News Ticker

Regulasi Pencegahan Radikalisme Di Indonesia Masih Lemah

Penerapan regulasi atau aturan terkait upaya pencegahan radikalisme dan terorisme di Indonesia dinilai masih lemah.
Share it:
Acara dialog pencegahan radikalisme dan
terorisme bersama media massa
di Kota Ambon, Maluku
Ambon, Dharapos.com
Penerapan regulasi atau aturan terkait upaya pencegahan radikalisme dan terorisme di Indonesia dinilai masih lemah.

Hal tersebut diungkapkan Deputi I Subdit Pencegahan BNPT RI, Dr. Andi Intan, saat menyampaikan materinya pada acara “Dialog Pencegahan Radikalisme dan Pencegahan Terorisme Di Maluku” bertempat di aula Dinas Komunikasi Informasi Provinsi Maluku, Selasa (17/11).

Dalam sesi dialog tersebut, salah satu hal mendasar yang  menjadi perhatian peserta dialog yaitu terkait regulasi pencegahan radikalisme dan terorisme di Indonesia.

“Masalah regulasi Pemerintah terkait upaya pencegahan radikalisme dan terorisme di Indonesia ini masih sangat lemah. Kondisi ini sangat berbeda jauh dengan Singapura dan Malaysia yang sangat ketat menjalankan upaya pencegahan dan itu didukung dengan regulasi yang kuat,” ungkap Ny. Andy dalam pemaparan materinya.

Ia mencontohkan, dasar hukum pendirian BNPT RI hingga saat ini masih berupa Perpres.

“Dalam menjalankan fungsinya, BNPT belum bisa maksimal karena Perpres tadi. Akan berbeda jika pendirian BNPT diperkuat dengan Undang-undang,” ujarnya.

Sebenarnya, lanjut Ny. Andi, sejak awal Juni lalu pihaknya sudah menyuarakan maksud tersebut bahkan telah direspon oleh DPR  bersama Pemerintah dan BNPT itu sendiri bahwa akan lahir UU sebagai amendemen dari  UU Nomor 15  Tahun 2003.

“Karena kalau selama ini kita hanya memakai Pempres 46  semuanya mengarah kepada hal yang soft, yaitu pencegahan. Jadi setelah nanti UU keluar, tidak hanya memuat pasal penindakan tapi diharapkan mulai dari pencegahan,” harapnya.

Meski diakui Ny Andy, sampai saat ini masih menjadi wacana padahal sudah menuju Desember 2015.

“Belum juga lahir-lahir UU yang kita harapkan, sedangkan teroris  tidak menunggu UU tapi langsung meledak saja dimana-mana,” akuinya.

Ny Andi membandingkan kondisi pencegahan radikalisme dan terorisme di Indonesia dengan negara Singapura dan Malaysia sangat berbeda.

“Kalau di dua negera itu, ada indikasi, langsung ditangkap dan itu memang karena mereka punya regulasi yang kuat  sementara Indonesia belum, baru memakai Pepres sehingga pastinya belum kuat. Sementara kalau di Indonesia tidak boleh di tangkap karena melanggar HAM,” bebernya.  

Olehnya itu, wanita yang dijuluki “Srikandi BNPT” ini mengharapkan Pemerintah segera memperkuat regulasi yang ada sehingga upaya pencegahan radikalisme dan terorisme dapat berjalan maksimal.

Perlu diketahui, dalam dialog yang digelar bagi kalangan media massa di Provinsi Maluku tersebut berlangsung sejak pukul 09.00 - 16.00 WIT dengan menghadirkan sejumlah narasumber diantaranya Fahrozy dari Pusat Media Damai BNPT RI, DR. H. Shofiyullah Muzammi, M.Ag (Dosen Pasca Sarjana dari Jogjakarta) dan juga salah satu Pemimpin Redaksi media cetak harian di Maluku.

Sedangkan peserta dialog berasal dari  kalangan media massa di Maluku, dan mahasiswa dari sejumlah perguruan tinggi di Kota Ambon seperti Unpatti dan UKIM.

Sayangnya, tidak ada satu pun wakil dari pihak Pemprov Maluku maupun TNI - POLRI yang hadir dalam kegiatan  tersebut.

(dp-16/19)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi