News Ticker

Direksi Bank Papua Bantah Soal Kredit Macet Sebesar 2 T

Direktur Umum dan Operasional Bank Papua, Sharly Andreas Parrangan mengakui ada kredit macet yang membelit Bank Daerah milik orang Papua dengan saham terbesar ada pada Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat serta 40an Kabupaten/Kota.
Share it:
Pjs Dirut Bank Papua didampingi Kepala
Divisi Sekretaris Perusahaan Bank Papua
 La Jimu saat konferensi pers di Lt 4
kantor Cabang Utama Bank Papua,
Jayapura, Rabu sore (8/7).
Papua, Dharapos.com
Direktur Umum dan Operasional Bank Papua, Sharly Andreas Parrangan mengakui ada kredit macet yang membelit Bank Daerah milik orang Papua dengan saham terbesar ada pada Pemerintah Provinsi Papua dan Papua Barat serta 40an Kabupaten/Kota.

“Iya, kredit macet memang ada tapi tidak senilai 2 triliun rupiah dan kita akan selesaikan sampai akhir tahun 2015 nanti. Kalau kita bisa tagih lagi dari orangnya maka otomatis Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPM) sehingga rugi laba bisa diatasi,” ungkapnya selaku Pjs Dirut Bank Papua yang didampingi Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan Bank Papua La Jimu saat konferensi pers di lantai 4 kantor cabang utama Bank Papua, Jayapura, Rabu sore (8/7).

Dikatakan Sharly, kredit macet atau penurunan kualitas kredit bisnis jasa perbankan karena pembayaran angsuran kurang lancar dan yang paling parah lagi kalau kredit itu macet dengan konsekuensinya harus diselesaikan oleh Bank Papua.

“Ada beberapa dari jumlah kredit yang  sangat besar pengaruhnya akan kita dahulukan. Ini akan kita lakukan secara  bertahap. Kalau tidak  bisa mengangsur maka bangunannya yang akan kita jual,” tegasnya.

Selain itu, lanjut Sharly,  Bank Papua juga akan dilakukan monitoring harian pergerakan NPL (Non Performing Loan atau Kredit berkualitas rendah) dan pemetaan NPL seluruh kantor cabang.

“Kami akan fokus pada target penyelesaian action plan setiap bulan sampai dengan November 2015 dan juga evaluasi kerja tim dan disampaikan dalam bentuk laporan ke Otoritas Jasa Keuangan dan tembusan ke Direksi dan Komisaris,” ujarnya.

Namun, diakuinya, dari 20 Bank yang ada di Papua hampir 40 persen kreditur di kuasai oleh Bank Papua, dalam artian bank daerah ini sudah banyak mendominasi share dibandingkan bank yang lain.

Terkait kredit macet pembangunan ruas jalan tol di Surabaya yang dikatakan terjerat kredit macet dari Bank Papua sebesar 2 triliun rupiah, Sharly berdalih bahwa sebenarnya tidak ada masalah dalam pembangunannya karena ada beberapa skin atau sektor yang difasilitasi seperti kontraktor, jalan tol, investasi dan juga tenaga kerja.

“Berbicara mengenai pembangunan jalan tol ini, Bank Papua tidaklah sendiri akan tetapi juga menggandeng Bank yang lain di luar Bank Papua,” ungkapnya.

Pejabat sementara Dirut Bank Papua ini membantah ada dugaan kredit macet senilai 2 triliun rupiah di Bank Daerah yang rencana menuju Bank devisa.

“Iya, memang total kreditnya 2 triliun rupiah tetapi belum tentu semuanya macet dan besarannya tidak sampai segitu,” terangnya.

Bagaimana hubungan harmonis antara Bank Papua antara Pemerintah Papua dan Papua Barat, Sharly menjelaskan,  keadaan Bank Papua sampai saat ini masih berjalan normal dan beroperasi sebagaimana mestinya.

“Dalam dunia bisnis perbankan kualitas kredit yang menurun itu hal yang wajar,” bebernya.

Deviden Bank Papua Terhadap PAD 2014 Turun 50 Persen

Sementara itu, di kesempatan yang sama, turut dijelaskan bahwa Bank Papua sebagai perseroan terbatas yang bergerak di Bisnis Perbankan dalam tahun 2014 telah menjalankan fungsi intermediasi sebagaimana yang diatur dalam Good Corporate Govermance.

Dimana sampai akhir tahun buku 2014 telah menghasilkan laba namun tidak tercapai target yang ditentukan pada awal tahun 2014.

Sharly mengakui, deviden Bank Papua tahun 2013 mencapai 300 miliar rupiah sementara tahun 2014 hanya mencapai 150 miliar rupiah atau turun 50 persen.

Konfrensi pers yang di gelar di lt 4 kantor Cabang
Utama Bank Papua, Kota Jayapura
“Jadi, Bank Papua telah memenuhi kewajibannya kepada pemegang saham dalam hal ini Pemerintah Provinsi, Kabupaten/Kota se-Papua dan Papua Barat yang turut berkontribusi dalam Pendapatan Asli Daerah (PAD) Provinsi Papua tiap tahunnya,” ungkapnya di kantor cabang utama Bank Jayapura, Rabu (8/7).

Penurunan deviden ini, lanjut dia, salah satunya disebabkan oleh penurunan kualitas kredit atau sering disebut kredit macet.

“Kami juga telah membentuk tim penyelamatan kredit bermasalah untuk mengatasi kredit macet ini,” lanjut Sharly.

Diakuinya, tim penyelamatan kredit bermasalah telah bekerja sesuai tupoksi selama kurang lebih sudah satu bulan, namun belum bisa mengatasi permasalahan yang melilit Bank Daerah milik masyarakat Papua ini.

“Kami berharap ke depannya permasalahan ini dapat diselesaikan sehingga Bank Papua dapat berkontribusi lebih besar pada PAD,” harapnya.

Sebelumnya, Gubernur Papua Lukas Enembe mengagendakan investigasi kredit macet yang dialami Bank Papua dimana hal ini disebabkan juga isu ketiadaan deviden bank daerah ini.

Selain deviden, Bank Papua juga mengklarifikasi terkait statment anggota DPRP Fanksi Hanura, Yan Mandenas  yang merupakan representatif masyarakat  Papua mengatakan bahwa Bank Papua mempunyai tunggakan pajak sebesar 200 miliar rupiah.

“Kami sudah melakukan kroscek ke bawah dan juga pada pihak perpajakan ternyata hal itu tidak benar,kami punya pajak dibayarkan secara langsung,” jelas Sharly.

Lebih lanjut, terang dia, pihaknya sudah melakukan kroscek ke kantor pajak namun orang pajak tanyakan kembali kepada kami info tersebut datang dari mana.

“Kami juga sudah meminta konfirmasi tertulis terkait pajak tersebut akan tetapi pihak pajak sulit memberikan apabila tidak didasari oleh informasi yang jelas dan pasti,” katanya.

(Piet)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi