News Ticker

Sejak 1991, Hutan Yamdena Sudah Jadi Langganan HPH

Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) menyatakan, hutan Pulau Yamdena di Kepulauan Tanimbar ini sudah menjadi incaran para pengusaha kayu semenjak tahun 1991,
Share it:
Kondisi hutan Yamdena yang kini mengalami kerusakan parah
Saumlaki, Dharapos.com 
Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) menyatakan, hutan Pulau Yamdena di Kepulauan Tanimbar ini sudah menjadi incaran para pengusaha kayu semenjak tahun 1991.

Meskipun setiap kali Izin Hak Pengusahan Hutan (HPH) diberikan oleh Pemerintah kepada perusahaan tetap terjadi penolakan oleh warga.

“Tahun 1991, izin HPH pertama kali diberikan oleh Pemerintah kepada PT. Alam Nusa Segar (ANS) dan sempat beroperasi hingga 1992. Karena terjadi demonstrasi besar-besaran hingga terjadi pengrusakan terhadap alat-alat berat milik perusahaan di logpon maka izinya dicabut, meskipun ada 40 orang warga dipenjarakan,” terang Herman Yoseph Lerebulan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup MTB, Selasa (26/9).

Herman melanjutkan, bahwa di tahun 1995 – 1997 izin HPH kembali diberikan lagi kepada PT. Inhutani dan pada saat itu ada demo besar-besaran dengan melibatkan seluruh anak SMA – SMK se Kota Saumlaki dan akibatnya izin Inhutani dicabut oleh Pemerintah.

Tahun 1997, izin HPH kembali diberikan kepada PT. Mochtra Agung Persada namun di tahun 2000 Pemerintah kembali mencabut izin tersebut oleh karena terjadi demo dan melibatkan masyarakat Mandriak (Olilit Raya, Sifnana dan Lauran).

“Tahun 2000 – 2001 izin HPH diberikan lagi kepada PT. Yamdena Hutan Lestari, namun saat itu ada demo penolakan sehingga dicabut izinnya,” sambungnya.

Masyarakat menurut Herman, akhirnya melakukan perlawanan di saat Pemerintah memberikan izin HPH kepada PT. Karya Jaya Berdikari (PT.KJB) pimpinan Jhon Keliduan di atas areal seluas  ±93.980 Ha pada 2009 lalu.

Demo penolakan dan penyampaian keberatan dengan cara lain dilakukan melalui aksi tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh adat dan hasilnya DPRD saat itu telah mengeluarkan rekomendasi pembatalan atas dukungan Pemkab bagi hadirnya PT.KJB.

“Bupati MTB sudah pernah mengeluarkan rekomendasinya kepada Menteri di tahun 2012 untuk meninjau kembali HPH di Yamdena tetapi Menteri Kehutanan saat itu tidak menghiraukan rekomendasi Bupati,” tambahnya.

Herman Yoseph Lerebulan
Mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata ini mengakui bahwa di awal masa kepemimpinan Bupati Petrus Fatlolon dan Agustinus Utuwaly, pihaknya telah menerima 15 surat pernyataan penolakan dari berbagai elemen masyarakat di MTB.

Berdasarkan aspirasi masyarakat, pihaknya telah melakukan tinjauan ke lokasi dan menemukan sejumlah pelanggaran, termasuk ada kewajiban perusahaan yang tidak dilaksanakan.

“Sebagai contoh, PT. KJB tidak pernah membuat progress report laporan selama 2013 sampai sekarang, tidak melaksanakan kewajibannya terhadap pengurusan  izin UKL-UPL untuk pengoperasian mesin-mesin seperti somel dan sebagainya, tidak pernah melakukan penanaman kembali, dan tidak  pernah menyerahkan Amdal kepada Pemkab, ” bebernya.

Tak cocok Untuk HPH

Herman menjelaskan bahwa Ikatan Cendekiawan Tanimbar Indonesia (ICTI) pernah mengeluarkan hasil foto satelit bekerja sama dengan IPB Bandung dimana pulau Tanimbar termasuk pulau yang berongga dari kumpulan lumpur di atas karang atol sehingga kalau setiap kali penebangan maka tanah di Yamdena yang labil tersebut bisa mengakibatkan abrasi.

“Karakteristik tanah-tanah di pulau Yamdena yang luasnya ± 355.000 ha, ada ± 40.200 ha atau ± 12 persen bertopografi datar, peka erosi dan rentan kelongsoran,” katanya.

Secara geologi dan morfologi di pulau Yamdena pada umumnya tanahnya bersolum sangat dangkal sampai dangkal, berbahan induk batu kapur dan napal, peka erosi dan longsor atau menimbulkan lahan kritis dan terjadinya longsoran, banjir, sedimentasi dan kekeringan.

Wilayah berlereng (slope >15 persen) telah mengalami kerusakan (degradation).
Pulau Yamdena terbilang rawan dengan kerusakan lahan (land degradation) seperti guguran, longsoran, penurunan kesuburan tanah, kekurangan air, dan penggaraman tanah.

Guguran dan longsoran lahan yang pernah terjadi adalah peristiwa Nus Mang Londur atau runtuhnya lahan sekitar 2,5 km x 2,5 km di daerah Tutun pada 1942.

“Selain itu terjadi musibah Tanjung Delapan yakni peluncuran lahan ke laut sekitar 2 km x 3 km di daerah sebelah timur Desa Tumbur kecamatan Wertamrian pada 1944 lalu, serta terjadi patahan di sepanjang jalan Trans Yamdena dari Desa Lauran hingga Ilngei Kecamatan Tanimbar Selatan, sehingga Pemkab mengalihkan ruas jalan tersebut ke lokasi lain,” tambanya.

Pemkab lanjut Herman merasa perlu untuk segera menindaklanjuti usulan masyarakat terkait penolakan hadirnya HPH.

Karena selain sejumlah persoalan tersebut, ada pula persoalan lain seperti rusaknya hutan, terjadi kekeringan dan hilangnya habitat margasatwa termasuk pohon torem sebagai jenis pohon endemic.

”Kedepan, kita sudah bertekad untuk mengembalikan fungsi hutan dari kerusakan yang terjadi selama ini demi kelangsungan ekologis,”pungkasnya.

(dp-18)
Share it:

Feature

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi