News Ticker

Pembangunan Smelter Harus Perhatikan Hak Masyarakat Adat

Anggota DPR Papua Dapil Mimika Mathea Mamoyao mengatakan, rencana pembangunan Pabrik pengolahan dan pemurnian (Smelter) di Timika harus memperhatikan hak masyarakat adat.
Share it:
Mathea Mamoyao
Papua, Dharapos.com
Anggota DPR Papua Dapil Mimika Mathea Mamoyao mengatakan, rencana pembangunan Pabrik pengolahan dan pemurnian (Smelter) di Timika harus memperhatikan hak masyarakat adat.

Menurutnya,  pemerintah harus terus-menerus melakukan sosialisasi bagi masyarakat tentang pembangunan smelter serta hak-hak mereka terkait  pembangunan ini.

"Harus terus sosialisasi. Jangan sampai mereka menjadi kehilangan hak sehingga masyarakat Kamoro harus ditempatkan pada posisi yang strategis dan bukan menjadi pembantu. Karena mereka punya lahan dan memiliki anak cucu," kata Mathea, di ruang kerjanya, Senin (29/6).

Menurutnya lagi, pemerintah jangan melakukan MoU di atas terlebih dahulu sementara belum ada kesepakatan terkait kondisi masyarakat adat kedepan.

"Ini harus dibicarakan secara baik dan dituangkan dalam kesepakatan sehinga mereka bisa menjaga aset ini sebagai aset mereka. Sebagai anggota DPR, asli Kamoro saya berharap ini dilihat secara baik," ujar Mathea.

Disinggung mengenai adanya, kabar tentang  pemindahan lokasi pembangunan Smelter dari Pomako, dirinya hanya mengetahui Pemerintah lewat Dinas Pertambangan dan Pertanahan tengah melakukan sosialisasi. Tentang pembangunan Smelter serta PLTU.

"Memang Pemerintah Daerah  lewat Dinas Pertambangan dan Pertanahan tengah melakukan sosialisasi tentang Smelter dan PLTU yang ada di Pigapo," ujarnya.

Ditambahkan, memang orang yang dibawa ke China telah mengetahui tentang smelter tapi kebanyakan masyarakat di sana belum mengetahui karena kurang sosialisasi yang dilakukan Pemerintah.

Sementara di tempat terpisah, Kepala Dinas Pertambangan Provinsi Papua, Bangun Manurung ketika ditanya mengenai adanya rencana pemindahan lokasi pembangunan  Smelter  mengatakan,  ada kebijakan dari Bupati dialihkan dari Pomako namun pihaknya tetap berpegang pada hal-hal teknis.

"Kalaupun kita mau pindahkan namun tidak memenuhi syarat teknis. Dan mengakibatkan proses yang lebih panjang masalah status hutan dan sebagainya kan akhirnya memperlambat,"ujarnya.

Dikatakannya,  hingga kini belum ada keputusan yang pasti karena adanya masyarakat yang menolak.

"Belum ada keputusan yang pasti karena kami juga dengar  katanya masyarakat menolak. Lemasko menolak. Kami juga tidak tau ada apa dibalik ini," ujarnya.

Tim Terpadu Tidak Jalan, Miras Masih Merajalela Di Timika

Sementara itu, meski Pemerintah Kabupaten Mimika telah mengeluarkan Perda Pelarangan Miras namun tindak lanjut dari Perda tersebut dinilai belum maksimal.

Hal in disampaikan Anggota DPR Papua Dapil Mimika Mathea Mamoyao saat melakukan reses beberapa waktu lalu.

Menurut Mathea, Untuk Timika sendiri sudah membentuk  Tim Terpadu Pengawasan Peredaran Miras yang terdiri dari, Pengadilan, Kejaksaan, Kepolisian  untuk mengawasi peredaran miras bahkan didukung dengan dana menurut data yang diterima sebesar 1 Milyar yang diambil dari APBD namun kerja dari tim terpadu ini belum terlihat.

"Untuk Timika telah dibentuk tim terpadu, namun sejauh ini saya lihat sendiri tim ini tidak jalan dan banyak keluhan-keluhan dari masyarakat. Saya melakukan pertemuan di beberapa tempat dan yang pertama dibicarakan adalah tentang miras," kata Mathea.

Menurutnya, Perda yang dikeluarkan oleh Pemerintah ini hanya dikonsumsi oleh Pemerintah tanpa ada sosialisasi yang baik kepada masyarakat sehingga efek atau hasil dari penegakan perda bisa terwujud.

"Perda sepertinya di komsumsi oleh pemerintah saja. Mereka tidak menyosialisasikan perda tersebut kepada masyarakat kecil," ujar Mathea

Ironisnya, lanjut Mathea, Pemerintah hanya menghimbau lewat media agar masyarakat sendiri yang membaca perda tersebut sementara seharusnya Pemerintahlah yang harus proaktif melakukan sosialisasi tentang Perda itu.

"Mereka dengan tuturan kata lewat media di Timika hanya mengatakan silahkan baca Perda, bagi saya ini proses pembodohan," sesalnya.

Dikatakannya lagi, adanya konflik, kriminalitas yang sampai mengakibatkan korban jiwa sebagian besar pemicunya adalah miras.

Dirinya sendiri masuk dalam Panja Miras yang dibentuk DPR Papua untk menghentikan peredaran miras di Papua.

"Kami juga terus berusaha agar bagaimana peredaran miras ini di hentikan. Kita akan terus bicara sehingga peraturan ini diatur secara baik mengingat dampak miras ini cukup besar,"terangnya.

Mathea juga menyayangkan sejumlah pejabat Daerah yang tidak berada di tempat sehingga sulit untuk melakukan koordinasi tentang kebijakan-kebijakan daerah yang tengah dilaksanakan termasuk miras dengan menggunakan dana APBD.

"Ini kan  lucu, menggunakan APBD sementara DPRD tidak ada karena belum di lantik. Saya mau bertemu dengan Bupati atau Wakil Bupati namun tidak ada di tempat,"ucapnya.

Parahnya, pembangunan di Kabupaten Mimika tidak nampak bahkan  kepala-kepala  SKPD tidak ada di tempat. Sekda, apalagi Bupati sehingga terjadi kekosongan pejabat.

"Dari pantauan saya, tidak ada pembangunan yang terjadi di sana. Itu sangat menyedihkan sementara dana yang cukup besar ada di sana," terangnya.

(dp-30)
Share it:

PAPUA

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi