News Ticker

Masalah Sektor Penyuluhan Di Maluku Cukup Kompleks

Sektor penyuluhan di Maluku baik pertanian, perikanan dan kehutanan hingga saat ini masih menjadi masalah yang kompleks.
Share it:
Jerry Uweubun
Ambon, Dharapos.com 
Sektor penyuluhan di Maluku baik pertanian, perikanan dan kehutanan hingga saat ini masih menjadi masalah yang kompleks.

Padahal, sektor ini turut menjadi salah satu indikator penting dalam upaya pengentasan kemiskinan di Provinsi berjuluk “Seribu Pulau” tersebut.

Penegasan tersebut disampaikan Kepala Badan Koordinator Penyuluhan (Bakorlu) Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Provinsi Maluku,  Jerry Uweubun kepada wartawan saat konferensi pers yang berlangsung di aula Bakorlu Kebun Cengkeh, Selasa (22/12).

“Saat ini, kami masih menghadapi sejumlah persoalan mendasar sehingga dampaknya adalah masih lemahnya pelayanan yang diberikan kepada masyarakat dalam hal ini kelompok petani, nelayan maupun para pengrajin di bidang kehutanan yang  tidak bisa dilakukan secara maksimal,” tegasnya.

Sejumlah kelemahan dimaksud, rinci Uweubun, diantaranya koordinasi tupoksi yang masih lemah, sarana prasarana terbatas, dan kuantitas kualitas SDM dan pelayanan penyuluh terbatas.

Selain itu, penyelenggaraan diklat sangat terbatas, database belum tersedia akurat, programa penyuluhan belum sesuai serta kapasitas kelembagaan terbatas.

Uweubun mencontohkan masalah petani, nelayan dan petani hutan yang belum berkelompok. Dari jumlah total petani, nelayan dan petani hutan di Maluku sebanyak 201. 796, jumlah yang belum berkelompok mencapai 50 persen yaitu sebanyak 100.926 (sumber data dari BPS).

Dari jumlah 201.796 ini, untuk sektor pertanian sendiri jumlah petani sebanyak 128.211, sedangkan perikanan 47.786 dan sektor kehutanan 26.269 dimana dalam menjalankan usahanya ada yang berusaha secara berkelompok sementara yang lainnya belum.

Dalam kondisi ini, diakui Uweubun, pihaknya kesulitan memberikan pelayanan terhadap mereka. Karena dari seluruh jumlah pelaku utama di 3 sektor tersebut hanya dapat dilayani tenaga penyuluh yang sangat terbatas dengan kualifikasi penyuluh dari PNS, tenaga kontrak dan swadaya.

Dia merincikan, untuk sektor pertanian, dari 128.211 tersebut hanya bisa dilayani oleh sebanyak 695 penyuluh,  sektor perikanan sebanyak 47.786 sementara tenaga penyuluhnya hanya berjumlah 212 begitupula sektor kehutanan dari 26.269 hanya dilayani tenaga sebanyak 42 penyuluh.

Uweubun mengakui jika dengan kondisi ini maka pihaknya tidak bisa bekerja maksimal dalam memberikan penyuluhan kepada para pelaku utama di ketiga sektor tersebut.

“Dari ribuan orang ini hanya dilayani ratusan tenaga penyuluh, sementara kita urus 10 orang saja sudah repotnya setengah mati apalagi melayani ratusan ribu orang. Sehingga yang paling efektif itu, mereka harus berusaha secara berkelompok karena manfaatnya lebih banyak sebagaimana filosofi kita disini,” bebernya.

Sementara itu, berdasarkan data yang dimiliki Bakorlu Maluku, jumlah tenaga penyuluh di masing-masing 11 kabupaten/kota dilihat dari jumlah desa pertanian sebanyak 859 mengalami kekurangan tenaga penyuluh sebanyak 531 orang untuk penyuluh dari PNS. Sedangkan penyuluh dari tenaga kontrak mengalami kekurangan 480 orang.

Belum lagi, kata mantan Kadis Nakertrans Maluku ini, banyaknya keluhan yang masuk ke pihaknya terkait keberadaan kelompok jadi-jadian.

“Tentu sesuai aturannya, kelompok ini harus mempunyai dasar hukum sampai kelompok tersebut di legal formalkan. Kalau kelompok yang tidak berbadan hukum maka itu diluar konteks kami,” tegasnya.

Pihaknya juga memperkirakan lebih kurang 80 persen masih pada kelas pemula karena kelompok-kelompok ini juga memiliki kelas mulai dari pemula, menengah dan tingkatan kelas selanjutnya.

“Ini baru sebagian kecil kondisi penyuluhan di Maluku yang harus segera dibenahi. Belum lagi persoalan lainnya yang juga harus secepatnya ditangani seperti maslah kapasitas kelembagaan maupun kualitas SDM penyuluh sendiri,” kembali bebernya.

Atas fakta ini, Uweubun mengaku pesimis Provinsi Maluku bisa terlepas dari kemiskinan jika sektor ini tidak segera di benahi.

Untuk itu, tegas Uweubun, hal ini semestinya menjadi tanggung jawab pada jajaran di Kabupaten/Kota sebagai pelaksana di lapangan sementara Bakorlu Maluku hanya melakukan fungsi pengawasan dan pengendalian serta pembinaan.

“Dalam hal ini memberikan atensi, petunjuk atau arahan-arahan, maupun kebijakan-kebijakan yang mestinya teman-teman ditingkat kabupaten/kota bahkan kecamatan melaksanakan itu di lapangan,” tegasnya.

Namun, akan sangat tidak berarti jika aturan kelembagaan ini tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya maka tidak akan membawa hasil apa-apa karena penentuannya di lapangan.

“Oleh karena itu, jika persoalan penyuluhan ini tidak segera diatasi, maka apapun upaya pengentasan kemiskinan yang dilakukan Pemerintah Provinsi Maluku tidak akan pernah bisa tercapai karena ketiga sektor ini memiliki kaitan erat dengan kondisi masyarakat di 11 kabupaten/kota di Maluku,” tukasnya.

(dp-16)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi