News Ticker

Kejagung RI Didesak Tuntaskan Kasus Dana Abadi Malra 2009/2010

Share it:
Langgur,
Kasus pencairan Dana Abadi yang bersumber dari dana APBD Kabupaten Maluku Tenggara tahun anggaran 2009/2010 yang diduga melanggar hukum ternyata hingga kini belum ada kejelasan alias terkatung-katung.
Kejaksaan Agung RI

Pasalnya, anggaran sejumlah Rp 70 Milyar yang seharusnya diperuntukkan bagi kepentingan masyarakat, disinyalir telah diselewengkan dan dinikmati oleh sejumlah pejabat eksekutif dan legislatif di wilayah tersebut.

Salah satu politisi, Albert Rahangiar SH, kepada Dhara Pos, Jumat (9/5) mengakui adanya  ketidakberesan terkait pencairan dana tersebut yang dilakukan oleh anggota DPRD Malra periode 2004 – 2009 dengan membatalkan Peraturan Daerah Nomor 09 Tahun 2004.

“Saya tidak mengerti kenapa bapak-bapak anggota DPRD Malra periode 2004-2009 yang saat itu dipimpin oleh Ketuanya, Thomas Renyaan SH, berani membatalkan Perda tersebut dengan menerbitkan Peraturan Daerah  Nomor 10 Tahun 2009  dan Perda Nomor 15 Tahun 2009,” herannya.

Atas tindakan tersebut, tegas Rahangiar, para anggota Dewan periode 2004-2009  harus  bertanggung jawab atas terjadinya penyelewengan dana abadi sebesar Rp 70 Milyar yang sebenarnya adalah milik rakyat.

“Karena merekalah yang telah menyebabkan raibnya dana-dana tersebut. Ini menunjukkan sikap ketidakberpihakkan  kepada rakyat dengan  melahirkan dua perda pada saat itu untuk berubah Perda No. 9 Tahun 2004,” tegasnya.

Rahangiar mengungkapkan,  pembatalan Perda No. 09 Tahun 2004 terkait deposito Dana Abadi sudah jelas-jelas bertentangan, maka lahirnya kedua Perda tersebut dinilai prematur.

“Pembatalan tersebut sangat bertentangan dengan Perda No. 09 Tahun 2004 Bab 3 Pasal 4 Ayat 2   yang berbunyi pengambilan dan/atau penarikan simpanan pokok Deposito Dana Abadi yang harus di lakukan dengan persetujuan sekurang-kurang  ¾ dari  jumlah anggota DPRD,” ungkapnya.

Namun anehnya, beber Rahangiar, entah apa alasannya dan kenapa,  tanpa didasari kepentingan mendesak sehingga lahir kedua perda tanpa ada pembahasan. Apalagi, tidak memenuhi forum ¾ anggota Dewan yang hadir.

“Sehingga terjadilah daftar hadir anggota dewan diantar dari rumah ke rumah untuk ditandatangani para anggota yang tidak hadir agar bisa memenuhi syarat demi memuluskan keinginan Bupati Malra, Andre Rentanubun agar dana abadi tersebut bisa dibagi-bagi,” bebernya.

Fakta ini, kata Rahangiar, jelas-jelas telah menjadi rahasia umum bagi warga masyarakat Malra apalagi ditambah dengan adanya pemberian hadiah uang kepada para anggota dewan dengan jumlah uang yang bervariasi antara Rp 30juta s/d Rp 50juta per orang.

“Karena pada tahun 2010 ketika terjadi konflik dengan seorang mantan anggota DPRD Malra yang saat itu masih di partai PKPI berinisial ES dengan Bupati Malra, tanpa disadari ES sempat berkoar-koar di mana-mana bahwa dirinya telah membagi-bagikan uang kepada anggota DPRD Malra periode 2004 - 2009,” tandasnya.

Kemudian, fakta ini diperkuat dengan pengakuan Marten Notanubun  S.Pd, yang berasal dari Partai PDIP,  yang mengaku bahwa dirinya telah dikirimi uang sebesar 30 juta lewat rekan fraksinya yaitu Engelbertus  Yanwarin (Almarhum).

Namun, Notanubun menolak dan tidak mau menerima uang tersebut, karena dirinya khawatir di kemudian hari bakal terlibat dalam kasus tindak pidana.

“Dengan informasi tersebut,  maka kita harapkan kepada oknum–oknum tersebut, baik eksekutif maupun legislatif, dan sekaligus Pemerintah Kabupaten Malra dan saudara Thomas Renyaan, selaku pemimpin DPRD Malra periode 2004-2009 bertanggung jawab atas penyelewengan Dana Abadi,” desaknya.

Olehnya itu, Rahangiar mendesak Kejaksaan Agung RI  dan Kejaksaan Tinggi Maluku untuk mengusut tuntas kasus tersebut. Pasalnya, para oknum-oknum tersebut telah menyalahgunakan palu rakyat Kabupaten Malra, karena telah menyetujui produk hukum yang sangat merugikan rakyat Malra.

“Segala sesuatu yang terkait dengan korupsi Dana Abadi atau apapun bentuknya harus segera ditindaklanjuti dan jangan dibiarkan terkatung-katung,  karena negara ini negara hukum. Karena apabila tidak diselesaikan dengan cepat maka patut dipertanyakan ada apa dibalik ini semua terhadap para aparat penegak hukum di republik ini,” desaknya.

Sementara itu, informasi yang diterima media ini, pihak Kejagung RI pada tanggal 5 April 2014 telah melayangkan surat panggilan kepada sejumlah mantan pejabat di Malra masing-masing, mantan Bupati Malra, mantan Kadispenda, mantan Kepala Bappeda, Kabag Hukum, Kabag Keuangan, mantan pimpinan BRI Tual dan pimpinan BPDM Tual.

Ketujuh pejabat ini diminta menghadap Kasi Pidsus, Lantai 2, Gedung Bundar, Kejaksaan Agung RI di Jakarta pada tanggal 10 April 2014.(obm)
Share it:

Hukum dan Kriminal

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi