News Ticker

Masyarakat Ohoinol Surati Kapolres Malra Desak Proses Hukum Kades

Masyarakat Desa Ohoinol, Kecamatan Kei Kecil Timur secara resmi menyurati Kapolres Maluku Tenggara guna mendesak dilakukannya proses hukum terhadap pejabat desa setempat.
Share it:
Surat warga Ohoinol yang ditujukan kepada Kapolres Malra
Langgur, Dharapos.com
Masyarakat Desa Ohoinol, Kecamatan Kei Kecil Timur  secara resmi menyurati Kapolres melalui Kasatreskrim Polres Maluku Tenggara guna mendesak dilakukannya proses hukum terhadap pejabat desa setempat.

Pasalnya, hingga saat surat ini dilayangkan, proses hukum terhadap yang bersangkutan tidak pernah ada kejelasan sejak dugaan penyelewengan dana desa setempat dilaporkan ke pihak Polsek Kei Kecil.

Perihal isi surat yang disampaikan terkait laporan penyalagunaan Dana Desa Ohoinol pada tahun anggaran 2015 lalu.

Dalam surat tersebut diuraikan adanya keprihatinan Kepala marga dan tokoh masyarakat Desa Ohoinol atas perkembangan pembangunan desa yang sampai saat ini terhambat.

“Hal ini disebabkan karena adanya penyalagunaan Dana Desa Ohoinol yang bersumber dari dana APBN TA 2015 sebesar Rp 78.000.000,- oleh Kepala Desa Ohoinol yaitu saudara Christianus Wemaf,” demikian pernyataan awal dalam surat tersebut.

Kemudian lanjut surat tersebut, laporan secara tertulis telah dilakukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Malra sejak Januari 2016 namun sampai saat ini belum ada tanggapan.

“Perlu kami sampaikan juga bahwa sejak terjadinya penyelewengan dana di Desa Ohoinol ini, telah terjadi diharmonisasi dan diskomunikasi dan kondisi ini jika dibiarkan maka akan memicu kerawanan,” lanjutan isi surat dimaksud.

Saat itu, langsung di antisipasi oleh Kapolsek Kei Kecil Timur dengan mem-BAP saudara Pejabat Kepala Desa Ohoinol Christianus Wemaf.

Namun, sampai saat ini tidak pernah diketahui sampai sejauh mana perkembangannya.

Hal ini tentu sangat meresahkan masyarakat Desa Ohoinol yang merindukan kelancaran roda pemerintahan yang baik dan pembangunan yang lancar  yang merata dan sama dengan desa-desa yang lain di wilayah Kabupaten Malra.

“Oleh karena itu, kami atas nama masyarakat Desa Ohoinol dengan rendah hati memohon kepada Bapak
Kapolres Maluku Tenggara untuk memanggil Pejabat Desa Ohoinol yaitu saudara Christianus Wemaf untuk mempertanggungjawabkan dana ini,” desak mereka.

Karena dana tersebut adalah hak masyarakat Desa Ohoinol yang diberikan oleh pemerintah untuk pembangunan desa.

“Kami masyarakat Desa Ohoinol merasa sangat dirugikan atas penyalagunaan dana ini, kami mohon di proses secara hokum,” demikian harapan masyarakat Ohoinol yang dituangkan dalam isi surat dimaksud.

Surat yang ditujukan kepada Kapolres AKBP Agus Riyanto ini ditandatangani oleh tokoh masyarakat Saferius Ufie dan Agustinus Lefubun.

Pada pemberitaan sebelumnya, terungkap sejumlah proyek seperti posyandu, talud pengaman hingga penggusuran di Desa Ohoinol kini dalam kondisi terbengkalai sejak 2015 lalu.

Masyarakat setempat menuding anggaran yang diperuntukkan bagi proyek-proyek dimaksud sebesar Rp 78 juta telah dipakai habis oknum pejabat desa setempat, Kristianus Wemas untuk kepentingan pribadinya.
Walaupun, yang bersangkutan pernah mengaku jika uang tersebut hilang saat disimpan di rumahnya.

Kepada Dhara Pos di Desa Ohoinol, Kepala Marga, Saferus Ufi mengungkapkan jika dirinya sangat menyesalkan kinerja yang ditunjukkan sang pejabat desa.

Pasalnya, menurut dia, akibat ulah yang bersangkutan menyebabkan sejumlah proyek yang dilaksanakan bagi kepentingan masyarakat desa, tidak juga bisa dimanfaatkan karena dalam kondisi terbengkalai.

Dirincikan Ufi, di tahun 2015 lalu pada tahap pertama pencairan dana desa senilai Rp 135 juta diperuntukkan bagi pembangunan posyandu, talud pengaman dan gusuran. Kemudian dilanjutkan  pencairan tahap kedua dengan nilai yang sama.

Meski sudah dicairkan namun kenyataannya hingga saat ini pengerjaan terhadap proyek-proyek dimaksud tak pernah berjalan.

“Anehnya lagi uang-uang yang sudah dicairkan tidak juga dimasukkan ke dalam rekening desa di bank malah semuanya di ambil alih yang bersangkutan. Sementara, Kepala Urusan Umum Desa Ohoinol yang di angkat sebagai bendahara sama sekali tidak dilibatkan untuk mengelolanya,” bebernya.

Bendahara desa, lanjut Ufi, malah hanya dijadikan sebagai hiasan alias pot bunga saja.

“Kenapa? Karena kenyataannya yang berkaitan dengan keuangan di desa semua di ambil alih pejabat desa.
Dan ketika masyarakat mempertanyakan keberadaan uang-uang tersebut, yang bersangkutan menjawab dana-dana tersebut disimpan di rumah,” lanjutnya.

Kondisi yang sama juga terjadi saat pencairan tahap kedua dimana tidak ada satu proyek pun yang dikerjakan. Bahkan, Ufi menguatirkan pada pencairan tahap ketiga pun terjadi hal yang sama.

Yang lebih mengherankan lagi, di 2016 jelang memasuki akhir tahun belum juga dilakukan pencairan.
Lebih lanjut, urai Ufi, Desa Ohoinol memiliki 5 anggota BSO diantaranya 3 orang dari pihak marga-marga, 1 dari kaum ibu-ibu dan satunya lagi dari pihak gereja.

Namun dalam perjalanannya, pejabat desa hanya melibatkan 5 anggota BSO untuk menghitung uang tetapi tidak pernah menginfokan dana-dana tersebut kepada masyarakat.

“Yang bersangkutan hanya mengundang 5 anggota BSO untuk ikut hitung uang desa sedangkan bendahara yang diangkat dari masyarakat hanya dijadikan seperti pot bunga,” herannya.

Terkait fakta ini, Ufi mengaku telah melapor ke kantor Kecamatan bahkan juga BPM – PD Kabupaten Maluku Tenggara untuk segera melakukan evaluasi terhadap kinerja pejabat desa Ohoinol namun kenyataannya hal tersebut tidak dilakukan instansi dimaksud.

“Karena kenyataannya, hingga saat ini yang bersangkutan masih tetap menjalankan tugasnya,” akuinya.

Ufi juga mengakui jika fakta ini telah dilaporkan ke pihak kepolisian namun hingga 6 – 7 bulan ini tidak juga ada informasi terkait perkembangan laporan tersebut ke dirinya.

Ia pun menduga pihak kepolisian hanya sekedar mengambil data korupsi di kampung ini tetapi sengaja tidak memprosesnya sesuai aturan hukum yang berlaku.

Pasalnya, sesuai dengan hasil pemberitahuan Camat serta pihak Bawasda, yang bersangkutan diberi batas waktu 3 bulan sejak Januari hingga Maret untuk menyampaikan pertanggung jawaban namun tetap tidak juga dilakukan.

Dan sesuai aturan, apabila setelah lewat 3 bulan tidak juga dilaporkan maka yang bersangkutan harus berhadapan dengan proses hukum.

“Tetapi kenyataannya sampai hari ini hingga memasuki November 2016 belum juga ada tanda-tanda penyelesaiannya. Kami tidak tahu alasannya apa dan kenapa,” kembali herannya.

(dp-20)
Share it:

Daerah

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi