News Ticker

Jaksa Tak Adil Soal Penggelapan Pajak, Panitia SMA Tayando Lapor KKRI

Sejumlah pelanggaran kode etik yang dilakukan jajaran Kejaksaan Negeri Tual/Maluku Tenggara dalam penanganan kasus Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Tayando Tam kembali dilaporkan panitia.
Share it:
Kantor Komisi Kejaksaan RI, Jakarta
Ambon, Dharapos.com
Sejumlah pelanggaran kode etik yang dilakukan jajaran Kejaksaan Negeri Tual/Maluku Tenggara dalam penanganan kasus Pembangunan Unit Sekolah Baru (USB) SMA Tayando Tam kembali dilaporkan panitia.

Namun kali ini, pengaduan pelanggaran kode etik tersebut tidak lagi disampaikan ke Kepolisian Daerah (Polda) Maluku sebagaimana laporan sebelumnya terkait penggunaan alat bukti palsu maupun pemerasan dan beberapa laporan lainnya.

Khusus yang berkaitan dengan penggelapan pajak, panitia secara resmi menyampaikan laporan ke Komisi Kejaksaan Republik Indonesia (KKRI)

Sejumlah pejabat di Kejari Tual/Malra resmi diadukan diantaranya Akhmad Fatoni (Mantan Kajari Tual, Bambang Marwoto SH (Kajari Tua/Malra), Heppis Notanubun SH (Kasi Intel) dan beberapa nama lainnya.

Surat pengaduan tersebut telah dikirim ke Komisi Kejaksaan RI melalui kantor Pos Ambon sebagaimana tertera pada bukti resi pengiriman yang diterima Dhara Pos, sejak Sabtu.

Dalam suratnya, panitia menyertakan 2 bukti transfer uang di Bank Maluku (foto kopi) dari masing-masing senilai Rp 30 juta kepada La Daud dan 1 bukti kuitansi penyerahan uang oleh Syaifudin Nuhuyanan selaku penanggung jawab pantitia kepada La Daud yang saat itu adalah pemegang uang muka Dana Block Grand Dinas Pendidikan Provinsi Maluku dengan total uang yang sebesar Rp 96 juta.

La Daud tidak melaksanakan kewajibannya menyetor uang pajak tersebut seluruhnya tapi hanya senilai Rp. 10 juta sebagaimana yang seharusnya sebesar Rp 96 juta seperti yang terungkap dalam fakta persidangan terkait pengakuan salah satu saksi Elia Soplantila, S.Sos (PNS Dinas Pendidikan Provinsi Maluku yang dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang perkara Pembangunan USB SMA Tayando di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Ambon, beberapa waktu lalu.

Yang menjadi akar persoalan, mulai dari proses penyelidikan dan penyidikan hingga kasus ini disidangkan dan keluar putusan vonis, status La Daud tidak pernah dinaikkan jadi tersangka.

Bahkan yang mengherankan, JPU beralasan La Daud telah meninggal dunia sementara yang bersangkutan ternyata hingga saat ini masih hidup bahkan sempat mengunjungi Saifudin Nuhuyanan di Rutan Kelas II Waiheru Ambon, beberapa waktu lalu.

Dalam isi surat pengaduan yang diterima Dhara Pos, melaporkan soal ketidakadilan penyidik kejaksaan Negeri Tual/Maluku Tenggara dalam penetapan tersangka pada perkara pembangunan unik sekolah baru (USB) SMA Tayando Tam Kota Tual provinsi Maluku.

Dirincikan dalam alasan pengaduan tersebut bahwa berdasarkan penyelidikan dan penyidikan oleh Kejaksaan Negeri Tual/Malra dan sesuai dengan fakta persidangan, maka dapat di uraikan kronologis permasalahan sebagai berikut:

1. Transfer uang ke rekening 1103026823 atas nama La Daud pemegang uang muka Dana Block Grand Dinas Pendidikan Provinsi Maluku tanggal 11 Maret 2009, ditransfer oleh Bendahara Panitia (Aziz Fitmatan S.Sos M, Si)  sebesar Rp 30.000.000,- (tiga puluh juta rupiah).

2. Transfer uang ke rekening nomor 0202057706  atas nama Saifudin Nuhuyanan, S.Pd, M.Si  (Penanggung Jawab Panitia) tanggal 11 Maret 2009, di transfer oleh Bendahara Panitia  (Aziz Fidmatan) sebesar Rp 66.000.000,- (enam puluh enam juta rupiah) kemudian saudara. Saifudin Nuhuyanan (Penanggung Jawab Panitia) kembali menyerahkan uang sejumlah Rp. 66.000.000,- (enam puluh enam juta rupiah) tersebut kepada saudara La Daud pada tanggal 12 Maret 2009.

3. Sesuai penjelasan pada poin 1 dan 2 di atas saudara La Daud telah menerima uang sejumlah Rp. 96.000.000,- (sembilan puluh enam juta rupiah) atas permintaan yang bersangkutan untuk pembayaran pajak pembangunan USB SMA Tayando Kota Tual tahun 2008.

4. Berdasarkan keterangan saksi saudara Elia Soplantila, S.Sos (PNS Dinas pendidikan Provinsi Maluku) pada persidangan di Pengadilan Tipikor Ambon menjelaskan bahwa yang bersangkutan telah membayar pajak pada Kantor Pos Ambon atas perintah Saudara La Daud  dengan nilai pajak sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah) bukan sebesar 96 000.000,- (sembilan puluh enam juta  rupiah) dan bukti  pajak tidak dapat di pertanggung jawabkan kepada bendahara panitia hingga saat ini.

5. Bahwa selama persidangan Jaksa Penuntut Umum (JPU)  Chrisman M. Sahetapy SH, MH tidak menghadir sdr. La Daud sebagai saksi pada  persidangan  dengan alasan yang bersangkutan  masih hidup dan tinggal di Ambon.

6. Dari uraian fakta di atas, mengapa kepala kejaksaan dan jaksa penyidik kejaksaan negeri Tual/ Maluku Tenggara hingga saat ini  belum bisa menetapkan sdr La Daud sebagai tersangka dalam perkara ini, pada hal yang bersangkutan secara nyata-nyata telah menggelapkan dana pajak pembangunan USB SMA Tayando Tam Kota Tual Sebesar Rp 96 000.000,-  (sembilan puluh enam juta rupiah) berarti jaksa penyidik mengabaikan “Rasa Keadilan” bagi kami yang telah di tetapkan sebagai tersangka pada tanggal 3 Desember 2013  tanggal 5 April 2015.

7. Surat bukti terdiri dari 2 (dua) lembar slip transfer foto copy dan 1 (satu)  lembar kuitansi foto copy penerimaan uang sebagai mana terlampir pada surat pengaduan ini, slip dan kwitansi asli telah di sita Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Ambon.

Kepada Dhara Pos, Ketua Panitia Pemangunan, Akib Hanubun, mengecam keras ketidakadilan Jaksa dalam memproses persoalan hukum yang melilit dirinya dan kedua rekannya yang tergabung dalam Panitia Pembangunan USB SMA Tayando.

Dirinya beralasan jika Pantia melayangkan surat ke Komisi Kejaksaan RI karena sama seperti sejumlah fakta yang dibeberkan sebelumnya, dalam hal penggelapan pajak, jelas-jelas JPU terbukti tidak adil dalam proses hukum kasus ini.

“Saudara La Daud terbukti tidak menyetor pajak 96 juta rupaih ke negara, tetapi terbukti hanya 10 juta dan yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan bukti setoran pajak hingga kami divonis bahkan sampai hari ini tetapi tetap tak tersentuh hukum,” beber Hanubun.

Pembohongan publik yang dilakukan JPU, Chrisman M. Sahetapy atas pernyataan bahwa La Daud telah meninggal dunia benar-benar membuat panitia tak habis pikir atas aksi dusta yang dilakukan oleh seorang penegak hukum.

“Ada apa ini? Masa seorang JPU berani membuat kesimpulan bohong demi membela orang yang telah jelas-jelas menggelapkan pajak dengan pernyataan La Daud sudah meninggal. Dimana etika hukumnya,” herannya.

Hanubun  pun menyerahkan penilaian atas fakta ini kepada publik.

“Saya kira fakta ini menjadi salah satu bukti menyusul beberapa bukti sebelumnya yang diharapkan bisa membuka mata publik bahwa proses hukum yang dilakukan pihak Kejaksaan Negeri Tual/Maluku Tenggara atas kasus SMA Tayando, jelas-jelas tidak pedoman pada asas keadilan hukum,” tegasnya.

Sebelumnya, Panitia Pembangunan USB SMA Tayando Kota Tual secara resmi melaporkan Kepala Kejaksaan Negeri Tual/Malra dan sejumlah stafnya ke pihak Polda Maluku atas sejumlah indikasi kejahatan yang dilakukan.

Diantaranya, penggunaan alat bukti palsu berikut kesaksian palsu, penyalagunaan jabatan terkait pemerasan maupun penipuan.

Informasi terakhir, pengaduan terkait persoalan yang sama juga disampaikan ke Komisi Kejaksaan RI dengan surat Nomor : Khusus 07, tertanggal 14 September 2016.

Rincian dalam surat tersebut diantaranya perihal pemerasan, penipuan, penggunaan alat bukti foto kopi dan menghadirkan saksi ahli yang memberikan keterangan palsu dala persidangan oleh JPU dan Penyidik Kejaksaan Negeri Tual/Maluku Tenggara dalam perkara pembangunan USB SMA Tayando Tam Tual Provinsi Maluku.

Dalam surat pengaduan tersebut, turut disertakan  sejumlah dokumen sebagai alat bukti yang mendukung laporan dan telah dikirimkan ke Komisi Kejaksaan RI pada Kamis (15/9).  

(dp-16/20)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi