News Ticker

Wali Kota Diduga Tahan Rekomendasi Korupsi DD Urimesing

Pasca dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Ambon, Juni 2017 lalu hingga kini penanganan indikasi penyalahgunaan anggaran Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) Pemerintah Negeri Urimesing Tahun Anggaran 2018 mandek alias jalan di tempat.
Share it:
Kantor Pemerintah Kota Ambon
Ambon, Dharapos.com - Pasca dilaporkan ke Kejaksaan Negeri Ambon, Juni 2017 lalu hingga kini penanganan indikasi penyalahgunaan anggaran Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD) Pemerintah Negeri Urimesing Tahun Anggaran 2018 mandek alias jalan di tempat.

Terbaru, Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy diduga sengaja menahan rekomendasinya padahal hasill audit Inspektorat setempat telah diserahkan beberapa waktu lalu.

Berdasarkan informasi yang dihimpun media ini, Inspektorat Kota Ambon telah mengirimkan rekomendasi hasil audit investigasi ke orang nomor satu di ibukota Provinsi Maluku tersebut. 

Sekretaris Inspektorat Kota Ambon, Eda Nanlohi yang dikonfirmasi membenarkan hal itu.

“Rekomendasi dari Inspektorat Kota Ambon untuk kasus korupsi Dana Desa Urimesing sudah diserahkan ke Wali Kota,” akuinya, saat di temui diruang kerjanya, Senin (26/11/2018) pagi.

Eda pun menegaskan pihaknya sudah selesai melaksanakan kewajibannya membuat laporan hasil audit investigasi atas Penggunaan Dana Desa dan Alokasi Dana Desa Pemerintah Negeri Urimesing TA 2016 atas permintaan Kejaksaan Negeri Ambon.

“Jadi, langsung saja dengan Wali Kota,” tegasnya.  

Sebelumnya, berdasarkan informasi yang dihimpun media ini dari sejumlah sumber terpercaya, rekomendasi tersebut telah berada di meja Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy.

Namun, tak juga diserahkan ke Kejari Ambon selaku lembaga yang sementara memproses dugaan penyelewengan dimaksud. 

Kepada media ini, Selasa (20/11/2018), salah satu pengamat hukum yang meminta namanya tak dipublikasikan, menilai mandeknya proses hukum kasus ini karena adanya intervensi dari petinggi di daerah ini.

Apalagi dengan adanya keputusan bersama 3 lembaga dalam negara masing-masing Kejaksaan RI, Kepolisian RI dan Kemendagri RI bahwa segala sesuatu yang berkaitan dengan laporan masyarakat tentang penyalahgunaan dana desa harus di serahkan ke Inspektorat selaku APIP.

"Makanya momen ini menjadi kesempatan emas bagi pihak Pemerintah Kota Ambon untuk menghambat proses hukum kasus ini. Dan, Kejaksaan pun tak bisa melakukan penekanan namun hanya sebatas koordinasi dengan menyurati dan mempertanyakan rekomendasi Inspektorat," terangnya. 

Di sisi lain, sumber juga mengaku heran kenapa Wali Kota Richard Louhenapessy tak juga menyerahkan rekomendasi tersebut.

“Saya heran, kenapa harus ditahan-tahan sementara rekomendasi sudah di tangan? Publik malah akan mencurigai ada apa dibalik ini semua sampai-sampai seorang Wali Kota tak juga serahkan rekomendasi ke Kejaksaan Negeri Ambon? Kalau memang tidak ada kerugian, ya.... serahkan saja langsung,” cetusnya.

Meski demikian, sumber mengingatkan Pemkot Ambon untuk tak boleh lupa bahwa Kejaksaan tidak serta merta menerima rekomendasi yang dikeluarkan Inspektorat.

"Akan ada klarifikasi data yang dimiliki Inspektorat dengan apa yang dimiliki Kejaksaan soal berbagai temuan di lapangan. Apalagi untuk kasus Dana Desa Urimesing, Jaksa sudah lebih dulu turun lapangan ke 5 dusun. Sekali lagi saya tekankan Jaksa sudah lebih dulu turun lapangan," bebernya.

Sumber kemudian mencontohkan kasus Negeri Oma dimana meski ada hasil audit oleh lembaga resmi negara, malah hasil perhitungan kerugian negara oleh Kejari Ambon senilai ratusan juta rupiah yang kemudian menjadi dasar proses hukum Raja Oma dan kroninya hingga akhirnya di jebloskan ke penjara.

"Jadi kita nantikan saja hasil akhir dari episode ini. Karena yang namanya kejahatan sekalipun prosesnya terkesan lambat atau sekalipun petinggi negeri ini mengintervensinya tetap akan terungkap juga," tandasnya optimis.

Perlu diketahui, sebelum berkas laporan masyarakat terkait indikasi penyalahgunaan DD dan ADD Urimesing TA 2016 diserahkan ke Inspektorat Kota Ambon, Kejari setempat telah selesai melakukan pengumpulan data (puldata) di 5 Dusun yang menjadi lokus laporan masyarakat.

Ke 5 dusun masing-masing, Kusu-kusu, Mahia, Tuni, Seri dan Siwang.  

Termasuk pula memintai keterangan dari semua pihak yang berkaitan dengan persoalan ini kecuali Pejabat Desa Urimesing, Alfian L yang beberapa kali tak memenuhi panggilan Kejari dengan berbagai alasan.

Hasilnya, ditemukan adanya bukti kuat telah terjadi penyelewengan anggaran mulai dari belanja bahan hingga proses pengerjaan berbagai item di lapangan yang tak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB) Negeri Urimesing.

Salah satu sumber terpercaya media ini di Kejari Ambon yang menolak namanya dipublikasikan, memastikan indikasi tersebut.

"Setelah dilakukan pengumpulan data di 5 dusun yang berada di wilayah Pemerintah Negeri Urimesing, indikasi itu memang ada. Jaksa sudah jalani seluruh dusun dan bisa pastikan itu termasuk ke tempat belanja bahan," bebernya, belum lama ini.

Bahkan sumber menegaskan pula, jumlah besaran kerugian negara yang di indikasikan dalam kasus ini melebih taksiran nilai kerugian yang dilaporkan masyarakat.

Sementara itu, dalam kaitannya dengan laporan penyalahgunaan DD dan ADD Urimesing TA 2016 yang dilakukan Zeth Parera cs ke Kejari Ambon, sumber menilai seharusnya laporan tersebut tidak perlu diserahkan ke Inspektorat.

"Inikan Kejaksaan sudah selesai kerja kumpulkan data mulai dari penelusuran lokus hingga memintai keterangan para terlapor termasuk para pihak terkait dan tinggal dinaikkan statusnya lalu tiba-tiba dikirim ke Inspektorat Ambon. Dasarnya apa?" kecamnya. 

Menurut sumber, yang seharusnya diserahkan ke Inspektorat yaitu ketika laporan baru sebatas di terima Kejari Ambon.

"Kalau Urimesing ini kan sudah berproses, makanya sudah jadi kewenangan Kejaksaan sehingga tidak boleh diserahkan ke Inspektorat," cetusnya. 

Makanya, pihak Kejari Ambon hingga sekarang ini masih menunggu seperti apa isi rekomendasi dari Inspektorat setelah mereka lakukan audit di Urimesing.

"Apapun rekomendasi Inspektorat tentu kami akan klarifikasi dengan apa yang kami sudah peroleh di lapangan," tegasnya.

Di lain pihak, para perangkat desa Urimesing baik Penjabat desa, Sekretaris dan aparat lainnya tetap bersihkukuh bahwa penggunaan DD dan ADD Urimesing TA 2016 telah sesuai peruntukannya.

Meski, fakta lapangan ditemukan banyak proyek fiktif bahkan diubah meski tak sesuai Rencana Anggaran Biaya (RAB). 

Hal tersebut terungkap saat berlangsungnya pertemuan di aula sidang DPRD Kota Ambon, belum lama ini yang dihadiri pihak pelapor, perangkat desa Urimesing dan difasilitasi Komisi I.

Dalam pertemuan itu, tidak ada satu pun perwakilan dari pihak Inspektorat Kota Ambon yang hadir dengan alasan semua sedang berada di luar daerah.

Rata-rata dari mereka mengklaim realisasi penggunaan DD dan ADD 2016 di 5 dusun sudah sesuai aturan kecuali 3 item kegiatan yang tidak dilaksanakan, salah satunya pembangunan jembatan batu. 

Bahkan, mereka juga mengaku siap melaksanakan rekomendasi Inspektorat terkait pergantian uang belasan juta rupiah sebagaimana kutipan pernyataan yang  sempat terlontar dari mulut salah satu perangkat desa dan Anggota Komisi I DPRD Kota, Sahertian pada pertemuan tersebut.

Kendati demikian, terkait proses hukum yang sementara berjalan, para perangkat desa pada kesempatan itu menyatakan siap menjalani dan bertanggung jawab.

Perangkat desa Urimesing mulai dari Pejabat hingga para kepala urusan dilaporkan menyelewengkan anggaran yang dikucurkan bagi kepentingan masyarakat di wilayah itu hingga Rp574 juta dari total Rp Rp1.519.432.850,- 

Zeth Parera Cs melaporkan indikasi tersebut ke Kejaksaan Negeri Ambon, pada Juni 2017 lalu.

Sejumlah item kegiatan yang dianggarkan sebagaimana dirincikan dalam Rencana Anggaran Biaya (RAB) Pemerintah Negeri Urimessing TA 2016 tak dilaksanakan secara maksimal di lapangan hingga menghasilkan pekerjaan yang tak bermutu dan amburadul.

Pantauan yang dilakukan di negeri yang membawahi Dusun Kusu-kusu, Mahia, Tuni, Seri dan Dusun Siwang ini, nyaris sebagian besar proyek di 5 wilayah  tersebut dikerjakan secara asalan dan terbukti memiliki kualitas abal-abal.

Bahkan, sejumlah item kegiatan hingga berlalunya tahun anggaran dimaksud, tak pernah terlihat wujudnya alias fiktif.

(dp-16)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi