News Ticker

Di Seira, Warga Sering Alami Tindak Kekerasan Oknum Satgas TNI AD

Sejumlah personil Satgas TNI AD Inf 731 Kabaresy yang ditempatkan di sejumlah desa di pulau Seira kecamatan Wermaktian, ternyata tidak menjalankan tugasnya sebagai prajurit TNI yang baik.
Share it:
Tokoh Masyarakat Seira, Yan Sairdekut 
Saumlaki, Dharapos.com
Sejumlah personil Satgas TNI AD Inf 731 Kabaresy yang ditempatkan di sejumlah desa di pulau Seira kecamatan Wermaktian, ternyata tidak menjalankan tugasnya sebagai prajurit TNI yang baik.

Hal ini terbukti dengan kekesalan warga masyarakat dan pemuka agama yang meluapkan kekesalannya saat kasus penganiayaan Hendrikus Sairdekut beberapa hari kemarin.

Yan Sairdekut, tokoh masyarakat Seira kepada wartawan mengatakan masyarakat sudah kesal dengan sikap kekerasan yang selalu saja dilakukan oleh personil Satgas kepada warga.

“Setelah kami telusuri, semenjak Satgas TNI 731 Kabaresi tiba di Seira kecamatan Wermaktian beberapa bulan lalu itu, mereka tidak pernah memberikan dampak positif terhadap masyarakat, melainkan yang terjadi adalah kekerasan yang terus terjadi, hanya saja masyarakat tidak kesampaian untuk melaporkan kepada pihak yang berwajib.  Bukti-bukti kekerasan itu ada di kampung,”ujarnya mengawali pernyataan pers kepada wartawan.

Kasus penganiyayaan yang dilakukan terhadap Hendrik Sairdekut tersebut lalu mendorong masyarakat untuk melakukan langkah-langkah hukum, termasuk mendesak pimpinan TNI untuk secepatnya mengambil sikap tegas bagi para pelaku.

Meskipun Sairdekut tak merincikan jenis-jenis kekerasan yang dilakukan sejumlah oknum Satgas TNI AD Inf 731 Kabaresy kepada masyarakat di kecamatan  Wermaktian, namun dia menilai bahwa perlakuan tak terpuji tersebut masuk dalam kategori pelanggaran HAM yang perlu disikapi serius oleh pimpinan TNI bersama Pemerintah Daerah Maluku Tenggara Barat, Pemprov dan DPRD Maluku.

Dikatakan, semestinya di daerah MTB tidak perlu lagi ada penambahan Satgas TNI AD dari Yonif 731 Kabaresi karena di wilayah ini sudah ditempati Batalyon Infanteri 734 Satria Nusa Samudera.

Beberapa alasan yang dia kemukanan seperti jika ada penambahan Satgas lagi maka masyarakat seolah tinggal di daerah-daerah yang masuk kategori Darurat Operasi Militer (DOM).

Selain itu, wilayah MTB saat ini masih tergolong kondusif dimana ancaman konflik masih relatif sedikit dan itu hanya secara musiman karena faktor batas tanah, maupun konflik kepentingan dalam Pemilu, maupun kehadiran Satgas TNI infanteri 731 yang membawa petaka bagi rakyat karena sering menggunakan kekerasan fisik dalam menghadapi warga.

Karena penempatan pos mereka saja tidak memberikan kenyamanan bagi rakyat maka dirinya memandang perlu dievaluasi.

“Saya juga ingin tegaskan kepada Pangdam XVI Pattimura dan Panglima TNI untuk segera membentuk tim investigasi dan mengecek langsung di lapangan, seberapa jauh korban-korban yang telah berjatuhan di Seira yang diperkirakan mencapai 50 sampai 60 korban. Dan jikalau tim investigasi itu dibentuk dan diturunkan, maka kita siap untuk membantu mereka dalam mengivestigasi persoalan dimaksud,” tegas Sairdekut yang juga ketua DPC Gerindra Kabupaten MTB ini.

Dia menambahkan bahwa jika dilihat dari kondisi wilayah Kecamatan Wermaktian yang aman dan kondusif namun terjadi penempatan pasukan dari Yonif 731 kabaresy, maka perlu dijelaskan oleh Pimpinan TNI.

Selain itu, kalau hal ini tidak diantisipasi maka tentu berdampak fatal untuk pelaksanaan tugas-tugas TNI dan Polri karena yang terjadi di Seira saat ini adalah adanya pengambilalihan tugas-tugas Kepolisian oleh oknum TNI Yonif 731 Kabaresi.

Luapan kekesalan ini menurutnya juga disampaikan oleh tokoh-tokoh agama di kecamatan Wermaktian, dimana mereka sampaikan, bahwa kekerasan yang dilakukan terhadap masyarakat di sana itu sudah terlalu berlebihan.

Oleh karena itu pelanggaran HAM berat ini bukan saja terjadi di Aceh atau di Papua, melainkan terjadi juga di Kabupaten Maluku Tenggara Barat, khususnya di kecamatan Wermaktian. Bahkan ada perempuan-perempuan hamil dan sebagainya.

“Untuk itu maka terhadap para pelaku, kami minta untuk diproses bahkan bila perlu dipecat sehingga kita tahu bahwa Negara kita ini adalah Negara hukum” tegasnya lagi.

Karena itu Sairdekut minta Pangdam XVI Pattimura untuk menarik kembali Satgas yang ditempatkan di wilayah tersebut, dimana pihaknya sementara menyiapkan surat resmi untuk nantinya dikirim kepada pimpinan TNI.

Sebagaimana diketahui, pekan kemarin, warga Seira melaporkan adanya Kasus dugaan pengeroyokan Hendrik Sairdekut, ke Pos detasemen POM Saumlaki, yang dilakukan oleh empat anggota Satgas TNI Yonif 731 Kabaresi  yakni:  Serda Bagus, Letda Dicky, Praka Jasmin Karepesina dan Pratu Amar Kadir dan saat ini sementara menjalani proses hukum.
Korban aniaya, Hendrik Sairdekut

Tindak penganiayaan tersebut terjadi pada Rabu (10/8) lalu sekitar pukul 16.00 WIT. Korban yang dianiyaya dengan double stick hingga popor senjata itu sempat pingsan dan terdapat luka sobekan di wajah, kepala dan tubuh, hingga dua giginya patah akibat pukulan keras para pelaku yang menggunakan popor senjata.

Yan Sairdekut, salah satu keluarga korban menuturkan bahwa kejadian ini bermula dari pelaksanaan lomba Futsal dalam memeriahkan HUT RI ke 71 Tahun 2016.

Saat itu dua kesebelasan yang bertanding masing-masing, Tim Satgas TNI AD yonif 731 melawan Tim Geisya. Hingga akhirnya wasit pun mengakhiri pertandingan dengan kemenangan berpihak pada Geisya dengan skor 2 – 1.

Saat itu, secara serempak warga yang membanjiri arena pertandingan pun bersorak ria menyambut kemenangan tim Geisya. Bahkan dengan ekspresi kegembiraan secara spontan, HS meloncat gembira dan melewati garis pembatas antara penonton dengan lapangan futsal.

“Ketika wasit meniup peluit tanda permainan selesai, ternyata mereka (Satgas TNI Yonif 731) tidak puas dan akhirnya melakukan tindak kekerasan terhadap saudara Hendrik Sairdekut. Mereka menganiaya dia secara beramai-ramai sampai korban babak belur. Penganiayaan itu dilakukan oleh 2 anggota Satgas TNI AD. Saat masyarakat datang dan berupaya menenangkan suasana, akhirnya korban dibawa ke rumahnya,” ceritanya.

Entah mengapa, berselang beberapa waktu kemudian, tepatnya pukul 21:00 WIT ketika korban berencana ke Saumlaki untuk melaporkan perbuatan tak terpuji oknum anggota TNI-AD tersebut kepada POM.

Namun, karena tidak ada lagi sarana transportasi lagi maka korban saat itu dijemput lagi oleh 3 oknum Satgas TNI AD 731 Kabaresi  dan melampiaskan kekejaman mereka terhadap korban dengan menggunakan kepalan tangan hingga popor senjata di sekujur tubuh korban seperti di tulang rusuk, pelipis hingga kepala.

Saat korban tak berdaya lagi, sanak keluarganya sempat mendatangi Pos Satgas untuk memohon maaf kepada para pelaku, namun permohonan maafnya tak dihiraukan.

Herannya lagi, saat korban dihantar ke Pos Satgas, Komandan Peleton (Danton) atas nama Letda Inf. Diky juga turut melakukan kekerasan terhadap korban.

Danton mengambi sebatang bambu yang ukurannya kurang lebih 1 meter lalu menganiyaya korban.

“Pimpinan seperti apa ini, seorang perwira lagi. Sebelum korban dianiaya, korban sama sekali tidak pernah mengeluarkan kata-kata kotor kepada oknum TNI AD yang berada di lokasi kejadian. Korban hanya masuk ke garis pembatas yang sudah disiapkan oleh Anggota TNI AD. Tetapi namanya suporter, jadi mereka hanya menunjukkan ekspresi kebahagiaan mereka dalam rangka HUT RI. Tidak ada persoalan pribadi antara korban dan pelaku, hanya saja dugaan kami adalah mungkin karena faktor kekalahan tim TNI itu sehingga mereka mengekspresikan kemarahannya kepada korban,” kesalnya.

Lebih parah lagi adalah saat korban sudah tak sadarkan diri, keluarga sempat meminta izin kepada Satgas TNI AD 731 untuk melarikan korban ke Puskesmas terdekat sehingga bisa diobati, namun para oknum aparat ini tak sedikitpun mengabulkan permohonan keluarga, hingga korban pun tak sadarkan  diri.

Sairdekut mengaku kesal juga karena di saat korban tak berdaya, keluarga korban serta semua warga dilarang untuk tidak mendekati pos Satgas TNI AD dan tidak boleh mengambil gambar korban.

Seorang mantri dari Puskesmas di Seira dijemput lalu disuruh menjahit luka-luka korban di kantor Pos Satgas TNI 731 Kabaresy yang berlokasi di desa Rumah Salut dengan menggunakan peralatan medis seadanya. Setelah itu barulah korban dihantar pulang dalam kondisi parah.

“Karena itu sebagai keluarga korban, kami merasa menyesal dengan perlakuan yang dialamatkan kepada saudara kami. Negara ini bukan Negara kekuasaan, melainkan Negara hukum. Dengan demikian, tidak ada kebebasan kekerasan namun yang ada adalah kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat. Karena itu, jika ada oknum anggota TNI yang tahu tentang hukum lalu melakukan kekerasan, maka ini bagian dari penzoliman terhadap hak asasi manusia,” kesalnya lagi.

Hingga berita ini disiarkan, korban masih menjalani perawatan intensif di RSUD Dr.PP.Magreti Saumlaki.

Sementara itu, informasi yang diperoleh media ini, proses hukum terhadap para pelaku yang telah ditahan sementara dilakukan oleh pihak POM Saumlaki.

(dp-18)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi