News Ticker

Diduga, Ada Rekayasa Penanganan Kasus Asuransi DPRD Malra

Kinerja aparat penegak hukum dalam menangani sejumlah kasus penyelewengan dana di 11 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Maluku patut dipertanyakan.
Share it:
Ilustrasi Kasus Korupsi
Tual, Dharapos.com
Kinerja aparat penegak hukum dalam menangani sejumlah kasus penyelewengan dana di 11 kabupaten/kota yang ada di Provinsi Maluku patut dipertanyakan.

Salah satunya, terkait penanganan kasus korupsi penyelewengan Dana Asuransi DPRD Maluku Tenggara periode 1999-2004 yang melibatkan 35 mantan anggota Dewan periode tersebut oleh Kejati Maluku yang turut menyeret Walikota Tual, Drs. Hi. MM. Tamher sebagai salah satu tersangka.

“Yang saya sesalkan disini adalah kenapa sampai Walikota Tual ditetapkan sebagai tersangka sementara yang bersangkutan telah mengembalikan uang negara. Saya menilai ini sesuatu yang aneh dan tidak masuk akal,” ungkap Wakil Ketua Kerukunan Keturunan Arab (KKA) Kota Tual,  Affandi, kepada Dharapos.com, Rabu (3/11).

Menurutnya, pengembalian uang negara (STS) sebesar 165 juta rupiah oleh Tamher membuktikan bahwa orang nomor satu di kota Tual ini tidak punya keinginan untuk mengambil keuntungan bagi pribadinya sehingga dengan sikap tersebut telah menghindarkan terjadinya kerugian negara.

“Apalagi saat masih di DPRD Malra, Hi. Tamher ini kan ada dalam kebijakan yang dibuat oleh atasannya saat itu, sehingga tentunya beliau akan tunduk pada aturan dan tidak mengetahui bahwa kebijakan yang dibuat itu ternyata ada indikasi korupsi,” tambah Affandi.

Dirinya menduga ada indikasi rekayasa dalam penanganan kasus ini yang sengaja mau menghancurkan karier Hi. Tamher, makanya patut dipertanyakan ada apa dibalik semua ini sehingga Walikota Tual oleh Kejati Maluku ditetapkan sebagai tersangka padahal uang 165 juta rupiah sudah dikembalikan kepada negara.

“Berarti kan Hi. Tamher tidak melakukan sesuatu yang menyebabkan kerugian negara tapi ini kok ditetapkan sebagai tersangka, ada apa ini,” herannya.

Atas fakta ini, diakui Affandi, penetapan status Walikota sebagai terdakwa dalam kasus korupsi Dana  Asuransi DPRD Malra tersebut sangat meresahkan masyarakat kota Tual.

“Kami masyarakat kota Tual sangat resah dengan cara kerja aparat Kejaksaan yang sangat tidak profesional ini. Karena masih ada kasus lain yang sebenarnya harus diusut tuntas oleh mereka,” akunya.

Dia mencontohkan kasus korupsi Dana Abadi Abadi Maluku Tenggara 2010 yang diduga nilai kerugian negara yang terjadi pada kasus tersebut mencapai 70 milyar rupiah.

“Seharusnya kasus korupsi Dana Abadi ini yang harus diusut tuntas karena negara rugi 70 milyar rupiah dan bukan cuma fokus dengan kasus dana Asuransi DPRD Malra,” beber Affandi.

Namun, faktanya, lanjut dia, kasus Dana Abadi ini jalan di tempat bahkan dikuatirkan akan dipetieskan pihak Kejaksaan.

Pasalnya, bukti-bukti terkait indikasi kerugian negara telah disetor ke aparat penegak hukum baik ke tingkat pusat hingga daerah tapi kenyataannya tidak ada tindak lanjutnya.

“Saya menduga kasus ini telah dijadikan lahan bisnis oleh para penegak hukum baik di tingkat Kejagung RI, Kejati Maluku maupun Kejari Tual terhadap para tersangka alias dijadikan ATM berjalan bagi kepentingan meraka,” tuding Affandi.

Lebih parahnya lagi, beber Affandi, Dana Abadi 70 milyar tersebut sebenarnya bukan hanya diperuntukkan bagi Kabupaten Malra saja tetapi ada juga bagian yang menjadi hak kota Tual dan Kabupaten Kepulauan Aru yang tidak pernah diberikan.

“Yang patut kita pertanyakan adalah jatah untuk kota Tual dan Kabupaten Kepulauan Aru dikemanakan apakah raib begitu saja atau bagaimana? Harusnya fakta ini yang perlu diusut tuntas oleh penegak hukum kita. Masyarakat juga tahu semuanya,” kecamnya.

Affandi mempertanyakan kinerja para penegak hukum baik Kejagung RI, Kejati Maluku maupun
Kejari Tual karena pada kenyataannya memasuki tahun kelima sejak kasus ini dilaporkan, bagaikan hilang ditelan bumi.

Olehnya itu, dirinya mendesak Kepala Kejagung RI yang baru, Prasetyo untuk bersikap tegas terhadap jajarannya di Maluku guna mengusut tuntas kasus korupsi penyelewengan Dana Abadi Kabupaten Malra 2009-2010.   

“Sehingga apa yang menjadi hak rakyat Maluku Tenggara, Kota Tual dan Kepulauan Aru bisa digunakan untuk kepentingan kesejahteraan rakyat ketiga daerah ini,” pungkas Affandi.

(obm)
Share it:

Hukum dan Kriminal

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi