News Ticker

Terindikasi Suap, Kurang Bukti Jadi Alasan Jaksa Hentikan Korupsi Jembatan Holai

Kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan Jembatan Holai, di desa Holai, Kecamatan Kei Besar Utara, Kabupaten Maluku Tenggara senilai 12 Miliar yang telah mencuat sejak 2009 lalu ternyata baru diketahui jika prosesnya telah dihentikan sejak lama alias dipetieskan.
Share it:
Ilustrasi suap
Ambon, Dharapos.com
Kasus dugaan korupsi pada proyek pembangunan Jembatan Holai, di desa Holai, Kecamatan Kei Besar Utara, Kabupaten Maluku Tenggara senilai 12 Miliar yang telah mencuat sejak 2009 lalu ternyata baru diketahui jika prosesnya telah dihentikan sejak lama alias dipetieskan.

Fakta ini terungkap saat berlangsungnya audiens antara Koalisi LSM Maluku Tenggara untuk Demokrasi dan Keadilan di bawah pimpinan Drs. Nardy Refra dengan Asisten Pidana Khusus (Aspidsus) Benny Santoso, SH yang berlangsung di ruang Aspidsus Kejati Maluku, Rabu (29/7).

“Kami sudah terima suratnya dan telah disampaikan pimpinan ke saya. Selanjutnya, setelah kami teliti substansi atau permasalahan pokoknya secara detail hasilnya bahwa fokusnya di Tual. Jadi setelah kita cek, bahwa betul apa yang disampaikan bapak-bapak, benar bahwa kasus ini pernah ditangani di Tual jadi fokusnya di Tual,” terangnya.

Untuk itu, lanjut Santoso, pihaknya akan berkoordinasi  dengan pimpinan Kejaksaan Negeri Tual terkait kasus dimaksud untuk segera mengungkap kembali kasus ini.

“Pada dasarnya, Kejaksaan Tinggi Maluku memberikan advis atau saran kepada Kejaksaan Negeri Tual apalagi dengan pimpinan yang baru agar kasus ini ditangani secara serius. Kita berharap segera dilakukan penyelidikan dalam rangka mencari dan menemukan bukti-bukti berdasarkan pada sumber-sumber yang dapat dipercaya ditambah fakta real dilapangan,” urainya.

Pada kesempatan tersebut, Santoso menegaskan, terkait kasus jembatan Holai maupun kasus lainnya seperti Dana Abadi Malra belum pernah ditangani Kejati Maluku.

“Setelah kami cek baik kasus Jembatan Holai maupun Dana Abadi ternyata belum pernah ditangani Kejaksaan Tinggi Maluku . Sedangkan, untuk Dana Abadi itu langsung ditangani pihak Kejaksaan Agung yang mana proses pemeriksaannya dilakukan di kantor Kejati Maluku,” tegasnya.

Sementara itu, informasi yang diterima Dhara Pos dari sumber terpercaya di Kejati Maluku, terungkap jika alasan penghentian penyelidikan terhadap kasus tersebut disebabkan karena tidak cukupnya alat bukti.

“Tetapi kalau memang ada bukti baru maka kasus ini bisa dibuka kembali,” ungkapnya.

Sumber bahkan mendorong jika memang bukti baru telah ada maka secepatnya diserahkan ke Kejari Tual untuk kemudian diusut kembali berdasarkan bukti-bukti baru tersebut.

Sebelumnya, Koalisi LSM Maluku Tenggara untuk Demokrasi dan Keadilan menyurati Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku guna mempertanyakan sejauh mana sikap Kejati Maluku menanggapi surat Kejaksaan Agung terkait kasus korupsi Dana Abadi Malra senilai Rp 70 Miliar dan korupsi Jembatan Holai senilai Rp 12 Miliar.

Koalisi LSM mempertanyakan tindak lanjut surat Jaksa Agung melalui Direktur Penyidikan Kejagung RI Nomor: R-312/F2/Fd.1/6/2015 tanggal 25/6/2015 yang ditandatangani oleh E.S. Maruli Hutagalung, SH, MH, jabatan Jaksa Utama Madya terkait kasus Dana Abadi yang diduga dikorup Bupati Malra Ir. Andreas Rentanubun.

Selain itu, Koalisi LSM juga mempertanyakan surat Jaksa Agung RI terkait kasus korupsi Jembatan Holai , Kecamatan Kei Besar Utara Timur, Kabupaten Malra sebesar Rp 12 Miliar dengan nomor surat: R-268/F.2/Fd.1/05/2015 tertanggal 28/05/2015.

Kedua surat tersebut ditujukan kepada Kajati Maluku untuk segera memproses kasus-kasus dimaksud.

Terkait penanganan kasus korupsi Dana Abadi Malra 2009, dalam proses hukumnya telah dilakukan pemeriksaan terhadap 17 orang oleh penyidik Kejagung RI bertempat di Kejati Maluku, Senin (21/04/2014).

Dari ke 17 orang yang dipanggil, sebanyak 3 orang yang belum diperiksa masing-masing Aleng,
Antonius Renyaan (Kades Sathean Kei Kecil). Sementara Z. Rahayaan (mantan Kabag Keuangan Setda Kabupaten Malra) diberikan waktu selama dua minggu untuk mempersiapkan bukti berupa daftar Gaji, SPMU dan SPPD berhubungan dengan pembayaran gaji senilai Rp 21 Miliar.

Namun, hingga saat ini belum ada tanda-tanda proses lanjutan yang dilakukan oleh penyidik Kejagung RI atas kasus ini.

Kondisi yang sama juga terjadi pada penanganan kasus korupsi proyek pembangunan Jembatan Holai yang terletak di desa Holai, Kecamatan Kei Besar Utara Timur, Kabupaten Maluku Tenggara yang dikerjakan oleh Kontraktor Maxi Ohoiulun.

Anggaran senilai 13 Miliar rupiah yang dialokasikan bagi proyek tersebut hingga saat ini pun tidak pernah diketahui jelas penggunaannya maupun bukti keberadaannya sementara dana sebanyak itu telah cair 100 persen.

Anehnya, berdasarkan pantauan terakhir  di lokasi jembatan, ternyata sampai berita ini dimuat wujud jembatan tersebut tidak pernah ada.

Ironisnya lagi, oleh penyidik Kejaksaan Negeri Tual waktu itu, kasus tersebut tidak dilanjutkan dengan alasan tidak cukup bukti.  

Indikasi suap sangat kuat tercium aromanya dalam masalah ini karena disinyalir aparat penegak hukum yang menangani kasus Jembatan Holai telah menerima sejumlah uang dari sang kontraktor agar tidak melanjutkan kasus ini.

Sementara itu, salah satu sumber terpercaya Dhara Pos yang enggan nama dikorankan, mengungkapkan bahwa dalam kedua kasus ini indikasi Jaksa penyidik terima suap sangat kuat.

“Yang sudah jelas itu dalam kasus korupsi jembatan Holai, siapa-siapa saja jaksa penyidik saat itu sudah bisa dipastikan. Karena mereka-mereka itulah yang tahu persis masalah itu. Dan kalau kasusnya dihentikan, itukan karena berdasarkan rekomendasi mereka juga ,” ungkapnya, Minggu (2/8).

Yang mengherankan lagi, lanjut sumber, apa yang menjadi alasan para penyidik di Kejari Tual menghentikan kasus tersebut.

“Benar-benar nggak masuk di akal saya. Masa kasusnya dihentikan dengan alasan kurangnya alat bukti sementara sudah jelas-jelas jembatannya tidak ada. Orang bodoh juga tahu itu,” heran sumber.

Atas fakta ini, dia mendesak, para penyidik kasus Jembatan Holai harus segera dipanggil dan diperiksa atas indikasi suap yang diterima mereka sampai berani menghentikan kasus tersebut.

“Siapapun mereka itu, mau dia berposisi sebagai Kepala, Wakil Kepala atau apapun jabatannya, harus diperiksa,” tegasnya.

(dp-16)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi