News Ticker

Perubahan RTRW di MTB, Harus Sesuai Tapal Batas Kehutanan

Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Marulak Togatorop meminta Pemerintah daerah dan DPRD setempat untuk meninjau kembali RTRW daerah tersebut sesuai dengan kebutuhan perekonomian seluruh masyarakat di setiap desa dan tidak hanya terbatas pada beberapa desa dan kecamatan sebagaimana rencana revisi RTRW yang disampaikan oleh Ketua DPRD MTB belum lama ini.
Share it:
Marulak Togatorop, SH, MH
Saumlaki, Dharapos.com
Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Marulak Togatorop meminta Pemerintah daerah dan DPRD setempat untuk meninjau kembali RTRW daerah tersebut sesuai dengan kebutuhan perekonomian seluruh masyarakat di setiap desa dan tidak hanya terbatas pada beberapa desa dan kecamatan sebagaimana rencana revisi RTRW yang disampaikan oleh Ketua DPRD MTB belum lama ini.

Hal ini dipandang perlu sehingga mempermudah masyarakat disetiap desa yang hendak mensertifikatkan lahannya, oleh karena masyarakat hanya bisa memiliki lahan yang diakui hak-hak keperdataannya jika diperjelas dalam RTRW.

“Merubah RTRW itu harus menyeluruh disetiap desa dan jangan hanya satu atau dua kecamatan. Zona-zona harus dipetakan dengan jelas, dan jangan zona-zona pada wilayah tertentu saja. misalnya kalau hanya dari Saumlaki sampai di Bandara Mathilda Batlayeri, terus bagaimana masyarakat dikecamatan lain?” kata Marulak di ruang kerjanya,Rabu pagi (26/4).

Dikatakan, selama ini RTRW di MTB belum ditetapkan dengan mempertimbangkan kepastian wilayah sehingga banyak wilayah perkampungan yang tidak bisa dikembangkan lagi karena sudah masuk dalam kawasan kehutanan.

Kawasan hutan yang disebutkan dalam ketentuan perundang-undangan di sejumlah desa saat ini sudah berubah menjadi lahan pertanian, bahkan adapula lahan perkebunan masyarakat yang masih dikategorikan dalam kawasan hutan oleh Dinas Kehutanan Provinsi Maluku.

“Selama ini jangankan lahan pertanian, bila tapal batas hutan itu ada ditengah-tengah desa yang masyarakatnya sudah puluhan hingga ratusan tahun tinggal disitu maka kita tidak bisa sertifikatkan”katanya.

Marulak mencontohkan pelaksanaan kegiatan sertifikasi lahan oleh BPN tahun 2016 di desa Tenaman dan
Mitak, kecamatan Wuarlabobar tidak bisa berhasil dilaksanakan, karena pusat pemukiman dan wilayah perkebunan warga yang telah dikelolah puluhan hingga ratusan tahun tersebut ternyata diklaim oleh pihak Dinas Kehutanan Provinsi Maluku bahwa wilayah itu masuk dalam kategori kawasan hutan lindung.

Untuk itu dia menyarankan agar penentuan tapal batas wilayah hutan disetiap desa harus disesuaikan dengan RTRW, sehingga nantinya digunakan sebagai dasar oleh pemerintah daerah saat mengusulkan ke Kementrian Kehutanan untuk merubah tapal batas daerah-daerah pengembangan yang saat ini masih berstatus kawasan hutan.

“Contoh dalam program PTSL tahun ini di kecamatan Wertamrian, hanya permukiman penduduk saja yang bisa disertifikatkan, sementara lahan pertanian mereka didekat perkampungan saja tidak bisa diproses karena kita berpatokan pada peta dari pusat. Nah, dengan demikian dalam pembahasan RTRW nanti, perlu ditetapkan tapal batas kawasan hutan itu berapa kilo meter dari pemukiman penduduk desa”imbuhnya.

Sebelumnya, Ketua DPRD MTB, Simson Lobloby mengatakan: Pemerintah Daerah dan DPRD setempat telah bersepakat untuk nantinya melakukan revisi Peraturan Daerah (Perda) Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang diagendaka pada masa sidang kedua tahun 2017.

Peninjauan kembali RTRW itu berfokus pada beberapa titik yakni pusat-pusat pertumbuhan penduduk pada beberapa kecamatan, teristimewa di kecamatan Tanimbar Selatan karena menjadi pusat ibu kota Kabupaten MTB.

Sementara RTRW untuk kawasan kecamatan-kecamatan lain, itu masih dalam tahapan kajian dan dipastikan bakal diarahkan dalam waktu-waktu mendatang karena dipastikan proses pembangunan akan terus mengarah ke ibu kota kecamatan lain.

Simson menyebutkan pula bahwa semenjak 10 tahun terakhir, Pemerintah dan DPRD telah dua kali melakukan perubahan terhadap Perda RTRW sesuai kebutuhan masyarakat dan pembangunan.

Dua kali perubahan itu dilakukan pada periode kepemimpinan Bitsael Salvester Temmar sebagai bupati dan Barnabas Orno sebagai wakil bupati atau periode 2006 – 2012 dan kepemimpinan Bitsael Salvester Temmar dan Petrus Paulus Werembinan Taborat (2012 – 2017).

(dp-18)
Share it:

Daerah

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi