandar udara Mathilda Batlayeri.
Warga setempat merasa heran karena pada saat pembayaran
ganti rugi tanaman diatas lahan yang akan digunakan untuk pembangunan Base Ops
TNI AU Pangkalan Udara (Lanud) Saumlaki oleh Pemerintah daerah dan pihak TNI AU
RI, ada dua orang atas nama Anceflafia Selety dan Adriana Kelmanutu juga
termasuk dalam daftar penerima biaya ganti rugi tanaman di areal itu.
"Padahal, mereka itu tidak punya kebun, bahkan tidak
punya lahan di situ," ujar Feliks Melsasail, Vinus Dasmasele, dan sejumlah
masyarakat yang ditemui di desa Tumbur pekan kemarin.
Berdasarkan informasi yang diperoleh dari masyarakat, tim
redaksi Dharapos.com akhirnya melakukan penelusuran di lapangan dan menemukan
sejumlah bukti yang mengarah pada pembenaran atas dugaan dimaksud.
Kepala Desa Tumbur, Isaias Malindar yang dikonfirmasi
mengaku tidak mengetahui keterlibatan dua oknum warga tersebut karena pada saat
pendataan, para pemilik tanaman di lokasi itu mempercayakan Yeremias Angwarmase
dan Urbanus Fenanlampir untuk melakukan pendataan, sekaligus memperjuangkan
proses pembayaran oleh Pemda Kepulauan Tanimbar
dan pihak TNI AU RI, dimana proses pendataannya dimulai sejak November 2019.
Lokasi yang dimaksudkan adalah 300 meter untuk jalan masuk
ke Base Ops TNI AU Lanud Saumlaki, serta 2 hektar lahan untuk pembangunan
fasilitas base Ops TNI AU Lanud Saumlaki seperti pembangunan gedung dan apron.
Kades mengaku baru mengetahui informasi dari masyarakat
tentang adanya dua nama yang tidak memiliki tanaman di lokasi itu setelah
proses pembayaran.
Sesuai data, para pemilik lahan adalah Yosep Amuntoda, Aleks
Lahongdi, Rikus Watumlawar, Afilianus Nernere, Sisilia Mampessy dan Oktovianus
Melsasail.
"Saya juga kaget dengan informasi kalau dua orang ini
punya nama ada saat proses pembayaran. Dan saya dengar bahwa mereka sudah
terima uang pembayaran ganti rugi tanaman," bebernya.
Kepala Desa Tumbur Isaias Malindar |
Padahal, proses penghitungan tanaman tersebut juga ditinjau
langsung oleh bidang Aset pada Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah
(BPKAD) serta pihak TNI AU RI.
"Kalau mereka terima dan tidak punya lahan dan tanaman
maka mereka siap untuk diproses hukum. Saya siap menjadi saksi apabila ada
proses hokum," tegasnya.
Mantan Kepala Bidang Aset pada BPKAD Tanimbar, Berto
Tupamahu yang dihubungi membenarkan bahwa berdasarkan pendataan awal hingga
pembayaran 50 persen oleh pihak TNI AU RI, hanya terdapat 5 orang pemilik
tanaman yakni Yosep Amuntoda, Aleks Lahongdi, Rikus Watumlawar, Afilianus
Nernere, Sisilia Mampessy.
Dia mengaku tidak mengetahui kelanjutan proses itu karena telah
berpindah tugas ke SKPD lain.
Kepala Bidang Aset pada BPKAD, Erwin Laiyan yang dihubungi
menjelaskan, saat dirinya bertugas, daftar nama pemilik tanaman itu bertambah
sesuai dengan usulan Yeremias Angwarmase dan Urbanus Fenanlampir.
"Panitia datang membawa nama-nama lagi ke saya dan
mengatakan bahwa yang lain sudah dibayarkan oleh TNI AU RI, sisanya ini dari
Pemda yang belum," akuinya.
Erwin mengatakan, Kepala Desa Tumbur Isaias Malindar juga
mengetahui adanya daftar usulan tambahan yang menyertakan data tanaman
Anceflafia dan Adriana, karena turut menandatangani berita acara dengan pemilik
tanaman, Camat Wertamrian dan pihak BPKAD.
Tentang proses pembayarannya dilakukan oleh staf di Dinas
Cipta Karya dan Tata Ruang sesuai tupoksinya.
Pengakuan Pemilik Lahan dan Tanaman
Tim redaksi Dharapos.com akhirnya kembali melakukan
penelusuran di lokasi dengan melibatkan sejumlah pemilik lahan dan tanaman.
Yustinus Nernere, salah satu pemilik tanaman yang mengaku bahwa Anceflafia dan Adriana tidak miliki tanaman dan lahan di lokasi Apron Lanud TNI AU RI |
Saat di lokasi, redaksi menerima pengakuan dari seluruh
pemilik lahan serta tanaman di wilayah itu bahwa Anceflafia dan Adriana tidak
memiliki lahan dan tanaman di lokasi tersebut.
"Kedua ibu itu tak punya tanaman bahkan tidak punya
lokasi di areal ini. Di lokasi apron ini, hutan dan tidak ada tanaman, kecuali
hanya milik saya, Yansen Puling, Oktovianus Melsasail, dan Rikus Watumlawar,"
kata Yustinus Nernere, salah seorang pemilik lahan.
"Sepandai-pandainya tupai melompat, pasti akan jatuh
juga",mungkin peribahasa ini lebih tepat dialamatkan kepada Adriana dan
Anceflafia karena akhirnya salah seorang di antara mereka mengakui
kesalahannya.
"Jujur saja, kami tidak punya kebun disitu tetapi
karena ada kesepakatan dari pemilik lahan dan tanaman disitu bahwa ketika gusur
lahan dan saat ada pohon jatuh tindis pohon, tanaman jatuh tindis tanaman maka
tanaman mereka itu dihitung untuk paitua (suami, red) nya Yeremias Angwarmase
dan Urbanus Fenanlampir karena paitua dong yang urus," kata Anceflafia
Selety di rumahnya, Jumat (10/7/2020).
Dia mengakui, Yeremias Angwarmase adalah suaminya dan
Urbanus Fenanlampir adalah suami dari Adriana Kelmanutu.
Anceflafia mengaku menerima dana senilai Rp70 juta, sebagaimana
besaran yang sama juga diterima oleh
Adriana.
Jumlah uang tersebut dibayar oleh Pemkab Kepulauan Tanimbar
berdasarkan data tanaman yang telah diajukan oleh Yeremias dan Urbanus kepada
BPKAD.
Ditempat yang sama, Yeremias Angwarmase memperlihatkan
kesepakatan para pemilik tanaman yang ditandatangani masing-masing diatas
meterai Rp6000.
Para pemilik tanaman masing-masing Rikus Watumlawar,
Yustinus Nernere, Oktofianus Melsasail, Yansen Puling serta dua orang pendata
yakni Yeremias Angwarmase dan Urbanus Fenanlampir bersepakat untuk mendata
tambahan tanaman bagi Yeremias dan Urbanus untuk dibayar oleh Pemda Kabupaten
Kepulauan Tanimbar, sebagai penghargaan atas bantuan keduanya dalam mempercepat
proses pembayaran ganti rugi tanaman.
Yeremias Angwarmase, salah seorang tim pendata yang mengaku bersepakat dengan para pemilik tanaman untuk memanipulasi data |
Kendati tidak punya lahan dan tanaman di wilayah itu,
Yeremias dan Urbanus mendata tanaman yang roboh termasuk jenis pohon yang tidak
masuk dalam kategori dengan menyertakan nama istri mereka sebagai pemilik
tanaman.
"Karena waktu pendataan, dong bilang katong mau kasih
apa par kamong? Karena seng (Tidak, red) bisa kasih apa-apa, jadi kalau bisa
dalam penggusuran lahan dan ada pohon jati tindis tanaman lain maka bapa dong
data tanaman itu untuk bapa dong pung milik," urainya dengan dialek khas setempat.
Terindikasi Berbohong
Yeremias Angwarmase dan Urbanus Fenanlampir terindikasi berbohong.
Warga setempat memastikan bahwa rincian data tanaman yang
telah diajukan oleh Yeremias dan
Urbanus untuk dibayar Pemkab Kepulauan
Tanimbar, berlebihan dan tidak sesuai dengan kondisi faktual di lapangan.
"Lahan dilokasi yang dibangun apron ini saya pastikan
tidak ada tanaman jati, kelapa, dan rumpun pisang seperti yang mereka punya
data. Ini lahan yang tumbuh itu pepohonan liar. Apalagi ada data yang mereka
ajukan itu ada jati yang berdiameter 40 cm," kata seorang warga.
Atus Fenanlampir, Kepala Soa Luri Katutuan menyatakan
kekesalannya karena tidak dilibatkan dalam proses pendataan.
"Saya tahu persis bahwa lokasi ini tidak ada tanaman
yang banyak seperti yang mereka data. Saya kesal karena sebenarnya mereka harus
libatkan saya sebagai pendata, karena saya tahu persis lokasi ini. Kalau saya
terlibat maka saya akan buat data yang benar," tandasnya.
(dp-18/47)
Masukan Komentar Anda:
0 comments:
terima kasih telah memberikan komentar