News Ticker

Program Kemenkes RI Hambat Penempatan Dokter Spesialis di Aru

Kementerian Kesehatan di tahun 2016 - 2018 silam memprioritas rumah - rumah sakit di daerah terpencil yang ada di wilayah Indonesia melalui Program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS).
Share it:
Peta Kepulauan Aru
Dobo, Dharapos.com - Kementerian Kesehatan di tahun 2016 - 2018 silam memprioritas rumah - rumah sakit di daerah terpencil yang ada di wilayah Indonesia melalui Program Wajib Kerja Dokter Spesialis (WKDS).

Program WKDS ini sangat menyentuh daerah - daerah terpencil termasuk Kabupaten Kepulauan Aru. 

Dimana pada saat itu Kementrian Kesehatan yang mengatur para dokter spesialis yang baru lulus untuk ditempatkan di daerah-daerah terpencil yang membutuhkan tenaga dokter spesialis.

Sayangnya, program ini dinilai para dokter spesialis yang baru lulus saat itu sangat bertentangan dengan hak asasi manusia sehingga mereka melakukan gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

Dalam gugatan itu, Kementerian Kesehatan kalah sehingga program WKDS itu kemudian dirubah menjadi program Pendayagunaan Dokter Spesialis (PDS).

Kebijakan ini berbeda jauh dengan program WKDS yang diterapkan sebelumnya.

Karena para dokter spesialis yang baru lulus, berhak menentukan wilayah kerjanya masing-masing.

Inilah penyebab daerah-daerah terpencil di wilayah lndonesia Timur mengalami krisis dokter spesialis. Kondisi inilah yang saat ini sedang terjadi di kabupaten yang berbatasan langsung dengan Negara Australia itu. 

Rumah-rumah sakit di salah satu wilayah penghasil ikan terbesar itu mengalami krisis tenaga dokter spesialis.

Tak jarang, para pasien harus dirujuk keluar daerah lantaran keterbatasan dokter-dokter spesialis

Contoh konkret kejadian baru-baru ini, ada sejumlah ibu hamil yang terpaksa harus melahirkan bayinya secara sesar. Mereka terpaksa dirujuk ke RSUD Karel Sadsaitubun Maluku Tenggara karena dokter spesialis kandungan sama sekali tidak ada di RSUD Cenderawasih Dobo.

lronisnya lagi,  ketika hendak diberangkatkan melalui jalur Iaut oleh Tim Gugus Percepatan dan Penanganan Covid-19, para pasien ini ditolak Tim Gugus Covid-19 Maluku Tenggara.

Situasi kala itu menjadi tegang di pelabuhan Yos Soedaerso Dobo.

Untung saja dari hasil koordinasi bersama antara Pemerintah daerah setempat dan Gugus Tugas Maluku Tenggara, para ibu hamil ini akhirnya mendapat restu diberangkatkan guna menjalani perawatan medis di RSUD Karel Satsuitubun Langgur.

Direktur RSUD Cenderawaslh Dobo. dr Wati yang ditemui media ini di ruang kerjanya mengakui bahwa sejak diberIakukan program PDS, Kabupaten Aru kesulitan mendapatkan dokter-dokter spesialis.

Diantaranya dokter spesialis kandungan dan juga anastesi.

Ironi Lulusan Kedokteran Biaya Daerah

Guna menutupi kebutuhan itu, sejak diberlakukan program PDS ini, Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Aru telah menyekolahkan salah satu dokter yang baru diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk disekolahkan sebagai dokter spesialis kandungan.

Ironisnya, setelah lulus spesialisnya, dokter yang diketahui bernama Dumaria Situmorang itu tidak pernah kembali ke Aru.

Dia baru kembali setelah dirinya dilaporkan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Aru.

Sayangnya, ketika kembali, yang bersangkutan meski bekerja selama dua tahun namun tidak kontinyu.

“Yang bersangkutan datang satu bulan kemudian berangkat Iagi ke Iuar daerah dengan alasan suami dan anaknya berada di daerah lain di tempat Iain,” terangnya.

Kemudian awal 2019 lalu, dia pergi dan tidak pernah kembali, dan malah mengajukan untuk pindah.

“Saya pernah cek di BKD bahwa surat dari Bupati Bandung Barat sudah menerima dia tetapi selama Kabupaten Kepulauan Aru belum memberikan izin berarti dia juga tidak bisa pindah,” ungkap dr. Wati.

Terkait hal ini, Bupati Kepulauan Aru dr. Johan Gonga sudah dua kali berkoordinasi dengan yang bersangkutan termasuk dirinya sendiri untuk meminta segera kembali ke Aru.

Namun, jawabannya sama, tetap tidak mau kembali. Lantaran bersih keras tidak mau kembali maka Bupati kembali menyurati Kementerian Kesehatan RI.

"Saya yang bawa surat dari Bupati untuk meIaporkan yang bersangkutan ke Kementerian Kesehatan dan surat balasannya sudah ada di tangan Bupati," beber dr. Wati.

Bupati sendiri, lanjut dia, telah menegaskan kepada yang bersangkutan untuk kembali dan kalau dia tidak kembali, dia harus mengembalikan 20 kali lipat dari biaya yang sudah dikeluarkan oleh daerah.

"Kalau dia tidak kembalipun, kita sudah Iapor ke Polisi dan Kejaksaan untuk cari dia,” tegas dr Wati.

(dp-31/ns)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi