News Ticker

Pemkab Tanimbar : "Tidak Ada Upaya Amputasi Hak Imunitas Anggota DPRD"

Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar akhirnya menjelaskan tentang proses hukum yang dilakukan terhadap anggota DPRD setempat periode 2014-2019 Sonny Hendra Ratisa (SHR), yang diduga melakukan pencemaran nama baik terhadap Bupati Petrus Fatlolon pada 2018 lalu dan saat ini sedang dalam tahapan persidangan di PN Saumlaki.
Share it:
Dari kiri ke kanan : Nelson Sianresy, Kilyon Luturmas dan Kabag Hukum Setda Kepulauan Tanimbar Sebastianus Ranbalak

Saumlaki, Dharapos.com - Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar akhirnya menjelaskan tentang proses hukum yang dilakukan terhadap anggota DPRD setempat periode 2014-2019 Sonny Hendra Ratisa (SHR), yang diduga melakukan pencemaran nama baik terhadap Bupati Petrus Fatlolon pada 2018 lalu dan saat ini sedang dalam tahapan persidangan di PN Saumlaki.

Penjelasan ini disampaikan Kepala Bagian Hukum pada Setda Kepulauan Tanimbar, Sebastianus Ranbalak bersama dua penasihat hukum (PH) Bupati yakni Kilyon Luturmas dan Nelson Sianresy dalam konferensi pers yang di gelar di cafe Joas Saumlaki, Senin (13/7/2020).

Ranbalak dalam keterangannya menjelaskan, SHR yang dijerat dengan pasal 207 KUHP Pidana, dengan ancaman hukuman 1 tahun 5 bulan penjara oleh penyidik atas laporan Bupati melalui PH itu, bukan merupakan upaya untuk mengamputasi hak imunitas DPRD secara general, melainkan merupakan langkah hukum atas perbuatan SHR secara personal atau personal recht terhadap Bupati Kepulauan Tanimbar.

"Ada indikasi bahwa telah terjadi amputasi hak imunitas anggota DPRD secara general. Sebetulnya pikiran ini sangat sempit, karena kita harus meletakkan kepada konstruksi hukum secara universal dan nasional, dimana dalam konteks bahwa DPRD (legislatif) punya kewenangan mengawasi lembaga eksekutif," terangnya mengawali pembicaraannya.

Dikatakan, kewenangan legislatif itu diberikan oleh negara kepada anggota DPRD untuk mengawasi, tetapi bukan untuk mencederai atau mengobok-obok.

"Persoalan pencemaran, penistaan dan lain-lain adalah persoalan pidana atau hukum publik dan berhadapan dengan negara karena memberikan ketidaknyamanan kepada orang per orang. Jadi pertanggungjawabannya secara pribadi atas rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh negara," katanya lagi.

Ranbalak juga menegaskan bahwa Pemda tidak mengintervensi kerja-kerja pihak yudikatif terhadap proses hukum yang sedang berjalan.

"Jadi, di negara ini tidak ada yang kebal hukum. Eksekutif tidak punya kewenangan untuk intervensi yudikatif. Kami hanya mengusulkan dan melaporkan persoalan ini dan yudikatif punya kewenangan untuk menilai dan memutuskan, mulai dari kepolisian sampai kepada pengadilan," tegasnya.

Senada dengan Sebastianus, PH Bupati, Kilyon Luturmas menjelaskan substansi pokok perkara yang dianulir dalam pasal 338  UU nomor 14 tahun 2017 tentang MD3 yang menegaskan bahwa anggota DPRD tidak dapat dituntut di pengadilan, baik pernyataan tertulis maupun tidak tertulis di dalam maupun di luar gedung DRPD.

Menurutnya, substansi dari pasal tersebut tidak dianggap sebagai pasal sakti untuk melindungi anggota DPRD dari jeratan hukum.

"Jadi kalau anggota DPRD yang melakukan persoalan pidana, tidak boleh menggenalisir bahwa seorang anggota DPRD dituntut maka semua anggota DPRD harus bungkam dan tidak bisa ngomong. Itu salah. Oleh karena itu, dengan Sonny Ratissa ini adalah persoalan personal," kata dia menegaskan.

Kilyon menyatakan, SHR mencemarkan nama baik Bupati Petrus Fatlolon di luar ruangan sidang yang disaksikan oleh 3 orang anggota DPRD saat itu yakni Markus Atua, Paternus Bulurdity dan Petrus Canisius Jaflaun.

"Pernyataan itu disampaikan diluar rapat resmi DPRD. Pernyataan yang disampaikan adalah Bupati Petrus Fatlolon berangkat bolak-balik Jakarta hasilnya Nol. Kemudian pernyataan ini didengar oleh ketiga saksi dan disampaikan kepada bupati barulah bupati mengajukan laporan ke Polres MTB" bebernya.

Kilyon menegaskan pula bahwa putusan Mahkamah Konstitusi nomor 013-022/PUU/IV/2006 tidak pernah membatalkan pasal 207 KUH Pidana yang digunakan oleh JPU dalam menuntut terdakwa SHR.

Pasal tersebut hanya menambah fase bahwa harus ada pengaduan dari korban secara langsung.
Tentang penjelasan pemerintah daerah kabupaten Kepulauan Tanimbar dan kuasa hukum Bupati ini, penasehat hukum SHR Andreas Mathias Go meminta untuk menjelaskan sikap pihaknya kepada wartawan setelah agenda persidangan di PN Saumlaki, Selasa (14/7/2020).

(dp-47)
Share it:

Kabupaten Kepulauan Tanimbar

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi