News Ticker

Tolak SK dan Terima Rekomendasi PKPI, KPUD MTB Diduga Masuk Angin

Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) mencoret Surat Keputusan salah satu partai pengusung yakni Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) pimpinan Haris Sudarno dan Semuel Samson yang menjabat Sekretaris Jenderal.
Share it:
Ketua DPK PKPI Maluku Tenggara Barat, Sony Hendra Ratissa
Saumlaki, Dharapos.com
Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB) mencoret Surat Keputusan salah satu partai pengusung yakni Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI) pimpinan Haris Sudarno dan Semuel Samson yang menjabat Sekretaris Jenderal.

Tindakan KPUD tersebut dialami pendaftaran pasangan calon atas nama Dharma Oratmangun dan Markus Faraknimela pada pekan kemarin.

Tetapi pada keesokan harinya, KPUD MTB menerima pengajuan Rekomendasi PKPI versi Isran Noor dan Tangku Daeng. Keputusan KPUD ini membuat pengurus PKPI versi Haris Sudarno dan Semuel Samson geram dan angkat bicara.

Kepada wartawan, Senin (26/9), Ketua Dewan Pimpinan Kabuaten (DPK) PKPI Maluku Tenggara Barat, Sony Hendra Ratisa mengatakan pihaknya merasa bingung dengan keputusan KPUD yang menerima berkas PKPI versi lain yang diberikan kepada pasangan Fatlolon - Utuwali (FATWA).

“Yang menjadi pertanyaan adalah KPUD menerima rekomendasi pasangan calon yang diusung oleh PKPI versi lain itu dengan hanya mendasar pada rekomendasi tanggal 28 Januari 2016. Padahal didalam rekomendasi itu hanya berisi syarat-syarat sebelum dikeluarkannya Surat Keputusan,” herannya.

Syarat-syarat ini, tegas Ratissa, belum bersifat final karena harus dipenuhi dari poin satu dan seterusnya.
“Kita tidak boleh bicara soal rekomendasi, karena mekanisme internal PKPI, rekomendasi itu belum final dan hanya berisi syarat –syarat yang mestinya dilengkapi oleh pasangan calon baru kemudian ditetapkan melalui SK sebagai pasangan calon yang diusung oleh PKPI,” tegasnya.

Selain itu, Pasangan FATWA juga memiliki SK yang ditandatangani oleh Isran Noor selaku ketua dan Tengku Daeng selaku wakil Sekjen pada tanggal 16 Juli 2016 padahal kisruh ini sudah berakhir pasca dikeluarkanya surat Kemenkum HAM tanggal 29 Juli 2016 tentang pengangkatan Haris sudarno sebagai Pjs. Ketua Umum.

Ini juga sekaligus menjadi dasar untuk dilakukan Konggres Luar Biasa (KLB) hingga berujung pada penerbitan rekomendasi dan SK Baru kepada pasangan yang mengusung jargon DOA.

“Info yang kami dapat bahwa KPUD mencoret SK untuk Fatwa tersebut dan hanya menggunakan rekomendasi tanggal 28 Januari itu, padahal rekomendasi itu hanya berisi syarat yang harus dipenuhi calon dan bukan SK. Sungguh lucu, dicoret tapi berkas mereka diterima,”ungkapnya.

Terkait dengan pendaftaran pasangan DOA yang diusung oleh PKPI versi Hari Sudarno dan Sekjen Samuel Samson, ini yang akan dipertanyakan ke KPUD MTB.

“Alasan apa sehingga mereka lalu kemudian mencoret usulan kami dalam hal ini SK maupun B1 - KWK yang ditanda tangani oleh Ketua Umum dan Sekjen dan kemudian menerima SK dari pasangan lain. Sebab kalau merujuk pada Surat dari Kemenkum HAM tanggal 20 September 2016, itu kembali merujuk pada SK Hari Sudarno dan Samuel Samson,” tegasnya lagi.

Selain itu, Ratissa mengatakan ada kejanggalan lain yang dilakukan oleh KPUD yakni soal PKPU yang  semestinya berkas B1 –KWK itu harus ditanda-tangani oleh pimpinan partai ditingkat pusat dan tidak bisa diwakilkan kepada pimpinan partai tingkat provinsi atau kabupaten/kota.

Namun yang diajukan oleh pasangan FATWA dan diterima oleh KPU itu adalah B1-KWK yang ditanda-tangani oleh pimpinan DPK MTB.

“Nah ini yang kami pertanyakan, dasar hukum dari mana, UU atau PKPU pasal dan ayat berapa yang menjelaskan ada isyarat bahwa selain piminan partai tingkat pusat, pimpinan provinsi dan Kabupaten/Kota juga boleh menandatangani model B1-KWK. Yang kami tahu, rekomendasi dan SK untuk pasangan FATWA itu satu produk dengan pasangan PANTAS yang maju di Pilkada kota Ambon,” bebernya.

Dan berkas PANTAS itu dicoret oleh KPU setempat karena penjelasan KPU di media bahwa B1 – KWK dicoret karena tidak ditanda-tangani oleh pimpinan pusat partai politik.

“Nah, ini yang KPU harus jelaskan dasar hukumnya dari mana karena kami juga membaca Undang-Undang Pilkada, dimana tidak ada satu pun pasal yang menjelaskan soal rekomendasi dan yang ada itu hanya surat keputusan,” kecam Ratissa.

KPU menurut dia memang harus menolak rekomendasi dan SK yang digunakan oleh pasangan FATWA sebagaimana yang dijelsakan tadi.

“Kalau hari ini KPU menerima SK yang ditandatangai oleh Ketua dan Wakil Sekretaris tadi maka kami akan pertanyakan sesuai Undang-Undang, tetapi mereka hanya gunakan rekomendasi yang isinya hanya memuat syarat-syarat yang perlu dilengkapi. Oleh karena itu, hari ini kami akan mendatangi kantor KPUD untuk mempertanyakan langsung dan mendengar keterangan pimpinan dan komisioner KPUD” tambahnya.

Ratisa berharap dalam masa perbaikan nanti, KPU perlu melakukan verifiasi dengan mendatangi Kementrian Hukum dan HAM sehingga ada kejelasan tentang kepastian rekomendasi dan SK yang perlu digunakan oleh pasangan calon bupati dan wakil bupati sebagaimana diisyaratkan oleh UU.

Oleh karena sudah terbukti bahwa di daerah lain seperti di Papua Barat, rekomendasi yang dikeluarkan oleh Hari Sudarno dan Samuel Samson seperti yang dikeluarkan untuk pasangan DOA di MTB itu diterima oleh KPUD.

“Soal dualisme kepemimpinan di tubuh PKPI itu sampai hari ini, berdasarkan SK terakhir dari Menteri Hukum dan HAM, disitu menjelaskan bahwa kami telah mencatat di data base Parpol, perihal pergantian pengurus DPN PKPI yang semula ketua Umum Isran Noor, berubah menjadi Pjs.Hari Sudarno. SK ini belum dibatalkan sampai hari ini. sehingga kami tetap menganggap bahwa SK Pjs. Hari Sudarno dan Sekjennya Samuel Samson itu masih sah. Terkait dengan sejumlah kader yang membangkang dengan perintah DPN ini, maka sudah pasti akan dipecat,” pungkasnya.

Keberatan itu bukan hanya disampaikan oleh Pimpinan DPK PKPI MTB, namun menjadi tanda-tanya bagi masyarakat.

Damianus Batfutu,SE, salah satu politisi di Saumlaki menilai bahwa persoalan ini sudah terlanjur dilakukan oleh KPUD tanpa mencari tahu kebenarannya.

KPUD menurut dia, semestinya mengecek kebenaran kepengurusan PKPI di Kementrian Hukum dan HAM RI sebelum memutuskan untuk mencoret SK untuk pasangan DOA.

Hal yang berlebihan ini menurutnya patut diduga kuat, jangan-jangan ada oknum di KPU yang telah masuk angin.

“Dari kaca mata politik, saya lihat ini ada 2 versi. Jadi KPUD harus on the spot ke KemenkumHAM untuk mendapat kepastian, dan jangan tergesa-gesa. Karena kalau ini dipaksakan terus maka yah, ada dugaan kuat bahwa memang KPU memihak kepada salah satu kandidat,” pungkasnya.

(dp-18)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi