News Ticker

Media Diminta Berimbang Soal Kasus Asuransi DPRD Malra

Penanganan kasus penyelewengan Dana Asuransi DPRD Maluku Tenggara yang melibatkan 35 tersangka mantan anggota Legislatif periode 1999 – 2004 oleh Kejaksaan Tinggi Maluku masih terus bergulir.
Share it:
Tual, Dharapos.com
Penanganan kasus penyelewengan Dana Asuransi DPRD Maluku Tenggara yang melibatkan 35 tersangka mantan anggota Legislatif periode 1999 – 2004 oleh Kejaksaan Tinggi Maluku masih terus bergulir.

Ilustrasi Praduga Tak Bersalah
Kendati demikian, terkait porsi pemberitaan oleh sejumlah media massa yang terkesan secara terus-menerus menyerang salah satu pihak memancing komentar sejumlah pihak.

Kepada Dhara Pos, Jumat (21/11), salah satu Politisi Kota Tual, Usman Tamher mengaku menyesalkan adanya sikap media terkait ketidakberimbangan dalam membeberkan proses penanganan kasus Dana Asuransi oleh pihak aparat Kejati Maluku.

“Saya lihat media terkesan tidak berimbang dalam mengangkat kasus ini. Makanya, saya minta kepada teman-teman media agar dalam memuat pemberitaan tentang kasus Dana Asuransi DPRD Malra tersebut jangan cuma tulis nama Walikota, MM. Tamher dan Wakil Walikota Tual, Adam Rahayaan saja,” sesalnya. 

Dikatakan Tamher, bahwa terkait dengan kasus 35 anggota DPRD Maluku Tenggara periode 1999-2004 setelah ada temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan VI Makasar, waktu itu Ketua DPRD, ST. Tapotubun dan Wakil Ketua, H. Rony Renyut, SH sudah membuat pernyataan yang sifatnya melakukan pengadaan barang sebelum APBD ditetapkan.

Itu pun juga dalam surat rekomendasi yang dikeluarkan di Tual, 8 Oktober 2004, sebagai pimpinan Dewan menyatakan bahwa tidak akan merekomendasikan segala bentuk pembayaran yang tidak ada dalam anggaran.

Karena tu, Tamher meminta kepada rekan-rekan media agar dalam memuat pemberitaan tentang kasus Dana Asuransi DPRD Malra tersebut jangan cuma menyerang nama Walikota dan Wakil Walikota saja.

“Ini kan aneh, masa nama Walikota dan Wawali yang selalu dimuat media sedangkan yang lain tidak ditulis, maka patut dipertanyakan ada apa dibalik semua ini,” herannya.

Tamher beralasan, karena Walikota dan Wawali yang saat itu masih bertugas sebagai anggota legislatif di DPRD Malra periode 1999 – 2004 bukan pembuat keputusan namun harus menjadi bagian dari sistem yang saat itu diberlakukan.

“Intinya jadi korban sistem yang dilakukan Ketua DPRD saat itu,” jelasnya.

Dijelaskan Tamher, saat itu Ketua DPRD Maluku Tenggara, ST. Tapotubun, S.IP mengeluarkan surat pernyataan dengan nomor 173/245/2004 tentang memperhatikan rekomendasi temuan laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan VI Makasar nomor 53/S/XIV/6/03/2004 tanggal 11 Maret 2004 tentang rekomendasi kebijakan yang melakukan pengadaan barang sebelum ditetapkan APBD.

Dalam pernyataannya, setelah membaca Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan VI Makasar tanggal 11 Maret 2004 terkait pelaksanaan belanja rutin dan pembangunan 2002-2003 di Kabupaten Malra dimana dengan memperhatikan hasil temuan, menyatakan bahwa dalam pelaksanaan proyek akan disesuaikan amanat Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang pedoman pelaksanaan barang dan jasa pemerintah.

“Ini sesuai dengan isi surat pernyataan Ketua DPRD Malra yang tembusannya kepada Bupati Malra di Tual,” jelasnya.

Begitupun, Rony Renyut, SH juga telah membuat surat pernyataan No. 173/243/2004 bahwa sebagai wakil rakyat sekaligus menjabat sebagai Wakil Ketua DPRD Malra bahwa setelah membaca rekomendasi laporan hasil pemeriksaan BPK Perwakilan VI Makasar 53/S/XIV/6/03/2004 tanggal 11 Maret 2004 serta laporan hasil rapat konsultasi tim Pemda Malra saat rapat tindak lanjut hasil temuan BPK tentang perlengkapan polis Asuransi Bumi Putra bagi anggota DPRD Malra periode 1999-2004 sebagai peserta Asuransi Bumi Putra 1912 dan ini jelas dan benar bahwa anggota DPRD Malra resmi terdaftar sebagai peserta asuransi dan sekaligus menunggu polis asuransi.

“Jadi, ini sudah jelas-jelas sesuai dengan pernyataan Ketua DPRD Malra, ST. Tapotubun dan Wakil Ketua, H. Rony Renyut bukan Walikota dan Wawali,” tegas Tamher.

Olehnya itu, dirinya menghimbau kepada semua pihak khususnya media untuk tetap berpegang kepada prinsip asas praduga tak bersalah sehingga berimbang dalam menyampaikan pemberitaan ke publik.

Sebelumnya, terkait penanganan kasus, informasi yang dihimpun media ini beberapa waktu lalu, Kejaksaan Tinggi Maluku telah mengeksekusi  terpidana kasus korupsi  Dana Asuransi DPRD Malra periode 1999-2004, Paulus (Poly) Ventje Tapotubun pada Jumat (6/6).

Selain terpidana  Poly Tapotubun, dalam beberapa hari ke depan Kejati Maluku akan mengeksekusi 13 kasus terpidana lainnya yakni Y. Wee, A .W. Rahanra, B. Kwaitota, F. Rahanubun, S. Abdul Rachman , P. Renyaan,  R. J. Betanubun, H. Refra, O. Th. Ohoiwutun, M. Savsavubun, N. Kadmaer, J. Komnaris dan H. Oraplean.

Selain itu, menurut keterangan Kasi. Penkum dan Humas Kejati Maluku,  Bobby Palapia, selain 14 terpidana di atas, Kejati Maluku saat ini juga telah memeriksa sejumlah mantan anggota lainnya dan kini sedang dalam proses pemberkasan di antaranya,  Drs. MM. Tamher, Adam Rahayaan, S.Ag, I. Ratuanak, F. Sarkol, G. De Games, W. Barends, V. Savsafubun, A. Awat Azis,  H.A.H. Notanubun dan V. Warat.

(obm)
Share it:

Hukum dan Kriminal

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi