News Ticker

Sikap Toleransi Adalah Perekat Umat

Sikap toleransi menjadi salah satu alat perekat terhadap nilai keadaban yang perlu ditumbuh kembangkan dalam menghadapi masyarakat yang majemuk secara agamais terutama di tengah lingkaran kekerasan dengan rumah ibadah sebagai sasaran empuk pembakaran atau perusakan.
Share it:
Ilustrasi toleransi antar umat beragama
Tual, Dharapos.com
Sikap toleransi menjadi salah satu alat perekat terhadap nilai keadaban yang perlu ditumbuh kembangkan dalam menghadapi masyarakat yang majemuk secara agamais terutama di tengah lingkaran kekerasan dengan rumah ibadah sebagai sasaran empuk pembakaran atau perusakan.

Demikian penjelasan Ustad Drs Juni Tamsil Kilwo, kepada Dhara Pos, Minggu (11/10).

“Satu hal kecil di kita masyarakat Maluku telah menyukai pandangan yang lebih dinamis tentang konsep toleransi, dan ini lebih dari sekedar persoalan prosedural, tata cara pergaulan yang enak antara berbagai kelompok yang  berbeda sebagai orang yang diikat oleh tali  persaudaraan, dengan ungkapan “Sio hati jantong sodaraeee”, Ale rasa beta rasa  dan lain-lain,” jelasnya.

Ungkapan-ungkapan tersebut lanjut Kilwo, sangat menyejukan hati serta penyederhanaan agama yang dianggap  benar oleh aturannya tanpa mendiskreditkan agama lain dengan segala binaannya itu sebagai ajaran suci.

“Karena semua manusia diciptakan  dari unsur tanah, air, angin dan api dan Tuhan tidak menciptakan surga hanya untuk suatu golongan tertentu saja, atau surga itu bukan milik para imam, pendeta dan pastor  atau surga bukan untuk orang yang memiliki simbol agama,  tetapi surga itu di ciptakan kepada siapa saja,  yang menjalankan perintah agama dengan benar sesuai yang tertulis dalam kitab sucinya, terutama dengan mendapat hidayah dari Allah menjelang wafatnya,” lanjutnya.

Sikap toleransi adalah persoalan penting  dalam  menjalankan kehidupan kemasyarakatan dan kewajiban umat dalam menjalankan ajaran agama. Yang pertama dan utama, bahwa dalam toleransi selalu menghargai kelompok lain, dalam melaksanakan ibadah  menurut  kepercayaan dan keyakinan.

“Oleh karena itu, kita harus tingkatkan sikap toleransi yang diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat terutama menjelang pesta demokrasi 9 Desember 2015 mendatang sebab tanpa melaksanakan toleransi secara konsekuen maka hal itu tidak akan mungkin menghasilkan apa-apa,” sambungnya.

Kilwo yang juga ketua Fahmi Tamami Maluku memberi contoh kecil saat penetapan UUD 45 (Piagam Jakarta) ada tujuh  kalimat  yang dikoreksi okh perwakilan dari wilayah timur, yaitu Gubernur Maluku yang pertama Y. Latuharhari yang beragama Kristen. Dan usulan tersebut dapat di terima oleh mayoritas Panitia Persiapan Kemerdekaan RI yang beragama Islam.

“Kemudian tujuh kalimat tersebut dapat di  terima dan di gantikan dengan lahirnya Kementrian Agama yang hingga kini sebagai instansi yang  mengurusi  masalah Agama,” tukasnya.

(dp-20)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi