News Ticker

Tanahnya Diserobot, Pemilik Lahan Dermaga Teor Polisikan Dishub Maluku

Proyek pembangunan Dermaga Ferry yang berlokasi di Dusun Wersodi, Desa Kampung Baru Wermaf. Kecamatan Teor, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) ternyata menyisakan persoalan pada lahannya.
Share it:
Pemilik lahan pembangunan Dermaga Ferry Teor, Pelau Letsoin/Rumakelrat 
Ambon, Dharapos.com
Proyek pembangunan Dermaga  Ferry yang berlokasi di Dusun Wersodi, Desa Kampung Baru Wermaf. Kecamatan Teor, Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT) ternyata menyisakan persoalan pada lahannya.

Pasalnya, proyek milik Dinas Perhubungan Provinsi Maluku yang bersumber dari dana APBN dan dikerjakan sejak 2014 lalu itu dilaksanakan tanpa persetujuan pemilik sah lahan yaitu Pelau Letsoin/Rumakelrat.

Karena merasa haknya dirampas, Pelau selaku pemilik sah lahan kemudian mengadukan pihak Dinas Perhubungan Provinsi Maluku selaku pemilik proyek ke Kepolisian Daerah Maluku.

Demikian disampaikan Ketua LSM Tunkor, Drs. Nardy Refra selaku perwakilan masyarakat Teor, pemilik lahan kepada Dhara Pos, usai menyampaikan laporan resmi ke Polda Maluku.

Sesuai data yang berhasil dihimpun Dhara Pos, terungkap sejumlah fakta yang mendasari aksi penyerobotan lahan yang dilakukan Dishub Provinsi Maluku.

Awalnya dipicu terbitnya surat hibah yang dikeluarkan oleh Kepala Desa atau Dusun tetangga yang kemudian menjadi pegangan pihak Dishub Maluku untuk melaksanakan pembangunan proyek dermaga dimaksud.

Pemalsuan surat atau dokumen tersebut diduga dilakukan secara bersama oleh pihak Dishub Maluku Pemerintah Daerah Kabupaten SBT,  Kepala Dusun atau Desa tetangga, dan oknum mantan Camat.

Pasalnya, selaku pemilik sah tanah adat, Pelau Letsoin/Rumakelrat mengaku tidak pernah melakukan atau membuat surat pelepasan hak, atau surat apapun yang mengalihkan hak atas lahan tersebut kepada pihak lain termasuk Dishub Maluku.

Dan guna mempertegas hak kepemilikan terhadap tanah adat seluas 1 hektar yang di gunakan sebagai lokasi pembangunan Dermaga Ferry Dusun Warsodi  Desa Kampung Baru Wermaf, Kecamatan Teor, Pelau Letsoin kemudian membeberkan beberapa bukti antara lain,

1.Surat Keterangan Hak Ulayat/Petuanan Adat 5 Kepala Marga Adat Teor masing-masing, Hasan Rumakelrat,  Manu Rumatora, Oke Rumangiar, Gudang Kolatlena, dan Martinus Kolatfeka,  tertanggal 16 April 2016  yang menerangkan bahwa lokasi tanah yang telah di bangun Dermaga Ferry tersebut adalah milik Pelau Letsoin/Rumakelrat.

2.Surat Keterangan Kepemilikan Hak Atas Tanah  yang di keluarkan oleh Pemerintah Kecamatan Teor tertanggal 26 April 2016 oleh Camat Indra Adhayati Rumakways, STP.

Dengan dasar bukti-bukti itulah, yang bersangkutan kemudian berupaya semaksimal mungkin  memperjuangkan haknya sebagaimana di jamin dalam UUD 1945  dan putusan MK nomor 35/PPU-X/2012  yang menjamin hak masyarakat adat baik hutan dan tanah adat, maupun  hak ulayat  masyarakat adat yang di jamin dalam UUPA No 5 tahun 1960  Pasal 3 tentang Hak Ulayat.

Adapun langkah yang dilakukan dalam menuntut hak ganti rugi, diawali pada Februari 2015 dan April hingga Mei 2016, pemilik tanah adat mengadakan pendekatan dengan pihak Pemda, Dishub maupun DPRD SBT dalam  kaitannya dengan belum dibayarnya hak ganti rugi lahan/tanah dan tanaman pada lokasi pembangunan proyek Dermaga  Ferry.

Namun oleh pihak berkompeten menyarankan pemilik lahan untuk berurusan langsung dengan Dishub Maluku selaku pemilik proyek pembangunan Dermaga Ferry di lokasi petuanan/lahan tanah milik Pelau Letsoin.

Tepat 23 Mei 2016  diadakan pertemuan dan dialog  bersama Kepala Dishub Maluku Ir. Beny  Gaspersz, MT  dengan LSM Tunkor Maluku selaku perwakilan masyarakat Teor, pemilik lahan tentang objek tanah/ Tanaman,  yang telah dirampas dan digunakan secara  melawan hukum oleh Dishub Maluku untuk membangun Dermaga Ferry.

Hasil pertemuan tersebut kemudian menyepakati  beberapa hal antara lain, Kadishub Maluku membuat surat balasan  kepada warga dan pemilik  lahan  terkait ganti rugi tanah dan tanaman yang adalah kewenangan Pemda STB, bukan Dishub Maluku dan/atau Dirjen Perhubungan RI.

Tanggal 25 Mei, kembali dilakukan pertemuan lanjutan bertempat di kantor Dishub Maluku sekitar pukul 14.30 WIT antara Satker Dirjen Perhubungan bernama James  dan perwakilan Dishub Maluku atas nama Andre dan LSM Tunkor  selaku kuasa Hukum, perwakilan masyarakat Teor, pemilik tanah.

Namun tidak diperoleh solusi terkait penyelesaian ganti rugi tanah milik Pelau Letsoin.

Dalam pertemuan itu juga disepakati beberapa hal penting diantaranya,

1.Pembangunan proyek Dermaga Ferry  pada lokasi Dusun Wersodi Kampung baru Desa Wermaf adalah ilegal karena tidak melengkapi  dokumen pembebasan  lahan sesuai UU No 2 Tahun 2012  dan Perpres No 71 tahun 2012  tentang pengadaan  tanah  bagi  pembangunan  untuk kepentingan umum.

2.Pemilik tanah adat  tidak pernah melakukan perbuatan hukum pengalihan hak  kepemilikan tanah ke pihak lain,

3.Bahwa pihak Dishub memiliki bukti surat  pembangunan proyek dermaga Ferry  dari warga masyarakat pada desa tetangga bukan pada desa atau dusun  Wermaf tempat lokasi pembangunan proyek Dermaga  Ferry.

4.Pihak kontraktor dalam melaksanakan proyek telah melakukan perusakan lingkungan dengan menggali pasir  pada pinggiran lokasi proyek  yang mengakibatkan kerusakan lingkungan serta tidak  memiliki izin Amdal  sebagai persyaratan pembangunan infrastruktur  proyek konstruksi.

Selain itu, terkait dengan proses pembayaran ganti rugi tanah,  tanaman milik warga masyakat Teor, maka di sepakati bersama perwakilan masyarakat,  Dishub Maluku, dan Satker Dirjen Perhubungan RI  bahwa sambil menunggu proses penyelesaian  ganti rugi maka warga Teor  boleh melakukan pemasangan sasi di lapangan sebagai larangan melakukan aktivitas pembangunan sesuai dengan hukum masyarakat adat  lokal atau Teor.  Kemudian objek lokasi tanah telah sasi sejak 26 - 27 Mei 2016.

Guna menutupi kerugian yang dialaminya akibat aksi penyerobotan tersebut, Pelau Letsoin selaku pemilik lahan meminta ganti rugi tanah, tanaman 1 hektar tanah senilai Rp 6 miliar kepada pihak Kementrian Perhubungan dalam  Dirjen Perhubungan RI, Dishub Provinsi Maluku dan Pemda SBT.

Selain kepada pihak Dishub Maluku, Pelau juga melayangkan tuntutan kepada kontraktor yang sementara melakukan pekerjaan proyek, yaitu segera membayar lunas material  galian C pasir sebanyak 300 kubik  milik saudara Pelau Letsoin yang telah di gunakan pihak kontraktor untuk pembangunan proyek Dermaga Ferry  sejak 2014.

Perhitungannya, 1 kubik pasir @ Rp. 300.000,- x 300 kubik = Rp 90.000.000 -7.500.000 = Rp 82. 500.000,- yang harus di bayar lunas pada hari Rabu (25/5).

Tuntutan  ini juga telah disepakati pihak  perusahaan kontraktor bersama dengan pemilik material  galian C pasir  di hadapan Dishub Maluku yang diwakili Andre dan Satker Dirjenhub RI, James.

Namun ternyata, kontraktor pun ingkar janji dengan aksi penipuan dimana sampai surat ini di layangkan  ke instansi Pemerintah sipil dan militer, sang kontraktor belum juga membayar hak Pelau Letsoin.

“Karena tidak juga mendapat kejelasan hak ganti rugi lahan maupun tanaman dan juga ganti  rugi galian C pasir maka saudara Pelau Letsoin melalui LSM Tunkor telah membuat laporan resmi ke Polda Maluku untuk diproses hukum lebih lanjut,” tegas Refra.

LSM Tunkor , lanjut dia, meminta kepada Kapolda Maluku untuk memproses tindak pidana yang di lakukan oleh kontraktor dan Kepala Dishub Maluku terkait pemanfaatan tanah tanpa izin pemilik tanah sesuai UU No 5/ PRP  tahun 1960  tentang pemakaian tanah tanpa izin yang berhak.

“Kami meminta dan mendesak pimpinan pada lembaga pemerintah sipil dan militer pada setiap tingkatan guna dapat  menyelesaikan masalah ini sesuai kewenangannya,” desak Refra.

Selain memasukan laporan resmi ke Kapolda Maluku, laporan pengaduan ini juga disampaikan kepada Gubernur Maluku, Ketua DPRD Maluku,  Ketua Komnas HAM Perwakilan Maluku, Ombudsman Perwakilan Maluku dan Pangdam XVI Pattimura.

Pemilik lahan, Pelau Letsoin/Rumakelrat meminta Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dishub Maluku  harus bertanggung jawab atas segala kerugian yang dialaminya.

“Saya hanya minta kembalikan apa yang menjadi hak saya, itu saja,” tegasnya kepada Dhara Pos, usai memasukan laporan resmi ke Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku, Jumat (4/6).

Sementara itu, Ketua DPRD Maluku Edwin Adrian Huwae yang dikonfirmasi Selasa (7/6) terkait surat pengaduan yang disampaikan Perwakilan Masyarakat Teor terhadap persoalan penyerobotan lahan membenarkan jika dirinya telah menerima dan membacanya.

“Suratnya sudah saya disposisi dan telah diserahkan ke Komisi A untuk segera mengagendakan rapat pembahasan bersama perwakilan masyarakat Teor,” terangnya.

Huwae pada kesempatan tersebut meminta pemilik lahan untuk bersabar sambil menantikan proses lanjutnya.

(dp-16)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi