News Ticker

Astaga, Pemekaran Kabupaten Kei Besar Terancam Gagal

Keinginan masyarakat Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara untuk memekarkan diri sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) terancam gagal.
Share it:
Bupati Andre Rentanubun dan nasib
DOB Kei Besar 
Langgur, Dharapos.com
Keinginan masyarakat Kei Besar, Kabupaten Maluku Tenggara untuk memekarkan diri sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) terancam gagal.

Dan aktor dibalik terancam gagalnya proses tersebut adalah pihak Pemerintah Daerah Kabupaten  Malra dalam hal ini Bupati Ir. Andreas Renatubun.

Parahnya lagi, turut mendukung pula, tim Pansus Pemekaran Kei Besar bentukan DPRD Malra yang diketuai Thomas Renyaan.

Kepada Dhara Pos, Ketua LSM Tunkor Drs. Nardy Refra mengungkapkan aksi pembohongan publik yang dilakukan oleh Bupati terhadap masyarakat Malra khususnya di wilayah Kei Besar.

“Pernyataan Bupati yang mendukung pemekaran Kei Besar itu ternyata hanya aksi pembohongan yang tidak bisa ditolelir. Ini terbukti dengan perencanaan yang cukup sistematis tentang pembohongan publik yang di lakukan oleh Pemerintah Daerah Maluku Tenggara dan termasuk juga diskenariokan lewat DPRD Maluku Tenggara,” ungkapnya melalui telepon selulernya.

Diakuinya, pihaknya mendapat informasi yang akurat itu berupa pesan pendek (SMS) dari salah satu bagian di Kementerian Dalam Negeri RI khususnya yang membidangi tentang pemekaran.

“Kami mendapatkan sms setelah sebelumnya ingin menanyakan tentang kelengkapan administrasi pemekaran Kei Besar yang telah dimasukan oleh pihak Pemerintah daerah. Dan dari hasil jawaban dan sms itu bahwa sebagian besar data-data yang harus di penuhi oleh Pemerintah daerah dalam kaitannya dengan pengusulan pemekaran Kei Besar itu ternyata tidak ada,” bebernya.

SMS jawaban dimaksud, jelas Refra, berasal dari Samuel Aronggaer yang berada pada Kasie Wilayah II, pada Bagian Penataan Wilayah DPOD Kemendagri RI tepat tanggal 2 November 2015, pukul 13:59 WIT.

“Itu berarti bahwa Pemerintah daerah telah sengaja membiarkan sehingga Kei Besar yang mau dimekarkan ini tidak bisa dimekarkan karena belum dipenuhinya persyaratan-persyaratan yang ditanyakan tadi,” jelasnya.

Yang berikut, lanjut Refra, bahwa indikasi kuat Bupati menolak  Pemekaran Kei Besar itu mulai terlihat sejak tim pemekaran yang beritikad baik telah menyampaikan proposal  perjuangan pemekaran Kei Besar ke Bupati Malra  pada 29 September lalu terkait dengan perjuangan tim untuk kembali ke Jakarta mengawal proses di Komisi II DPR RI.

Karena sebelumnya, pada Mei - Juni lalu pihaknya telah bertemu dengan Komisi II dan menyepakati
bersama terkait proses perjuangan pemekaran Kei Besar. Yang ketika itu tim langsung berkoordinasi dengan Wakil Ketua Pokja Komisi II DPR RI, Komarudin Watubun, SH, MH yang berasal dari PDI Perjuangan bahwa direncanakan tim akan kembali ke Jakarta pada Oktober atau November sehingga pihakanya telah memasukan proposal ke Bupati tetapi ternyata tak juga ditanggapi.

“Kemudian kami telah berupaya untuk  sms dan menelpon beliau tapi tidak ada jawaban atau  tanggapan dari yang bersangkutan. Kemudian kami pernah ke kantor Bupati beberapa hari lalu, dan menunggu diruang tunggu Bupati dari pagi hingga jam pukul 16.00 WIT. Tapi ternyata yang bersangkutan tidak juga mau ditemui, padahal ada di dalam ruangannya,” kembali bebernya.

Yang terakhir, tim pemekaran Kei Besar berinisiatif menyurati Bupati untuk meminta audiens pada 6 November lalu, dengan maksud menanyakan disposisi dari proposal tersebut dan terhadap itu pun, Bupati tak punya niat baik untuk menerima tim tetapi kembali untuk kesekian kalinya tidak menjawab.

“Karena Bupati tetap menolak sedangkan ini merupakan hak dari masyarakat Kei Besar yang harus diberikan oleh pihak Pemerintah daerah dalam hal ini Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara sehingga kami telah mengambil keputusan untuk melakukan aksi demo damai demi menuntut hal ini,” cetusnya.

Untuk diketahui, pihaknya telah memasukkan surat permohonan izin demo damai di kantor Bupati, DPRD dan kantor Kejaksaan Negeri Tual ke Polres Malra untuk rencana demo pada tanggal 16 – 20 November 2015.

Kembali ke soal pemekaran, bahwa ternyata bukan hanya Bupati saja, tetapi pembohongan publik juga dilakukan DPRD Malra yang terbukti secara nyata menolak pemekaran Kei Besar. Bahkan skenario tersebut nyata-nyata dilakukan dalam sebuah forum resmi oleh Wakil Ketua DPRD Malra UT. Safsafubun bersama dengan Ketua Pansus Pemekaran Kei Besar, Thomas Renyaan, SH, MH.

Ketika itu, pada Maret lalu, ketika kembali dari Ambon,  keduanya telah mengekpos di RRI Tual bahwa pihak DPRD dalam hal ini Pansus Pemekaran Kei Besar telah mendaftar di Kemendagri RI kemudian ke DPR dan DPD – RI sehingga tinggal menunggu satu atau dua bulan Staf Ahli dari Kemendagri akan datang memverifikasi data yang ada.

Namun, ternyata semua itu hanya kebohongan semata, karena sampai hari ini tidak pernah ada Staf Ahli dari Kemendagri atau DPOD yang datang ke Kei Besar untuk memverifikasi data-data yang masuk.

“Nah ini jelas skenario yang di buat Pemerintah daerah juga DPRD, sehingga pembohongan yang dilakukan DPRD ini cukup menjadi bukti bahwa kedua institusi ini saling mendukung untuk membohongi  masyarakat,” cetus Refra.

Ditegaskan, pihaknya bisa mengetahui skenario pembohongan publik ini karena memiliki akses dengan pihak Kemendagri RI dalam hal ini nomor HP dari sejumlah pejabat yang berwenang disana sehingga mudah mengetahui kondisi yang sebenarnya.

“Jadi perlu saya tegaskan disini, DPRD itu sudah sangat  berbohong karena tidak ada perencanaan itu di Kemendagri. Dan kami punya hasil wawancara tersebut karena ada teman kami di RRI Tual terkait pernyataan saudara Thomas Renyaan yang berulang kali mengekspos tentang  sudah mendaftar dan segala macamnya,” tegas Refra.

Tambahnya, aksi pembohongan publik oleh Bupati maupun DPRD Malra telah dibangun secara sistematis
oleh kedua institusi tersebut sehingga sudah waktunya untuk dibongkar.

“Menurut saya mereka bulan wakil rakyat,  tapi mereka adalah wakil dari pemerintah yang lalu ini yang sudah tau bahwa  akan berakhir pemerintahan ini  dengan cara yang tidak… suatu saat ketika rakyat menyatakan melakukan tindakan perlawanan  terhadap pemerintah daerah bersama DPRD Maluku Tenggara . menurut Nardy

Sementara itu, ditempat terpisah, salah satu aktivis muda Malra yang diminta tanggapanya terkait fakta pembohongan publik tersebut, mengaku jika ada dasar penyebab kenapa Bupati menolak memekarkan Kei Besar.

Jika daerahnya di mekarkan maka Pemda, dalam hal ini Bupati Rentanubun, tidak akan lagi mendapat keuntungan finansial dari proyek-proyek  fiktif yang berada di Kei Besar yang secara khusus direkayasa untuk memperkaya diri sendiri.

“Asal bapak tahu saja (kru Dhara Pos-red), semua proyek baik fisik maupun non fisik di Maluku Tenggara ini dikendalikan oleh kroni-kroni Bupati baik itu saat masih ada ayahnya, iparnya, kakaknya maupun adiknya  yang menangani semua itu sehingga jika Kei Besar dimekarkan maka bisa dipastikan mereka bakal kehilangan omzet terbesarnya. Itu sebenarnya alasan utamanya,” bebernya.

Dan, guna mengamankan itu, Bupati kemudian bekerjasama dengan DPRD Malra dalam hal ini dengan Ketua Pansus Pemekaran Kei Besar Thomas Renyaan dengan membuat skenario yang menolak pemekaran Kei Besar.

“Kenapa saya katakan bahwa ini skenario? Karena sejak awal pembentukan Pansus Pemekaran Kei Besar, saudara Thomas Renyaan ini sendiri jelas-jelas menolak Kei Besar dimekarkan tapi kok tiba-tiba  Pansus sudah terbentuk  dan yang bersangkutan jadi ketuanya. Ini kan sangat lucu. Makanya patut dipertanyakan ada apa dibalik skenario ini,” kecam sumber.

Dia mensinyalir Bupati dan DPRD Malra sengaja menghambat pemekaran Kei Besar hingga berakhir masa Pemerintahan pada 2017 mendatang.

“Bisa jadi Kei Besar dimekarkan pada tahun 2020 mendatang,” sambung sumber.

Olehnya itu, dia mendesak seluruh tim perjuangan Pemekaran beserta warga masyarakat Maluku Tenggara khususnya masyarakat Kei Besar untuk bahu-membahu dan bekerja sama serta terus berjuang hingga terealisasinya Kabupaten Kei Besar sesuai harapan bersama.

(dp-16/20)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi