News Ticker

Dinilai Cederai Adat Budaya Kei, Dewan Adat Ancam Pemda Malra

Rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara mendaftarkan 190 nama Ohoi (desa) Adat untuk diusulkan ke Menteri Dalam Negeri RI guna dijadikan desa Pemerintah ditentang keras Dewan Adat Ursiu Rat Lor Lim Kepulauan Kei.
Share it:
Langgur, Dharapos.com
Rencana Pemerintah Daerah Kabupaten Maluku Tenggara mendaftarkan 190 nama Ohoi (desa) Adat untuk diusulkan ke Menteri Dalam Negeri RI guna dijadikan desa Pemerintah ditentang keras Dewan Adat Ursiu Rat Lor Lim Kepulauan Kei.

Drs. Abdul Hamid Rahayaan
Ketua Dewan Adat Ursiu Rat Lor Lim Kepulauan Kei, Drs. Abdul Hamid Rahayaan yang juga adalah Raja Kei dalam pernyataannya, Senin (2/3) mengaku sangat menyesalkan tindakan Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara yang sengaja mau merusak adat budaya Kei.

“7 butir pernyataan sikap Dewan Adat Ursiu Rat Lor Lim Kepulauan Kei terkait dengan penetapan jenis Desa adat itu telah  kami sampaikan kepada DPRD Kabupaten Malra sebagai lembaga kehormatan masyarakat,”ungkapnya.

Lebih lanjut, terang Rahayaan, kepulauan Kei sangat dikenal dengan desa Adat namun anehnya Pemkab Malra malah mendaftarkan 190 nama desa Adat untuk diusulkan kepada Mendagri guna dijadikan sebagai desa Pemerintah sementara Pemda tidak pernah berkoordinasi dengan Dewan Adat Ursiu Rat Lor Lim Kepulauan Kei.

“Jadi, kami menilai kinerja Pemerintah Daerah Maluku Tenggara sangat buruk bahkan telah merusak Adat Kei. Untuk itu, kami dari Dewan Adat dan juga perangkat Soa, orang Kei, dan juga Badan Saniri atau staf desa menegaskan bahwa yang tercatat sebanyak 190 ohoi adalah desa Adat,” tegasnya.  

Pemerintah, jelas Rahayaan, dalam amanat UU No. 6 Tahun 2014 , pasal 6 telah secara jelas menyatakan  tentang desa yang terdiri dari desa Adat.

Ditegaskannya, sejak dari leluhur hingga saat ini bahwa yang namanya desa adalah desa Adat bukan desa Pemerintah karena terkait dengan Perda N0. 3 Tahun 2009 dikenal desa Adat di seluruh Kepulauan Kei yaitu Kabupaten Maluku Tenggara dan Kota Tual.

“Jadi kalau memang Pemda tetap memaksakan aturan tersebut, di luar persetujuan Dewan Adat Kei, maka kami selaku Dewan Adat dan juga Raja Kei, Soa dan Saniri-saniri akan menuntut Pemda mempertanggungjawabkan hal tersebut,” ancamnya. 

Rahayaan menilai Pemda Kabupaten Malra tidak profesional dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab, malah kembali merusak nilai-nilai adat budaya Kei yang sudah berlangsung 600 tahun lamanya.

Pemerintah, kembali tegas dia, telah merancang kejahatan, dan itu terbukti dengan mereka mau merubah adat budaya Kei yang artinya, hukum Larvul Ngabal telah diinjak-injak Pemda Malra.

Atas fakta ini, Dewan Adat  beserta Aliansi Anak Adat meminta DPRD Malra untuk memproses Perda Desa Adat itu masuk Perda Desa Adat sedangkan yang dirancang Pemda itu tidak ada.

Bahkan, Rahayaan kembali mengancam , jika Pemda tidak mau mengakomodir, pihaknya mempersilahkan Pemerintah mencari tempat lain untuk bekerja.

“Karena kepulauan Kei ini, baik darat dan laut bahkan sampai hutan semuanya masuk tanah adat. Laut, darat dan hutan juga ada nama dan semua ini ada pewarisnya jadi jangan seenaknya merubah  adat budaya Kei yang telah ada sejak nenek moyang  karena kami akan pertaruhkan nyawa untuk membela adat budaya Kei,” ancamnya sembari menambahkan bahwa semua orang tahu di Kei sangat kuat dengan adat .

Rahayaan mengingatkan Pemerintah untuk tidak membuat rekayasa yang salah-salah sebab kalau Pemerintah bersikap seperti itu maka akan membuat Pemerintah tidak dikenal dan dihargai rakyat. Karena yang dikenal rakyat adalah adat Kei.

“Makanya kalau Pemerintah bersikap keras maka juga bisa bersikap keras, kami akan lawan sampai titik darah penghabisan,” ancamnya lagi.

Rahayaan menduga, ada kepentingan dibalik ini semua atas rekayasa yang dilakukan Pemda Malra dengan sengaja mengelabui adat dan membodoh-bodohi masyarakat.

“Jadi, jangan sampai kepentingan Ir. Andreas Rentanubun sebagai Bupati Maluku Tenggara, lalu sesuka hatinya mau mengobrak-abrik Adat Kei, jangan mimpi. Tapi kalau anda mau bersikap keras, silahkan cari tempat lain untuk berteduh dan bekerja karena yang namanya tanah adat, kami tidak akan segan-segan  untuk tidak memberikan kepada Pemerintah daerah karena telah merusak tatanan adat Kei,” bebernya.

Olehnya itu, Rahayaan mengingatkan semua pihak agar tidak mencoba-coba untuk bertentangan dengan adat Kei karena selaku pembela adat, dirinya siap mempertaruhkan nyawa sampai titik darah penghabisan demi membela harkat dan martabat Adat Budaya Kei,” pungkasnya.

(obm)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

1 comments:

  1. Ini adalah sebuah konsekuensi dari implementasi UU No.6 tahun 2014 tentang Desa dan PP 43 tahun 2014 tentang Desa., yang ternyata menurut saya telah SALAH di konversi dengan Konteks PERDA OHOI yang sudah ada sebelumnya. Hal terkait dengan pemberitaan ini sebenarnya sudah harus dikaji sejak pencetusan PERDA OHOI itu, DPRD dan Pemda Kabupaten harus melakukan PENGUJIAN kembali PERDA itu sebelum mengambil langkah seperti ini, karena menurut saya UU 14 memberika ruang yang CUKUP untuk Pemerintah Daerah melakukan penyesuaian dengan tatanan kehidupan LOKAL masyarakat, serta terdapat beberapa KELEMAHAN dari PERDA OHOI Maluku Tenggara yang mestinya di Kaji Kembali.
    Terdapat beberapa hal mendasar diantaranya :
    1. Dalam PERDA OHOI, tidak jelas diuraikan mengenai status OHOI itu secara konteks Kearifan Lokal Masyarakat KEI, karena Konsep OHOI adalah wujud dari Konteks Kearifan Lokal Masyarakat Kei.
    dan hal yang SANGAT MENDASAR,
    2. Dalam PERDA OHOI juga Sangat Tidak Jelas MENJELASKAN Peran, Fungsi dan Kedudukan 'Rat'/Raja dengan Rascap-Rascap dan Kekuaasaan 'Rat' dalam segi Pemerintahan

    Jadi DPRD dan Pemkab sudah kepalang basah, sehingga dampak NEGATIF yang muncul akan terjadi pergeseran tatanan kehidupan adat yang ada, untuk itu saya Sejalan Pemikirannya dengan Para Rat, dan harapan saya Semua Rat pada 9 Rascap di Kei harus BERANI membuat PETISI membatalkan HAL ini sebelum dilakukan PENGUJIAN KEMBALI terhadap Konversi UU Desa dengan PERDA OHOI.,

    Terima kasih
    Tebe Hormat.

    BalasHapus

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi