News Ticker

Antisipasi Gagal Panen, Pemkab MTB Lakukan Terobosan Jangka Pendek

Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) telah melakukan sejumlah langkah terobosan guna mengantisipasi terjadinya ancam gagal panen di negeri berjuluk "Duan Lolat" tersebut.
Share it:
Petrus P. Werembinan
Saumlaki, Dharapos.com
Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) telah melakukan sejumlah langkah terobosan guna mengantisipasi terjadinya ancaman gagal panen di negeri berjuluk "Duan Lolat" tersebut.

Mengingat, kondisi kekeringan yang melanda wilayah tersebut bisa diibaratkan pepatah kuno, sudah jatuh namun ketimpah tangga pula, demikianlah realitas para petani di sejumlah kecamatan.

Sudah tak cukup harapan untuk beroleh air bersih untuk kebutuhan hidup semata, para petani kini semakin pula terlarut dalam kecemasan melihat tanamannya yang tumbuh namun nyaris layu akibat diserang panasnya terik mentari.

Terhadap hal ini, Wakil Bupati Maluku Tenggara Barat Petrus P. Werembinan yang dikonfirmasi media ini, Rabu (3/2) mengakui jika kondisi ini memberi isyarat adanya ancaman kelaparan yang akan dialami masyarakat MTB pada Maret mendatang, oleh karena disaat itu masyarakat hanya  menggantungkan hasil panenannya pada tanaman jagung, sambil menanti padi yang menguning dan bisa dituai pada Mei.

Jika tanaman jagung sudah mengalami gagal panen, maka sudah pasti tanaman padi akan mengalami nasib yang sama. Karena diperkirakan musim panas masih akan terus terjadi hingga akhir bulan ini.

Mantan Direktur PDAM MTB ini berprediksi kalau potensi rawan pangan ini bakal benar-benar terjadi di tahun ini, dan nyaris terjadi nantinya di seluruh wilayah sebagaimana hasil pantauannya.

“Mulai dari Desember sampai akhir Januari ini tidak ada hujan dan ini kan berpengaruh terhadap petani, karena pola tanam petani yang sudah membudaya selama ini yakni rata-rata tanamnya di bulan Desember dan diawal bulan Januari, namun ternyata tidak ada hujan maka dapat dikatakan musim tanamnya gagal.
Dalam perjalanan saya dari Saumlaki hingga ke Arma itu, terlihat tanaman padinya pada kuning-kuning semua,  tanaman jagungnya juga kuning-kuning, dan ada yang sudah tumbuh paling tinggi satu meter saja sudah mengeluarkan bunganya, dan ini dipastikan jika nantinya para petani akan mengalami gagal panen,” tutur Werembinan.

Mengantisipasi hal tersebut, Pemda MTB telah melakukan berbagai terobosan dalam jangka pendek, yakni menyiapkan bibit unggulan yang siap disalurkan kepada para petani di setiap desa, jika ternyata para petani membutuhkan tambahan benih untuk ditanam kembali saat musim penghujan tiba.

Selain, penyiapan bibit oleh dinas pertanian, pihaknya juga telah menghimbau kepada perangkat pemerintahan di bawahnya untuk mensosialisasikan gerakan menanam tanaman kasbi atau singkong, yang wajib ditanami oleh karena jenis tanaman ini dipastikan familiar dengan alam disaaat pertukaran musim seperti saat ini.

“Dengan pergeseran musim hujan yang diperkirakan baru akan turun di bulan Februari ini, tetap menjadi pertanyaan serius untuk kita pecahkan bersama yakni apakah musim penghujan ini akan normal lagi di musim Timur atau dia mengalami pergeseran lagi? Itu semua lalu berpotensi terjadi rawan pangan di MTB. Nah, selain kita siapkan bibit untuk masyarakat, kita minta juga kepada masyarakat untuk menanam tanaman yang lebih familiar dengan perubahan iklim ini yakni tanaman kasbi, karena tanaman ini dapat bertumbuh dan berisi tanpa memakan waktu yang cukup lama,” pungkasnya.

Untuk diketahui, musim kemarau sudah berganti dan perlahan menjadi musim hujan di penghujung tahun 2015 lalu. ini menjadi titik balik dari musim hujan yang sudah sekian lama lenyap. Namun ternyata,musim hujan yang biasanya terjadi secara terus menerus di hingga bulan Januari ini, kini hanya menjadi harapan yang seakan pupus.

Berbulan-bulan kekeringan merata di seluruh Indonesia.Menunggu hujan bagaikan angan yang jauh dari kenyataan.

Panas terik terus mendominasi, awan hujan nampak enggan untuk menutupi langit. Setidaknya para petani saat ini sudah berlomba-lomba membersihkan ladang atau kebunnya dari rerumputan karena menghimpit tanaman, namun ternyata terbalik, para petani hingga kini masih berharap turunya hujan sehingga bisa menanam benih yang telah disiapkan.

Sebelumnya, pada pemberitaan Dhara Pos sebelumnya, di MTB hingga dipertengahan bulan Januari lalu, masyarakat mengeluh soal krisis air bersih, akibat musim kemarau yang terus melanda daerah tersebut.

Primus Takndare, seorang warga desa Arui Das di kecamatan Wertamrian, misalnya berceritera bahwa salah satu bencana terhebat selama ini di desa Arui Das dan saat ini dirasahkan warga setempat adalah bencana kekeringan air.

“Semua sumber air di kampung (Arui Das-red)sampai sekarang masih kering. Katong ambe air bersih dari Asroy, yang jaraknya 2 KM dari kampung. Walaupun jauh, tapi kalau kesana masih harus antri lagi karena kalau banyak orang ambe air berarti kering. Sungai-sungai yang biasanya katong mandi dan cuci pakaian juga pada kering. Hanya ada genangan air yang seng mengalir dan akibatnya sudah busuk karena terendam kotoran,” ceriteranya.

Lebih memprihatinkan lagi, yakni disaat masyarakatnya membutuhkan air bersih untuk keperluan masak, mereka harus menempuh perjalanan ke desa tetangga yakni di desa Arui Bab untuk mengambil air bersih.

Kekurangan air untuk manusia saja sudah dialami warga desa, apalagi dengan tanamannya di kebun yang sudah ditanam pada akhir tahun kemarin namun akhirnya layu dan terancam gagal panen di tahun ini. masyarakat di desanya hanya berpasrah dan berdoa meminta campur tangan Tuhan atas musibah ini.

“Tahun ini pasti katong kelaparan lagi karena jagung, padi deng ubi maupun kombili yang katong tanam semua pada layu karena panas. Mudah-mudahan Tuhan saying katong la hujan bisa turun secepatnya biar semua tanaman bisa tumbuh kembali,” harapnya.

Krisis air bersih di desa Arui Das ini, nyatanya pula menjadi realitas pahit yang tengah dihadapi warga masyarakat di Kepulauan Tanimbar saat ini.menanti hujan turun adalah merupakan bagian dari doa terpenting umat manusia saat ini, akibat kekeringan yang masih melanda.

Seperti diketahui, bahwa sejak Maret lalu, hujan sudah sangat langka di Indonesia. Kini masuk ke bulan November, perlahan efek dari kemarau panjang yang dipicu oleh El Nino mulai melemah. Kemarau terburuk dan terpanjang di Indonesia tahun 2015 lalu memang kenyatannya disebabkan oleh anomali cuaca yang dikenal sebagai El Nino.

Akibat anomali cuaca ini, musim kemarau tahun 2015 menghantam Indonesia lebih lama dari biasanya, lebih parah dari tahun-tahun lalu. Namun ketika musim hujan sudah mulai datang silih berganti, apakah fenomena El Nino sudah lenyap betul dari cuaca di Indonesia? Nyatanya adalah tidak.

Dikutip dari sejumlah sumber berita, Kesimpulan ini disampaikan oleh Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) beberapa waktu lalu. Menurut BMKG, beberapa daerah di Indonesia masih akan tetap terjadi kekeringan hingga  awal tahun 2016 ini. Walaupun hujan sudah nampak, daerah di Indonesia yang terdampak kekeringan panjang masih  akan terus dilanda kekeringan.

Mengapa  demikian?  Prediksi BMKG, fenomena El Nino yang menghantam Asia termasuk Indonesia di tahun 2015 lalu menjadi yang paling kuat sepanjang sejarah. El Nino bergulir sangat lama dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

El Nino adalah salah satu bentuk penyimpangan iklim yang terjadi di Samudra Pasifik yakni di pantai barat Ekuador dan Peru. Penyimpangan itu mengakibatkan perubahan pola angin serta curah hujan. Tandanya adalah kenaikan suhu permukaan laut di daerah khatulistiwa bagian tengah dan timur membawa dampak udara kering dan panas.

Sejak tahun 1950, setidaknya sudah terjadi 22 kali El Nino di dunia. Dampak El Nino paling terbesar terjadi pada 1982-1983 dan 1997-1998. Saat itu El Nino membuat sebagian belahan bumi kekeringan panjang, dan sebagian yang lain justru mengalami musim hujan yang panjang.

Dampak global El Nino membuat sebagian wilayah Benua Asia seperti Indonesia dan sebagian wilayah Benua Australia akan mengalami kemarau panjang. Sedangkan sebaliknya, Benua Amerika terutama bagian utara mengalami musim hujan cukup panjang.

Untuk wilayah Indonesia, fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian wilayah Tanah Air berkurang. Tingkat berkurangnya curah hujan ini sangat tergantung dari intensitas El Nino tersebut. Saat curah hujan berkurang, kekeringan pun datang. Sungai-sungai akan surut airnya, sedangkan pepohonan akan mulai meranggas.

(dp-18)
Share it:

Politik dan Pemerintahan

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi