Mantan terpidana Aziz Fidmatan saat menyerahkan laporannya kepada Ketua Komisi I DPRD Maluku di momen RDP, Rabu (3/2/2021) |
Ambon, Dharapos.com - Respon dan dukungan dari berbagai kalangan terus berdatangan kepada Aziz Fidmatan, mantan terpidana perkara korupsi pembangunan satu Unit Sekolah Baru (USB) SMA Tayando Kota Tual.
Hal tersebut semakin menambah semangat pantang menyerah salah
satu figur penting perdamaian 2 komunitas agama yang bertikai di Maluku melalui
perjanjian Malino II beberapa tahun lalu ini untuk mengungkap rekayasa jahat dalam
kasus yang menjerat pria yang tergabung dalam panitia pembangunan sekolah itu.
Salah satunya, dari Komisi I DPRD Provinsi Maluku melalui
ketuanya, Amir Rumra, S.Pi, M.Si sebagaimana pernyataannya kepada media ini,
Kamis (3/6/2021) ketika disinggung soal dukungan atas perjuangan bendahara
panitia pembangunan SMA Tayando itu.
“Iya…, intinya ketika ada hal-hal yang berkaitan dengan persoalan
itu, dan itu adalah wajar sebagai masyarakat yang punya hak yang sama untuk
menyampaikan itu. Dan kita tidak bisa bilang itu benar atau salah, karena
putusannya sudah inkrah dan beliau sudah jalani. Dan kemudian ada upaya-upaya
untuk mencari keadilan, itu wajar beliau melakukan itu,” terangnya.
Komisi I, lanjut Rumra, telah meminta kepada Komisi
Informasi Publik (KIP) Maluku untuk segera menindaklanjuti laporan Aziz
Fidmatan.
“Mudah-mudahan dalam waktu dekat ini, kasus itu sudah bisa
disidangkan,” tandasnya.
Sebelumnya juga, Komisi I DPRD Maluku telah menggelar Rapat
Dengar Pendapat (RDP) bersama keluarga besar Aziz Fidmatan pada Rabu (3/2/2021).
RDP dipimpin ketuanya Amir Rumra, S.Pi, M.Si dan turut dihadiri
8 anggota Komisi I seperti Mukmin Refra, SH, Frangkois Klemens Orno, SIP, Eddyson Sarimanella, SH, F. Alimudin
Kolatlena, Ny. Hj. Murniaty Sulaiman/H, S.Sos, MM, Elewen Roy Pattiasina, SE,
MM dan Jantje Wenno, SH.
Para anggota komisi yang hadir menyampaikan rasa prihatin
atas permasalahan yang menimpa Aziz Fidmatan dan keluarganya.
Tak hanya itu, para wakil rakyat ini juga memberikan
apresiasi dan pernyataan dukungan atas perjuangan Aziz Fidmatan dan keluarga
demi menegakkan keadilan dan kebenaran.
“Secara pribadi saya turut merasa menyesal dengan situasi
dan kondisi yang pak Aziz Fidmatan alami. Di sisi lain, saya memberikan
apresiasi yang tinggi kepada pak Aziz yang punya semangat begitu luar biasa
untuk tetap mencari keadilan,” cetus Frangkois Klemens Orno, SIP dalam momen
RDP itu.
Terkait persoalan penggunaan alat bukti palsu dan tuntutan
pengembalian uang pribadi panitia pembangunan, juga menjadi atensi Orno.
“Saya kira kita gelar rapat kembali untuk menghadirkan
Kepala Dinas Pendidikan guna memperoleh informasi dimaksud sehingga kita bisa
mengambil langkah lebih lanjut,” tandasnya.
Hal senada juga disampaikan, Sekretaris Komisi I Ny. Hj. Murniaty
Sulaiman/H.
“Saya prihatin dengan apa yang terjadi pada Pak Aziz terhadap
semua proses yang sudah dilalui. Saya juga mensuport semangat yang begitu pantang
mundur mencari keadilan sampai sekarang ini,” ucapnya mengapresiasi.
Hj. Murniaty sepakat dengan apa yang disampaikan rekan-rekan
Komisi I terkait tindaklanjutnya.
“Saya sepakat dengan teman-teman mengenai rapat lanjutan
dengan Dinas Pendidikan sehingga masalah ini bisa tuntas. Dan dari kedua belah
pihak dapat menyelesaikan persoalan ini sampai tuntas,” tandasnya.
Untuk diketahui, sejumlah hakim yang sebelumnya menangani
perkara korupsi pembangunan satu Unit Sekolah Baru (USB) SMA Tayando Kota Tual
terbukti melakukan pelanggaran.
Para pengadil ini terbukti telah melanggar kode etik dan
perilaku hakim saat memutus perkara Nomor : 01/Pid.Sus-TPK/2016/PN.Amb dan
Nomor : 08//Pid.Sus-TPK/2016/PN.Amb.
Sidang Pleno Komisi Yudisial RI, bertempat di Jakarta pada
hari Rabu, 8 April 2020 dan Senin, 13 April 2020 masing-masing dihadiri 7 orang
anggota KY RI sebagaimana petikan putusan yang diterima media ini, memutuskan
hakim atas nama,
1. Alex T. M.
H. Pasaribu, SH, MH (jabatan saat ini sebagai Wakil Ketua PN Sibolga)
2. R. A.
Didi Ismiatun, SH, M.Hum (Hakim PN Ambon)
3. Edy Sepjengkaria,
SH, CN, MH (Hakim Ad Hoc Tipikor PN Ambon)
Terbukti melanggar angka 8 dan 10 Keputusan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua Komisi
Yudisial RI Nomor 047/KMA/SKB/V/2009/-02/SKB/P.KY/2009 tentang Kode Etik dan Pedoman
Perilaku Hakim jo. Pasal 12 dan Pasal 14 Peraturan Bersama Mahkamah Agung dan Komisi
Yudisial Nomor 02/SKB/MA/IX/2012-02/PB/P.KY/09/2012 tentang Panduan Penegakan Kode
Etik dan Pedoman Perilaku Hakim.
Adapun sanksi yang diterima para “Wakil Tuhan“ ini mulai
dari teguran tertulis hingga penghentian gaji selama satu tahun.
Angka 8 dan 10 sebagaimana poin yang dilanggar Hakim perkara
SMA Tayando Tam Tual mengutip Keputusan
Bersama Ketua MA RI dan Ketua KY RI Nomor 047/KMA/SKB/V/2009/-02/SKB/P.KY/2009
tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yaitu : Berdisiplin Tinggi
(poin 8) dan Bersikap Profesional (poin 10).
Petikan putusan diterima terpidana pada 31 Agustus 2020.
Perkara korupsi SMA Tayando ini mulai bergulir sejak 2012
lalu dan ditangani Kejaksaan Negeri (Kejari) Tual.
Kepala Kejari Tual saat itu dijabat Ahmad Fathoni yang kemudian
diganti oleh Bambang Marwoto. Sementara Kasie Pidsus dijabat Martheys Rahanra
dan Kasie Intel Heppis Notanubun.
Pada proses selanjutnya, perkara tersebut akhirnya
disidangkan di Pengadilan Tipikor Ambon pada 2016 hingga berujung putusan 2 tahun
penjara yang dijatuhkan kepada 4 tersangka masing-masing Saifudin Nuhuyanan,
Akib Hanubun, Aziz Fidmatan dan John Souhoka yang tergabung dalam panitia
pembangunan sekolah tersebut.
Menariknya, JPU saat itu Chrisman Sahetapy hanya menerima
vonis terhadap Akib Hanubun dan John Souhoka.
Sebaliknya, upaya perlawanan dilakukan sang JPU yang tak
puas dengan mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Ambon terhadap putusan
Nuhuyanan selaku Penanggung Jawab dan Fidmatan yang tak lain adalah Bendahara
panitia.
Di PT Ambon, keduanya diputus 4 tahun penjara. Tak terima,
Nuhuyanan dan Fidmatan balik melakukan perlawanan melalui upaya hukum Kasasi ke
Mahkamah Agung (MA).
Kasasi keduanya pun dikabulkan, MA pangkas vonis PT. Ambon
menjadi 2 tahun.
Perlu diketahui, pengerjaan proyek USB SMA Tayando ini
dimulai 2009 yang diawali dengan pembentukan panitia pembangunan oleh
Pemerintah Kota Tual pada 2008.
Besaran anggaran yang dialokasikan pada proyek ini sebesar
Rp1.24 Miliar yang bersumber dari APBN melalui Dinas Pendidikan Pemuda dan
Olahraga Provinsi Maluku dan APBD Kota Tual melalui Dana Sharing sebesar 25
persen atau Rp310 juta.
Kemudian ditindaklanjuti dengan menandatangani perjanjian
kerja sama antara pihak Dinas dan Panitia Pembanguan.
Singkatnya, dalam proses pengerjaan proyek tersebut
menyisakan beberapa item seperti rabat, WC dan saluran got yang belum
terselesaikan karena kekurangan anggaran.
Penyebabnya, Pemkot Tual tidak juga melakukan kewajibannya
mencairkan dana sharing 310 juta sesuai perjanjian meski sudah dilakukan upaya
permintaan oleh panitia.
Meski begitu, USB SMA Tayando Tam sendiri telah memberikan
manfaat pada masyarakat setempat sejak 2010 lalu hingga saat ini dengan
menghasilkan lulusan beberapa angkatan dan kini diketahui banyak yang berhasil
dalam karier baik sebagai ASN, pengusaha maupun profesi lainnya.
Panitia akhirnya merogoh kocek sendiri sebesar Rp171 juta
lebih untuk menyelesaikan item tersisa pada 2015 lalu karena dana sharing tak
juga dicairkan.
Anehnya, meski menggunakan uang pribadi demi menutupi ingkar
janji Pemkot Tual yang tak kunjung mencairkan dana sharing Rp310 juta, panitia
malah diperkarakan dengan tuduhan korupsi hingga berujung vonis 2 tahun
penjara.
Hingga bebas dari penjara pada 2018 pun panitia bingung,
uang negara mana yang dikorupsi.
Lebih apesnya lagi, setelah kembali aktif sebagai PNS, 2
mantan terpidana malah dipecat Wali Kota Tual Adam Rahayaan merujuk pada SKB 3
Menteri.
(dp-16)
Masukan Komentar Anda:
0 comments:
terima kasih telah memberikan komentar