News Ticker

BPN MTB Terancam Proses Hukum Terkait Sertifikasi Lahan

Proyek perluasan lahan pertanian warga yang bersumber dari alokasi dana Dinas Pertanian, Perkebunan dan Hortikultura Kabupaten Maluku Tenggara Barat tahun 2010 di desa Latdalam kecamatan Tanimbar Selatan tidak berhasil dilanjutkan hingga saat ini akibat penolakan warga.
Share it:
Ilo Luturmas, SH 
Saumlaki,
Proyek perluasan lahan pertanian warga yang bersumber dari alokasi dana Dinas Pertanian, Perkebunan dan Hortikultura Kabupaten Maluku Tenggara Barat tahun 2010 di desa Latdalam kecamatan Tanimbar Selatan tidak berhasil dilanjutkan hingga saat ini akibat penolakan warga.

Namun kabarnya, pihak Badan Pertanahan Nasional MTB tetap mengeluarkan sertifikat kepemilikan lahan bagi sekelompok warga desa Latdalam dari proses pengukuran lahan yang telah dilakukan sebelum proyek pemerintah itu mendapat penolakan warga.

Ditemui di ruang kerjanya, Kamis (4/9), Ilo Luturmas, SH salah satu tokoh masyarakat desa Latdalam yang juga berprofesi sebagai Advokat pada LBH dan POSBAKUMADIN MTB ini menyesali sikap tidak terpuji pihak BPN yang telah mengetahui jika persoalan pengukuran lahan untuk sejumlah warga yang tergabung dalam kelompok tani desa Latdalam itu telah ditolak oleh seluruh masyarakat Latdalam untuk tidak disertifikatkan namun ternyata tetap memproses penerbitannya.

Penolakan masyarakat itu sempat membuat konflik internal di desa sehingga telah diteruskan penanganannya oleh pihak terkait.

“Kesimpulan yang diperoleh pada saat persoalan tersebut ditangani oleh DPRD MTB melalui rapat dengar pendapat dengan pihak dinas pertanian dan Badan Pertanahan serta dihadiri oleh masyarakat desa Latdalam itu secara jelas telah membatalkan dan tidak diteruskan lagi, toh kenapa sampai ada informasi resmi dari badan pertanahan nasional bahwa sekitar 100 sampai 200 eksemplar sertifikat yang dulu dibatalkan itu sudah diterbitkan? Nah ini kan perbuatan melawan hukum yang sama sekali tidak sesuai dengan mekanisme yang semestinya,“ tutur Luturmas.

Alasan penolakan masyarakat, menurut dia, disebabkan tidak meratanya pembagian lahan untuk disertifikasi. Pembagian lahan yang dilakukan oleh kepala desa lebih menguntungkan beberapa masyarakat saja yang diikutsertakan dalam kelompok petani tersebut.

Selain itu, masyarakat merasa dirugikan oleh karena pada saat pengukuran lahan, bukan hanya lahan pertanian warga yang diukur namun termasuk hutan warga disekeliling yang belum ditebang. Hal ini menurut warga sangat berlebihan sehingga perlu dihentikan.

Selain itu pula, warga mengaku akan kehilangan hak adat jika hutan itu sudah resmi menjadi milik oknum tertentu. Kebiasaan makan bersama atau berkebun bersama pada lahan-lahan kosong yang dibagi secara merata akan lenyap jika petuanan tersebut secara sah telah berleter milik sendiri.

Luturmas menyarankan kepada pihak BPN untuk lebih menghormati hak-hak masyarakat adat beserta putusan dari sengketa warga yang telah di tangani para wakil rakyat ketimbang tetap menjalankan proses sertifikat yang bakal menimbulkan proses hukum di kemudian hari.

Selain itu, pihak BPN dinilainya tidak patuh terhadap rekomendasi  rapat dengar pendapat antara DPRD MTB dan Dinas Pertanian serta BPN.

“Masyarakat sekarang semakin resah oleh karena lahan ini kan sangat luas dan lebih cukup untuk dibagi kepada warga secara merata tanpa terkecuali, tapi toh kenyataannya terbalik. Hutan yang belum ditebang pun diukur juga untuk oknum-oknum tertentu dan ini efek yang sangat fatal untuk masyarakat. Nah sebagai putera desa Latdalam, saya tetap berpihak ke masyarakat dan pantas serta wajib hukumnya saya tetap akan mengutus tuntas persoalan ini. Saya tetap ambil langkah hukum jika memang sertifikat itu beredar ke masyarakat,” tegasnya. (mon)
Share it:

Daerah

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi