News Ticker

Memprihatinkan, Pulau Lakor Kekurangan Tenaga Guru dan Medis

Hingga saat ini kondisi pelayanan di Pulau Lakor, Kabupaten Maluku Barat Daya khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan masih memprihatinkan.
Share it:
Peta Pulau Lakor, Kabupaten Maluku Barat Daya
Tiakur, Dharapos.com
Hingga saat ini kondisi pelayanan di Pulau Lakor, Kabupaten Maluku Barat Daya khususnya di bidang pendidikan dan kesehatan masih memprihatinkan.

Pasalnya, tenaga guru dan medis yang menjadi motor penggerak di kedua sektor tersebut sama sekali tak memadai alias minim.

Fakta ini terungkap saat puluhan mahasiswa asal Kabupaten Maluku Barat Daya (MBD) yang sedang menempuh studi di Kota Kupang, ibukota Provinsi Nusa Tenggara Timur  beberapa waktu lalu mendatangi kantor DPRD di Tiakur dalam rangka melakukan audens bersama para legislator setempat.

Tatap muka bersama anggota Dewan setempat  guna membahas berbagai persoalan yang ditemui para mahasiswa saat melakukan kegiatan bakti sosial di pulau Lakor yang terletak di perbatasan RI - Negara Timor Leste, beberapa waktu lalu.

Kedatangan sejumlah mahasiswa  yang mengaku tergabung dalam Gerakan Mahasiswa Bumi Kalwedo (GMBK) ini langsung di terima ketua DPRD Kabupaten Maluku  Barat Daya  Sauloro EM. Petrusz dan Wakil Ketua II Evert Moses.

Dalam  pertemuan yang digelar  di ruang sidang paripurna DPRD MBD ini, ada beberapa persoalan yang di bahas  terkait dengan  temuan para mahasiswa di Pulau Lakor diantaranya minimnya tenaga pendidik atau guru, kekurangan tenaga kesehatan, kemahalan harga barang  hingga persoalan pemanfaatan asrama mahasiswa Maluku di Provinsi NTT.

Dalam paparannya, Ketua Koordinator Lapangan GMBK, Elvis Jakob Wonata mengatakan berdasarkan pengamatan para mahasiswa di Pulau Lakor beberapa waktu lalu di temukan ada beberapa sekolah yang sangat kekurangan tenaga guru.

Selain masalah tenaga pendidik, kondisi yang sama juga terjadi pada Puskesmas di Pulau Lakor yang sangat minim tenaga medisnya.

“Hal ini sangat berpengaruh terhadap kebutuhan pelayanan pendidikan dan kesehatan kepada masyarakat di pulau tersebut,” ungkapnya.

Diakui Wonata,  pendidikan merupakan satu-satunya sektor utama untuk mencerdaskan kehidupan bangsa namun realitasnya di Pulau Lakor sekarang ini sangat memprihatinkan.

Saat berada di wilayah yang berdekatan dengan Pulau Moa sebagai pusat ibukota Kabupaten berjuluk Kalwedo ini, pihaknya mendapati bangunan sekolah yang berdiri megah dan tampilan gedung yang sangat bagus namun sayangnya nyaris tak ada tenaga pendidiknya.

“Bagaimana daerah ini mau maju kalau anak-anak didik tidak menerima pendidikan dengan baik,” sesalnya.

Olehnya itu, Wonata mendesak DPRD MBD sebagai wakil rakyat kiranya dapat memperhatikan hal tersebut.

Dia juga mencontohkan salah satu sekolah di Desa Letoda, Kecamatan Pulau Lakor dimana fasilitas dan mobiler sekolah sudah sangat bagus dan memadai  namun yang menjadi persoalan adalah sangat minim tenaga guru.

“Sesuai pengamatan kami (mahasiswa, red), di sekolah tersebut hanya ada dua tenaga guru yang aktif padahal ketika dicek oleh kami, ternyata ada banyak guru yang bertugas di sekolah itu,” sambungnya.

Ironisnya, beber Wonata,  guru-guru tersebut mengajar hanya satu Minggu dalam satu bulan.

“Dan yang fatalnya lagi, akibat kemalasan dari guru-guru itu menjadi penyebab banyaknya siswa yang SDM-nya bagus namun karena tidak tahan dengan kondisi tersebut akhirnya memilih putus sekolah,” sesalnya.

Begitu pula masalah yang sama juga terjadi pada sektor kesehatan dimana gedung Puskesmasnya ada tetapi tidak ada tenaga medisnya.

Menanggapi persoalan-persoalan yang disampaikan oleh para mahasiswa itu, Ketua DPRD MBD Sauloro EM. Petrusz menjelaskan sebagai ketua DPRD dirinya sangat mengapresiasi kehadiran para mahasiswa dengan sejumlah masukan terkait persoalan sosial di negeri berjuluk “Kalwedo” ini.

Menurutnya, mengenai persoalan pendidikan, kalau mau dihitung rasio guru dan siswa sangat berbeda dengan daerah lain.  Sebab ada  desa yang jumlah siswanya hanya sedikit tetapi Pemerintah daerah terpaksa harus membuka sekolah karena persoalan rentang  kendali.

“Nah... kalau kita membuka banyak sekolah berarti konsekuensinya adalah tenaga guru. Dan persoalan ini sama halnya dengan sektor kesehatan,” urai Petrusz.

Sementara terkait dengan perekrutan tenaga CPNS baik itu tenaga guru maupun kesehatan merupakan kewenangan dari Pemerintah Pusat dan bukan Pemda.

“Jadi kalau kuota CPNS untuk MBD sebanyak 500 orang maka pastinya terbagi untuk semua formasi baik itu tenaga medis, guru, teknis dan tenaga administrasi lainnya,” lanjut Petrusz.

Oleh karena itu, mau tidak mau, daerah harus bijaki dengan cara merekrut tenaga honor kontrak daerah.

Ia juga menambahkan, saat ini Pemda masih fokus dengan persoalan infrastruktur dasar seperti listrik, air bersih dan jalan. Dan hal ini pun belum terpenuhi sehingga turut berpengaruh terhadap pelayanan kepada masyarakat.

“Jadi, kita lagi menggenjot infrastruktur dasar dulu dan yang pasti Pemerintah daerah dan DPRD tidak tidur,” cetusnya.

Lebih jauh, Petruzs menjelaskan, ke depan ini ada 300 tenaga guru dan 60 tenaga medis serta sejumlah tenaga administrasi yang akan ditempatkan di sejumlah desa yang direkrut dari hasil tes kontrak beberapa bulan lalu.

“Dan hal ini pun harus disesuaikan dengan kemampuan keuangan daerah. Apalagi PAD kita hanya 12 miliar rupiah maka praktis kita bergantung pada dana transfer dari pusat seperti DAU dan DAK. Dan Ini selalu diperjuangkan oleh Pemda,” ungkapnya.

Petrusz kembali menambahkan, saat penerimaan CPNS juga banyak tenaga guru dan medis yang tidak terakomodir karena keterbatasan kuota yang diberikan oleh Pempus kepada Pemda MBD. Sementara, kuota yang diberikan itu pun dibagi habis berdasarkan jurusan dan mata pelajaran.

Namun di lain sisi, ia juga menyindir soal perilaku guru-guru pribumi yang pulang dan pergi keluar daerah tempat tugas mereka dengan sesuka hatinya.

“Itulah rendah mutu dan perilaku yang tidak baik dari para guru pribumi begitulah tenaga kesehatan yang menimbulkan kekurangan tenaga pendidik dan medis dimana-mana. Di sinilah akar persoalannya,” bebernya.

Pada kesempatan tersebut, Petrusz juga mengapresiasi kehadiran para guru yang dikontrak dari Kementerian Pendidikan RI yang setia dalam menjalankan tugas mereka di daerah-daerah terpencil.

“Sementara kita di MBD ini, ada guru atau tenaga kesehatan yang punya kedekatan dengan pejabat atau orang BKD lalu minta nota dinas sambil membawa kambing satu ekor kepada pejabat yang bersangkutan kemudian besoknya, nota dinas keluar, sudah pindah tempat tugas dan ini realita,” ujarnya sambil tersenyum.

Bahkan menurutnya, masih ada daerah-daerah di Kabupaten MBD yang lebih para dari Pulau Lakor seperti 4 kecamatan di Pulau Wetar.

Petruzs juga berjanji kepada para mahasiswa bahwa hasil audens ini akan ditindaklanjuti ke komisi-komisi teknis untuk dibahas  bersama mitra yaitu SKPD – SKPD.

(dp-17)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi