Proyek pembangunan Puskesmas Karaway, Kecamatan Aru Tengah Timur senilai Rp5.785.561.000,- dalam kondisi mangkrak |
Keduanya maju bermodalkan visi “Sehat
Negeriku, Cerdas Rakyatku”.
Rakyat di negeri berjuluk Bumi
Jargaria kala itu begitu percaya dan menaruh harapan besar dipundak duet dokter
dan politisi muda ini dalam membawa perubahan yang lebih baik.
Namun faktanya, harapan hanyalah
tinggal harapan, perubahan tak kunjung datang. Malah sebaliknya, masyarakat
kecewa karena kepemimpinan keduanya tak juga mampu menjawab berbagai persoalan
di daerah itu.
Kekecewaan itu pun bahkan
diungkapkan secara blak-blakan.
Mayoritas warga di sejumlah
wilayah mengaku tak puas dengan penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan
kepada masyarakat yang dilakukan Pemerintahan dibawah kepemimpinan dr. Johan
Gonga dan Muin Sugalrey.
Mulai dari bidang kesehatan,
pendidikan dan infrastruktur hingga pengelolaan dana desa yang tak sesuai
harapan.
Salah satu wilayah yang bersuara
keras atas pemerintahan periode 2015 hingga 2020 adalah Desa Karaway, Kecamatan
Aru Tengah Timur.
Kepada kru media ini, mereka mengungkapkan
kekesalannya atas mangkraknya pembangunan Puskesmas Karaway yang menelan
anggaran sebesar Rp5.785.561.000,-
“Visi tak sesuai fakta lapangan.
5 Tahun tidak ada perubahan apa-apa. Kami kecewa dengan pemerintahan ini,”
kecam salah satu warga yang meminta namanya tidak dipublikasikan, belum lama
ini.
Ia menegaskan khusus warga
Karaway dan umumnya masyarakat Aru Tengah Timur butuh perubahan.
“Bagaimana katong mau cerdas, mau sehat saja Puskesmasnya mangkrak. Makanya kami butuh pemimpin baru
yang bisa membawa perubahan tidak hanya janji-janji saja,” tegasnya yang
diaminkan warga lainnya.
Ungkapan senada juga disampaikan masyarakat
di Desa Jambu Air, Kecamatan Aru Tengah Selatan.
Kondisi proyek Puskesmas Jambu Air, Kecamatan Aru Tengah Selatan yang mangkrak |
“Proyek ini sudah menjadi bukti
bagi kami kalau pemerintah memang tidak serius melayani masyarakatnya,” tegas
salah satu warga kepada media ini, baru-baru ini.
Sumber bahkan melontarkan kritikan
keras kepada pemerintah setempat yang dinilainya bekerja sama dengan para
kontraktor untuk menyelewengkan uang Negara lalu mengorbankan masyarakat.
“Jadi, menurut saya, visi itu
hanya modus saja untuk kepentingan mereka-mereka juga. Lalu kami masyarakat
yang jadi korban,” kecamnya yang juga didukung warga lainnya.
Atas fakta ini, sumber
bersama-sama warga di wilayah itu memastikan tak akan mengulangi kesalahan yang
sama.
“Cukup ini menjadi pengalaman
buruk bagi kami,” pungkasnya.
Menurut catatan redaksi, diberbagai
wilayah tak hanya masalah pelayanan kesehatan menjadi sorotan. Pengelolaan dana
desa pun mendapat kritikan tajam.
Minimnya pembangunan di desa-desa
semakin membuktikan bahwa kinerja Pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat jauh dari harapan.
Fakta ini tak bisa dipungkiri, karena
jika merujuk pada laporan hasil pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
RI pada 2016 dan beberapa tahun berjalan mengungkap bukti adanya kerugian negara
hingga puluhan miliar rupiah dalam pengelolaannya oleh Pemerintah desa.
Bahkan korupsi dana desa itu nyaris
terjadi merata pada seluruh wilayah di Kabupaten Kepulauan Aru.
Parahnya lagi, ada sejumlah oknum pimpinan desa dan kroninya yang nyaris memakan habis dana desa tersebut untuk kepentingan pribadinya.
Belum lagi masalah pembangunan
infrastruktur yang diwarnai dengan intrik-intrik mark-up sehingga tak heran
banyak yang harus terhenti di tengah jalan alias mangkrak.
Tak heran, jika seorang Penjabat
Bupati Aru Dra. R. Soamole pun turut menyampaikan catatan kritis atas periode 5 tahun
pemerintahan dr. Johan Gonga dan Muin Sugalrey yang kembali maju berkompetisi dalam
Pilkada setempat pada 9 Desember 2020 bersaing dengan Timotius Kaidel – Lagani Karnaka.
Hal itu disampaikannya saat gelar
apel bersama dalam rangka memperingati Hari Anti Korupsi sedunia, Senin
(30/11/2020) setelah didahului upacara memperingati HUT Korpri ke 49 yang jatuh
pada hari yang sama.
“Banyak catatan kritis terhadap
perjalanan pemerintahan Aru selama ini, salah satunya terkait dengan
pemberantasan korupsi,” ungkapnya.
Hal itu dapat terlihat pada
peringkat Kabupaten Kepulauan Aru dalam hal pemberantasan korupsi.
Kota Tual menjadi yang terbaik
dengan mendapatkan peringkat pertama disusul Provinsi Maluku menempati urutan 2
pemberantasan korupsi sedangkan Kabupaten Kepulauan Aru berada pada urutan
buncit.
“Itu artinya kabupaten kepulauan
Aru masih terburuk dalam pemberantasan korupsi,” bebernya.
Selain itu, Penjabat juga sempat
menanyakan kehadiran Camat dalam apel tersebut karena persoalan sistem
pengelolaan dana desa yang tidak berjalan baik.
Catatan kritis juga diarahkan
kepada raihan kabupaten berjuluk Bumi Jargaria ini yang tak mampu keluar dari
opini disclamer sejak 2004 sampai saat ini.
“Pemerintah belum juga mampu
memenuhi 8 indikator yang dipersyaratkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK, red)
untuk keluar dari opini disclamer. Dan salah satunya adalah masalah aset,”
bebernya lagi.
Penjabat yang telah berakhir
tugasnya pada 5 Desember 2020 ini juga menyinggung kinerja Inspektorat
setempat.
Sumber meminta agar instansi yang
mengurusi audit internal terkait penggunaan anggaran Pemeritah memaksimalkan
kinerjanya termasuk OPD lainnya.
“Saya minta seluruh ASN Kepulauan
Aru berkomitmen dalam pemberantasan korupsi,” tukasnya.
Berkaitan dengan semua itu, salah
satu tokoh muda Aru yang dimintai pendapatnya pun turut menyampaikan kritik
tajam.
“Kami ini bingung, Pemerintahan
ini ada untuk siapa sebenarnya,” herannya seraya meminta namanya tak
dipublikasikan.
Ia pun mengajak seluruh masyarakat
untuk satu suara dengan berani dan tegas dalam mengambil keputusan agar kondisinya
tidak berlarut-larut seperti ini.
“Ini jadi pengalaman berharga
bagi masyarakat agar tidak jadi bulan-bulanan kepentingan politik semata. Aru
butuh pemimpin baru,” pungkasnya.
(dp-31)
Masukan Komentar Anda:
0 comments:
terima kasih telah memberikan komentar