News Ticker

Terkait Kasus Dana DAK MTB 2010, Sura Ajukan Bukti Baru

Pasca putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Ambon beberapa waktu lalu terkait kasus raibnya lebih dari Rp. 4,2 Milyar Dana Alokasi Khusus (DAK) pengadaan buku di Kabupaten Maluku Tenggara Barat tahun anggaran 2010 rupanya menyisahkan tanda-tanya dan perlu dicari aktor utama yang di duga kuat sebagai designer dan decision maker.
Share it:
Eduardus Futwembun, SH
Saumlaki, Dharapos.com
Pasca putusan Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi (PN Tipikor) Ambon beberapa waktu lalu terkait kasus raibnya lebih dari Rp. 4,2 Milyar Dana Alokasi Khusus (DAK) pengadaan buku di Kabupaten Maluku Tenggara Barat tahun anggaran 2010, dengan terdakwa masing-masing mantan Kadis Keuangan MTB, Dina Biri, Kadis Dikpora MTB, Frans X Sura, Direktur CV Haluan Mandiri, Fredy Sandana, dan dua PPTK masing Masing PPTK bidang SD dan PPTK bidang SMP, rupanya menyisahkan tanda-tanya dan perlu dicari aktor utama yang di duga kuat sebagai designer dan decision maker.

Bagai cerita bersambung, kasus ini akhirnya berlanjut dengan serial laporan Frans Sura ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan Agung di Jakarta beberapa waktu lalu.

Kuasa Hukum Sura, Eduardus Futwembun, SH kepada wartawan di Saumlaki, Senin (23/2) mengatakan mendasari sejumlah alat bukti yang dimiliki kliennya, maka pihaknya telah mendatangi KPK dan Kejagung guna melaporkan kasus tersebut.

Futwembun yang juga ketua LBH BIFI MTB ini mengakui jika laporan yang diajukan tersebut sebagai bentuk ketidakpuasan kliennya atas penanganan kasus korupsi tersebut yang tidak mengikutsertakan sejumlah aktor sebagaimana yang telah dibeberkan selama di persidangan.

“Kita sudah laporkan kepada KPK dan Kejagung khususnya Timsatgas Kejagung tanggal 18 Januari 2015 untuk menelusuri dan menyelidiki keterlibatan sejumlah oknum dalam penggunaan dana Rp. 7,2 Milyar itu,” ungkapnya.

Sejumlah novum baru yang diajukan, lanjut Futwembun, sudah pasti bakal menyeret beberapa nama pejabat teras MTB yang diduga kuat turut menerima angpau alias jatah preman dari Sandana.

Sesuai koordinasi pihaknya dengan Kejaksaan, saat ini telah ada Surat Perintah Penyelidikan (Sprindik) dari Kejagung kepada Kejaksaan Tinggi Maluku da Kejaksaan Negeri Saumlaki sehingga penyelidikan tahap 2 bakal dilakukan dalam waktu dekat. 

Beberapa target saksi kunci yang harus membeberkan fakta transaksi yang hingga kini belum dilidik oleh Kejaksaan menurut Futwembun adalah Edy Sandana dan mantan kepala Bank Pembangunan Daerah Maluku (BPDM) cabang Saumlaki, de Fretes yang mengetahui secara pasti transaksi keuangan bagi beberapa pejabat yang telah dibeberkan Sura pada saat persidangan.

“Frans Sura sendiri sudah mengakui bahwa dia mendapat Rp. 450.000.000 dimana total dana itu ditransfer dua kali yakni Rp. 300.000.000 pertama ditransfer ke rekening isterinya dan Rp.150.000.000 sisanya ditransfer ke rekening saudaranya di Flores. Jadi, kita lihat uang sisa dari pembelian buku itu semuanya berjumlah Rp. 4,2 milyar karena mereka hanya pakai sekitar Rp. 2 Milyar lebih sehingga indikasinya adalah tugas penyidik yang harus mencari,” tambahnya.

Untuk, diketahui dugaan korupsi DAK Pendidikan MTB ini sudah lama bergulir semenjak 2012 lalu.
Proyek DAK Kabupaten MTB Tahun 2010 senilai Rp 7,2 Milyar ini bersumber dari APBN, yang diperuntukkan bagi 18 Sekolah Dasar dan 18 SMP di Kabupaten MTB.  Proyek yang terbagi dalam tiga paket ini ditangani oleh CV. Haluan Mandiri dengan direkturnya, Freddy Sandana.

Saat tim penyidik Kejati Maluku melakukan penyelidikan, terungkap bahwa, pengadaan buku yang seharusnya diperuntukkan kepada masing-masing sekolah sebanyak 4000 buku di luar buku pelajaran, ternyata tidak mencukupi jumlah itu.

Begitu pula dengan alat peraga, 4000 buku yang harusnya diterima masing-masing sekolah penerima, berupa buku pemberdayaan perpustakaan ditambah dengan buku-buku masing-masing mata pelajaran namun ternyata tidak mencukupi.

Ada fakta menarik ketika tim penyidik melakukan pemeriksaan terhadap empat sekolah di Kota Saumlaki masing-masing SD Naskat Ilngei, SD Don Bosco, SMP Negeri 5 dan SMPNegeri 9 ditemukan penyaluran barang tidak berdasarkan berita acara yang ditandatangani oleh pihak sekolah.

Berita acara serah terima barang pun tidak dilakukan saat barang diserahkan melainkan pihak Dinas Pendidikan MTB menyuruh Kepala SD dan SMP melakukan penandatanganan di kantor dinas.

Saat penandatanganan itu, pihak dinas hanya mengatakan barang-barang akan diantar kemudian, sehingga pihak sekolah hanya menunggu saja.

Seperti dalam pledoinya pada persidangan, Sura banyak berceritera soal keterlibatan Bupati MTB Drs. Bitsael S. Temmar yang mengambil peran sebagai aktor utama dari penentuan pelaksanaan proyek hingga pencairan.

Hal ini dimulai dari sekitar akhir Agustus 2010 dimana saat itu direktur CV.Haluan Mandiri Fredy Sandana menemui dirinya di kantor dikpora MTB dan mengaku bahwa tiga paket proyek dana Alokasi Khusus seperti pengadaan buku perpustakaan SD dan SMP serta pengadaan alat peraga SMP tersebut telah disetujui Bupati Temmar untuk nantinya dikerjakan oleh CV.Haluan Mandiri.

Setelah menemui Bupati Temmar di Ambon, Sandana dan Bupati Temmar akhirnya menelpon Kadis Sura yang saat itu sedang mengikuti Rakor Kemendiknas di Makassar.

Pembicaraan segitiga antara Bupati Temmar, Sandana dan Sura diakuinya bahwa terjadi pada saat
Bupati Temmar dan Sandana sedang dalam perjalanan ke Masohi dengan menggunakan kapal cepat dalam rangka konsolidasi PDI Perjuangan dan inti pembicaraan tersebut: bupati mengarahkan untuk pekerjaan itu harus dikerjakan oleh Sandana.

Sebagai bawahan, Sura mengaku akhirnya melaksanakan perintah pimpinannya itu meskipun belakangan baru diketahui jika penentuan paket proyek itu hanya untuk memuluskan rencana politik Temmar yang saat itu tengah mempersiapkan diri untuk kembali maju dalam bursa perebutan kursi MTB 1 periode 2012-2017 dengan menggunakan partai-partai yang tergabung dalam koalisi Galaxi, sementara Fredy Sandana yang adalah Ketua PAC PDIP Tansel saat itu juga bertindak sebagai Tim khusus dan penyandang dana untuk membiayai proses pencalonan Temmar.

Ada pula pengakuan Fredy Sandana kepada Frans Sura jika dirinya (baca: Sandana) telah memberikan dana Rp. 1 Milyar kepada Bupati Temmar.

Keterangan ini ternyata juga telah dia sampaikan pada saat pemeriksaan awal oleh Luky Kubela, Jaksa penyidik  dan telah dituangkan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) namun ternyata BAP tersebut bocor hingga ke tangan bupati Temmar.

Atas bocornya BAP ini kemudian Sura dipanggil oleh Piet Rangkoratat, Kepala Inspektorat MTB dan karena adanya tekanan dan ketakutan, Sura pun kembali mencabut pernyataannya seperti yang tertuang dalam BAP itu.

(mon)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi