News Ticker

Komnas Ham Papua: “Soal Dokumen Publik, Pemda Harus Transparan”

Pemerintah Daerah Provinsi Papua diminta untuk transparan akan dokumen publik. Penegasan tersebut di sampaikan Plt. Kepala Komnas HAM Papua, Pnt. Frits B. Ramandey, S.Sos, M.Hum kepada wartawan, Senin (29/9) di Sekretariat Perwakilan Komnas HAM Papua.
Share it:
Papua,
Pemerintah Daerah Provinsi Papua diminta untuk transparan akan dokumen publik. Penegasan tersebut di sampaikan Plt. Kepala Komnas HAM Papua, Pnt. Frits B. Ramandey, S.Sos, M.Hum kepada wartawan, Senin (29/9) di Sekretariat Perwakilan Komnas HAM Papua.

Pnt. Frits B. Ramandey, S.Sos, M.Hum
Menurutnya, berdasarkan UU, semua dokumen publik harus bisa di akses seperti Dokumen APBD, Restra, maupun dokumen lain yang terkait dengan kebijakan publik.

“Namun kenyataannya, sampai sekarang tidak ada. Bahkan pada website Pemerintah Daerah Papua juga tidak ada sesuatu yang baru. Paling yang ada acara seremonial dan tidak ada dokumen penting untuk pengawasan publik yang bisa di akses,” kata Ramandey.

Dijelaskannya, dalam UU Otonomi Khusus disebutkan bahwa dalam pengawasan sosial wujudnya masyarakat harus mengetahui dokumen publik agar bisa turut berpartisipasi sehingga ada pengawasan.

Pemda Papua, tegas Ramandey, memang jelas-jelas tidak transparan mengenai informasi publik. Hal ini terbukti apabila selesai pembahasan APBD, pihaknya susah untuk mendapatkan Dokumen APBD, Restra, PERDASIS, PERDASUS.

“Padahal dokumen PERDASIS, PERDASUS adalah dokumen publik yang harus di akses kepada semua orang sehingga semuanya berkepentingan untuk terlibat dalam pelaksanaan Peraturan Daerah,” tegasnya.

Pihaknya meminta Pemda agar semua dokumen yang berhubungan dengan informasi publik agar di bagikan atau di up-load ke website Pemda sehingga dapat di ketahui masyarakat luas.

Masyarakat juga, kata Ramandey, kalau di tanya mengenai PERDASIS tentang kependudukan, tidak ada yang tahu padahal 12 tahun Otsus ada kemajuan dari gerakan pembangunan. Apalagi, untuk kepentingan dokumen publik sulit untuk di akses.

“Jangankan masyarakat, Komnas HAM sendiri saja sangat sulit untuk mendapatkan dokumen yang berkaitan dengan informasi publik tersebut,” sesalnya.

Ketertutupan informasi publik, ungkap Ramandey, bukan saja terjadi di Pemda Papua. Salah satu lembaga pelayanan publik seperti Komisi Farmasi yang telah melakukan deklarasi keterbukaan informasi publik namun kenyataannya sampai saat ini tidak ada juga yang bisa di akses dan hal ini juga masih menjadi perdebatan.

Ramandey juga menambahkan, memang semua dokumen tidak harus di akses seperti dokumen penanganan kasus di Kejaksaan, yang tidak diperbolehkan untuk di akses ke publik. (dp-25)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi