News Ticker

Bandara Mathilda Batlayeri Masih Gunakan Sistem Pendaratan Manual

Bandar Udara Matilda Batlayeri Saumlaki yang mulai dioperasikan pada Mei 2014 lalu, hingga kini belum menggunakan sistem navigasi penerbangan instrumen seperti lazimnya digunakan oleh bandara lainnya.
Share it:
Tower Bandara Matilda Batlayeri yang belum rampung pekerjaannya karena terkendala peralihan aset
Saumlaki, Dharapos.com
Bandar Udara Matilda Batlayeri Saumlaki yang mulai dioperasikan pada Mei 2014 lalu, hingga kini belum menggunakan sistem navigasi penerbangan instrumen seperti lazimnya digunakan oleh bandara lainnya.

Padahal, sistem navigasi bandara berguna untuk memberi panduan seperti halnya arah, jarak, kecepatan terhadap suatu bandar udara, ketinggian terhadap daratan, serta peralatan yang berfungsi untuk memberikan panduan pendaratan (landing) ketika cuaca buruk yang kesemuanya bertujuan untuk keselamatan dan keamanan penerbangan.

Kepala Unit Penyelenggara Bandar Udara Mathilda Batlayeri Saumlaki, Chairul Humam yang ditemui di ruang kerjanya menjelaskan bahwa hingga kini pihaknya masih menggunakan jenis pendaratan pesawat secara manual karena bandara Mathilda Batlayeri Saumlaki belum memiliki peralatan navigasi.

“Peralatan navigasi itu menjadi kewenangan Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Nasional Penerbangan Indonesia atau Airnav baik dari control maupun peralatannya. Nah, kita sudah punya petugas Airnav, namun karena towernya belum selesai dikerjakan maka biasanya digunakan system manual” kata Chairul.

Dijelaskan bahwa fasilitas navigasi  perlu tersedia untuk digunakan dalam bantuan navigasi udara, termasuk daerah pendaratan penerangan setiap peralatan atau perlengkapan untuk penyebaran informasi cuaca, untuk pengiriman sinyal, untuk radio penentu arah, atau radio pada komunikasi bukan elektris, dan setiap struktur atau mekanisme lain yang mempunyai peran sejenis sebagai petunjuk atau pemanduan bagi penerbangan di udara, atau bagi pesawat udara yang sedang mendarat atau lepas landas.

Meskipun pentingnya fasilitas navigasi namun hingga kini belum ada kepastian penanganannya akibat belum ada peralihan aset lokasi tower kepada pihak Airnav.

“Terakhir pada saat HUT TNI AU beberapa waktu lalu itu, GM Airnav Ambon tiba dan kita diskusi dimana prioritas pertama yang bakal diselesaikan adalah towernya dulu. Towernya ini belum diselesaikan karena belum ada peralihan aset.  Airnav sendiri belum berani bangun karena lokasinya belum masuk aset Airnav. Nah,mekanismenya adalah kalau tower sudah selesai dikerjakan baru masuk pada pengadaan peralatan navigasi,” bebernya.

Chairul Humam menjelaskan pula bahwa system pendaratan secara manual yang digunakan selama ini sudah cukup terbantu dengan peralatan visual yang ada yakni mulai dari lampu landasan hingga peralatan komunikasi manual.

Meski begitu, dia berharap agar secepatnya system navigasi penerbangan instrument segera tersedia sehingga pelayanan penerbangan lebih maksimal.

Hal ini diperlukan, oleh karena sesuai perencanaan hingga tahun 2030, bandara Mathilda Batlayeri ditargetkan menggunakan system pendaratan full instrument, yakni dilengkapi  dengan pengukur arah atau VOR (Very High Frequency Omni Range), NDB (Non Directional Beacon) yakni alat bantu Navigasi udara yang di letakkan di darat dan dipergunakan untuk mengarahkan pesawat kesuatu tempat yang di tuju, atau untuk menemukan dan menentukan tempat landasan pesawat. Selain itu, diharpak pula tersedia DME dan peralatan lain.

“Jadi bukan hanya dari sisi Bandar udara saja tetapi dari sisi Airnav pun kita belum punya, namun itu sudah masuk prioritas. Memang kalau kita bicara dari cuaca, itu soal jarak pandang dibawah 5 KM apalagi kalau seperti kemarin tanggal 8 itu hanya 2 KM jarak pandangnya saja masuk kategori cross win dimana kecepatan angin diatas 20 knot makanya saat itu tidak ada pesawat yang bisa mendarat” tambhanya.

Sebelumnya, Chairl Humam mengatakan bahwa saat ini Runway bandara Mathilda Batlayeri telah mencapai 1.641 x 30 meter dan apron 200 x 75 meter, dengan dua taxiway yakni 110 x 15 meter  dan 110 x 23 meter.

Lahan bandara Mathilda yang sangat mendukung yakni 350 hektar itu bakal dibangun sesuai masterplan yakni runway 2500 x 45 meter, dan apron 200 x 110 meter yang bisa menampung satu pesawat berbadan lebar atau jenis boing dan dua pesawat jenis ATR.

Dipastikan panjang runway bandara Mathilda Batlayeri ditahun 2018 bakal mencapai 2.000 meter atau 2 km dan lebar runway 45 meter.

Itu berarti bandara Mathilda Batlayeri sudah bisa melayani jenis pesawat berbadan besar seperti Boeing series 500 atau Garuda Indonesia dengan series 1.000.

(dp-18)
Share it:

Daerah

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi