News Ticker

Cabut Sasi, Pemkot Tual Dinilai Lecehkan Adat Budaya Orang Kei

Pemerintah Kota Tual dinilai telah melecehkan adat budaya masyarakat Kei. Pasalnya, pada Senin (10/3) sekitar pukul 14.30 Wit, sejumlah aparat dari Satuan Polisi Pamong Praja setempat telah mencabut sasi (hawear) yang dipasang keluarga Tarantein terhadap Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Tual.
Share it:
Pencabutan Sasi Oleh Anggota Satpol PP
Tual, 
Pemerintah Kota Tual dinilai  telah melecehkan adat budaya masyarakat Kei.
Pasalnya, pada Senin (10/3) sekitar pukul 14.30 Wit, sejumlah aparat dari Satuan Polisi Pamong Praja setempat telah mencabut sasi (hawear) yang dipasang keluarga Tarantein-Talaut terhadap Kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Kota Tual.
Padahal, sasi tersebut dipasang akibat belum adanya realisasi pembayaran yang dijanjikan Pemkot sesuai kesepakatan pada pertemuan tanggal 6 Januari lalu kepada pihak terhadap ahli waris keluarga dari alm. Kace Talaut yang mengaku sebagai pemilik lahan tempat bangunan Kantor Disdikpora.
Untuk diketahui, upaya penyelesaian masalah tersebut telah dilakukan dengan diadakan pertemuan pada 6 Januari, dan saat itu dihadiri Kapolres Malra, Dandim 1503, Danlanal Tual, Danlanud Langgur, para tokoh agama serta tokoh adat .
Janji tersebut dibenarkan Welem (Wem) Songyanan selaku Soa Desa Taar, yang mengakui dirinya masih memegang janji Pemkot Tual.
“Makanya, kami dari keluarga besar Talaut sangat menyesalkan tindakan pencabutan sasi tersebut karena Pemerintah Kota Tual telah melanggar janji yang sudah disepakati tertanggal 6 januari untuk menyelesaikan harga tanah dengan pemiliknya, keluarga besar marga Talaut namun hanya janji yang bisa disampaikan mereka,” kecamnya.
Menurutnya, tindakan Satpol–PP yang mencabut sasi tidak bisa di benarkan dan yang anehnya lagi hal ini di diamkan oleh aparat keamanan sehingga membuat masyarakat menjadi resah.
Diakuinya, peristiwa seperti ini baru pertama kali terjadi baik di Kota Tual maupun Kabupaten Malra, sasi di cabut oleh Satpol-PP sehingga tindakan ini benar-benar melecehkan adat budaya masyarakat Kei apalagi ada yang warga yang menjadi korban sabetan senjata tajam.
Awalnya, beber Wem, Pemkot Tual sengaja membuat perselisihan antara sejumlah aparat Satpol - PP dengan keluarga Tarantein/Talaut yang berujung terjadi bentrokan. Dan, saat bentrok, salah seorang warga Taar mengalami luka bacok di bagian tangan kanan ketika mencoba menghalangi pencabutan sasi. Hal itu diduga dilakukan oleh oknum anggota Satpol PP sementara, aparat TNI – Polri yang ada saat itu terkesan cuek dengan kejadian tersebut.
“Kami tidak terima dengan kejadian ini, maka keluarga Talaut Tarantein meminta Kapolres Malra untuk mengusut kasus pembacokan karena diduga kuat hal itu dilakukan oleh oknum Satpol-PP,” tuntutnya.
Wem menilai Perda yang dibuat oleh Pemkot Tual hanyalah untuk mengadu domba masyarakat yang mempunyai tanah seperti  yang terjadi di desa Taar. Bahkan, Perda Nomor 04 Tahun 2013 tersebut dinilai mencederai adat budaya orang Kei karena terbukti Satpol PP diperintahkan Pemkot mencabut sasi tanpa ijin Raja-raja.
Abdullah karim Renyuryaan
“Pemkot Tual jangan hanya berjanji tapi parlente jalan terus untuk menghibur keluarga Talaut/ Tarantein agar proses pemilikan tanah  bisa dinegosiasikan, tapi kenyataannya tidak ditepati oleh mereka,” tudingnya.
Wem mempertanyakan sikap Pemkot yang menghadirkan aparat keamanan untuk menjaga keamanan dan menyaksikan pencabutan sasi, tapi kenapa tidak menghadirkan raja/kades yang berhak mencabut sasi. Yang anehnya lagi, malah Satpol-PP yang ditugaskan untuk melakukan hal itu.
“Inikan sama saja dengan Pemkot selama ini tidak pernah menghargai bahkan mengakui adat budaya orang Kei,” sesalnya.
Sementara itu, pihak Pemkot Tual yang diwakili salah satu Staf Bagian Hukum, Abdullah karim Renyuryaan membantah tudingan Keluarga Tarantein/Talaut.
Dikatakannya, Perda Nomor 4 Tahun 2013 merupakan hasil keputusan Sidang Paripurna DPRD Kota Tual yang telah melalui proses dengan dihadiri 20 anggota Dewan dan Pemda untuk disepakati dan sekaligus diputuskan.
“Makanya, Pemerintah daerah memegang keputusan ini sebagai dasarnya bahwa apa yang telah diputuskan dalam sidang paripurna itu sah dan bukan karangan atau sandiwara,” kata Renyuryaan.
Karena, diakuinya, dengan adanya pemasangan sasi yang dibuat oleh keluarga Talaut di 6 bangunan  diantaranya sebuah gedung sekolah dasar dan sisanya di gedung kantor telah mematikan aktivitas pelayanan terhadap masyarakat maupun para PNS dan yang lainnya.
Dirinya menyesalkan tindakan emosional tersebut, oleh karena itu, Renyuryaan mengajak keluarga Talaut untuk dapat bekerja sama dengan Pemerintah Daerah guna membangun negeri.
“Saya berharap supaya warga tidak terpancing dengan isu-isu yang akan menimbulkan ganggguan keamanan sehingga bersama TNI – Polri kita turut menjaga keamanan menjelang Pemilu pada 9 April mendatang,” tandas Renyuryaan.(TL-01)
Share it:

Politik dan Pemerintahan

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi