News Ticker

PMKRI Tolak Kenaikan Harga BBM

Kebijakan Presiden Joko Widodo menaikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pasca dilantik Oktober lalu menuai kritikan pedas dari sebagian besar elemen rakyat.
Share it:
Jakarta, Dharapos.com
Kebijakan Presiden Joko Widodo menaikan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) pasca dilantik Oktober lalu menuai kritikan pedas dari sebagian besar elemen rakyat.

Ketua PMKRI Cab. Saumlaki, Simon Lolonlun
saat menyampaikan orasinya dalam aksi
Demo Menolak Kenaikan BBM di
depan Istana Negara, Jakarta  
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), mendatangi Istana Negara guna menyampaikan aspirasi menolak kenaikan harga BBM dimana sesuai rencana bakal dilakukan  sebelum pergantian tahun ini.

Mereka mengingatkan, Presiden Jokowi untuk harus sadar bahwa saat ini masih banyak rakyat miskin yang susah dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Karena, jika harga BBM dinaikkan maka harga kebutuhan pokok akan melambung tinggi dan mencekik kehidupan masyarakat ekonomi lemah.

“Salah satu tujuan didirikan Negara Kesatuan Republik Indonesia sesuai dengan amanat Undang-Undang dasar 1945 adalah mewujudkan kesejahteraan umum bagi seluruh rakyat Indonesia. Maka apapun kondisinya Negara dituntut untuk selalu memberikan kesejahteraan bagi seluruh rakyatnya,” tegas Presidium Gerakan Kemasyarakatan Pengurus Pusat PMKRI Anggelo Wake Kako saat membuka orasinya di depan istana Negara.

Sepanjang  perjalanan bangsa ini, lanjut dia, kesejahteraan ternyata belum berhasil dirasakan oleh semua rakyat Indonesia. Bahkan data yang diperoleh dari Badan Pusat statistic (BPS) RI, menyebutkan bahwa jumlah rakyat miskin di Indonesia sebesar  28,07 juta jiwa (per maret 2013).

“Kemiskinan di Negara ini merupakan sebuah ironi besar, karena Negara Indonesia memiliki  sumber daya alam yang begitu banyak. Lemahnya kebijkan pemerintah yang berpihak pada kepentingan masyarakat menjadi salah satu alasan  kesejahteraan semakin jauh dari yang diharapkan,” lanjut Anggelo.

PMKRI memandang bahwa ditengah relitas kemiskinan rakyat tersebut, rencana Pemerintah untuk mengurangi subsidi  Bahan Bakar Minyak (BBM), yang merupakan BBM untuk kalangan rakyat miskin dengan menaikan harga BBM bersubsidi tentu membutuhkan kajian yang kompleks. Hal ini didasari fakta yang menunjukan bahwa setiap kenaikan BBM bersubsidi tentu diikuti dengan kenaikan angka kemiskinan.

Dia mencontohkan, PMKRI mencoba mengangkat data kenaikan harga BBM bersubsidi tahun 2005 sebanyak dua kali , 1 maret 2005 ( premium dari 1.810/liter ke 2.400/liter, solar dari 1.890/liter ke 2.100/liter dan minyak tanah dari 700/liter ke 2. 200/liter) dan dilanjutkan lagi kenaikan pada 1 Oktober 2005 (premium dari 2.400 ke 4.500, solar dari 2.100 ke 4.300, minyak tanah turun dari 2.200 ke 2.000) secara umum dapat dilihat kenaikan BBM pada tahun 2005 dimana sebelumnya dinaikan pada tahun 2003 adalah dari 1.810 – 4.500, (148,61 %) solar dari 1.890 – 4.300,(127,51 %) minyak tanah dari 700 – 2.000 (185,71 %).

Dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi tersebut adalah meningkatnya jumlah rakyat miskin di Indonesia yakni dari tahun 2005 ke 2006 sebanyak 4,20 juta jiwa (35,10 juta jiwa menjadi 39,30 juta jiwa).

“Pertanyaan kritisnya adalah untuk apa Negara ini didirikan? Kalau Negara ini didirikan untuk mensejahterakan rakyatnya, maka kebijakan yang berdampak pada bertambahnya jumlah rakyat miskin adalah kebijakan yang sebenarnya menegaskan hakikat berdirinya Negara itu sendiri, sudah pasti akses masyarakat miskin terhadap kebutuhan pokok semakin sulit,” kata Angelo  yang juga  Koordiantor aksi tersebut.

Sementara itu, Ketua Presidium PMKRI Cabang Saumlaki, Simon Lolonlun dalam orasinya membeberkan kekesalan warga akan rencana kebijakan Presiden Jokowi yang dinilainya tidak humanis.

Tambah aneh, katanya, kenaikkan harga BBM dilakukan di saat harga minyak mentah dunia turun.

"Sungguh ironis. Kepentingan siapa sebenarnya? Mestinya, Pemerintahan Jokowi-JK saat ini lebih intens menyoroti persoalan BBM bersubsidi yang tidak tepat sasaran akibat lemahnya pengawasan distribusi,” kata dia.

Apalagi, tambah Lolonlun, saat ini masih banyak kendaraan pribadi yang menggunakan BBM bersubsidi, apalagi adapula perusahaan-perusahaan besar yang menghabiskan jatah BBM bersubsidi milik rakyat.

Dalam orasinya, Lolonlun mengajak aparat penegak hukum lebih memperketat pengawasan penjualan BBM bersubsidi di daerahnya (baca: Kabupaten Maluku Tenggara Barat-red) yang konon rentan dengan penggunaan BBM bersubsidi oleh sejumlah perusahaan jasa konstruksi.

“Realitas tersebut perlu diselesaikan oleh Pemerintah dan bukan menaikkan harga BBM,” ajaknya.

Ketua Presidium Pengurus Pusat PMKRI Lidya Natalia Sartono dalam siaran pers yang diterima media ini menyebutkan jika masalah kebijakan BBM bersubsidi yang harus menjadi perhatian serius pemerintah dan masyarakat saat ini adalah terkait  aliran subsidi BBM yang tidak tepat sasaran.

Dia menyebutkan data Menteri keuangan era SBY-BOEDIONO, Chatib Bisri dan Menteri ESDM (Jero Wacik) mengakui bahwa 77 % aliran BBM bersubsidi tidak tepat sasaran.

“Tidak tepatnya aliran subsidi BBM ini dikarenakan oleh tidak adanya aturan yang jelas tentang sasaran subsidi BBM itu sendiri,” tegas Lidya.

Di setiap SPBU, masih terlihat sejumlah kendaraan roda empat berplat hitam juga kendaraan perusahan yang masih menggunakan BBM bersubsidi.

“Pada poin ini, hemat PMKRI adalah lemahnya pengawasan pada sector hilir BBM bersubsidi itu sendiri. Selagi hal ini tidak dibenahi, maka masalah BBM bersubsidi tidak akan pernah terselesaikan di Negara ini,” tegasnya kembali.

Atas hal tersebut maka, Pengurus Pusat PMKRI menyatakan sikapnya yakni: mendesak pemerintah untuk mengeluarkan peraturan yang mengatur sasaran penerima BBM bersubsidi dengan memperhatikan jenis kendaraan yang digunakan (dilihat dari besarnya Pajak kendaraan tersebut, dan tidak berdasarkan kapasitas tangki kendaraan).

Sasaran BBM bersubsidi: kendaraan roda dua, nelayan dan petani; Mendorong pemerintah untuk melakukan pengawasan terhadap aliran BBM bersubsidi di sektor hilir, dengaan menempatkan sejumlah pejabat kepolisian di setiap SPBU agar sasaran BBM bersubsidi, benar-benar diperuntukan bagi rakyat miskin yang berhak menerimanya sesuai dengan aturan yang dikeluarkan pemerintah; Mendesak pemerintah untuk memberikan informasi secara berkala kepada masyarakat terkait dengan perkembangan BBM baik di sector hulu maupun hilir dan disertakan dengan besarnya anggaran penerimaan dan pengeluaran Negara; Pemerintahan Jokowi-Jk harus segera mungkin membersihkan praktik mafia dalam pengelolaan Bahan Bakar minyak di Negara ini; PMKRI mendorong pemerintah untuk menerapkan strategi petroleum reserve (cadangan minyak) agar kebutuhan minyak dalam negeri dapat terpenuhi dengan biaya produksi yang serendah mungkin; Menaikan harga BBM bersubsidi adalah bentuk ketidakberpihakan pemerintah kepada masyarakat miskin karena akan diikuti oleh kenaikan harga sembako, tarif angkutan umum dan meningkatnya jumlah orang miskin di Indonesia.

Pada point terakhir, dengan tegas disebutkan bahwa PMKRI secara nasional “MENOLAK RENCANA PEMERINTAH MENAIKAN HARGA BBM BERSUBSIDI.”

Selain itu, dijelaskan pula bahwa PMKRI se-Indonesia akan melakukan aksi turun ke jalan secara serempak dalam waktu dekat, sebagai bentuk Protes keras, apabila pemerintaah Jokowi-JK tetap menaikan  harga BBM bersubsidi.

Untuk diketahui, Aksi long march puluhan aktivis PMKRI tersebut, berawal dari Margasiswa PMKRI Jalan Sam Ratulangi – Menteng Jakarta Pusat menuju Tugu Tani dan berakhir di Istana Negara.
Aksi ini diikuti oleh beberapa cabang PMKRI yang berkesempatan hadir diantaranya cabang Melawi, Sintang, Pontianak,  Jakarta pusat, Saumlaki, Maumere dan Kendari.

(***)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi