News Ticker

Terjadi Kriminalisasi, Tim PH Minta Presiden Hentikan Perkara Walikota Tual

Proses persidangan Walikota Tual non aktif, Drs. Hi. MM. Tamher dalam kasus korupsi atas dugaan tindak pidana korupsi dana asuransi DRPD Maluku Tenggara Tahun Anggaran 2002-2003 dengan register perkara No. 37/Pidsus/TPK/2000/PN Ambon di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon, masih terus berjalan hingga saat ini.
Share it:
Tual, Dharapos.com
Proses persidangan Walikota Tual non aktif, Drs. Hi. MM. Tamher dalam kasus korupsi atas dugaan tindak pidana korupsi dana asuransi  DRPD Maluku Tenggara Tahun Anggaran 2002-2003 dengan register perkara No.  37/Pidsus/TPK/2000/PN Ambon di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Ambon, masih terus berjalan hingga saat ini.

Drs. Hi. MM. Tamher
Terkait atas kasus yang disangkakan, tim Penasehat Hukum (PH) Hi. Tamher pun melakukan berbagai upaya  hukum berdasarkan bukti-bukti baru guna membebaskan kliennya dari kasus yang disangkakan.

Salah satunya dengan melakukan upaya hukum berupa permohonan pengawasan  dan perlindungan  hukum terkait kriminalisasi  terhadap proses hukum Hi. Tamher yang ditujukan kepada  Komisi II dan III DPRRI, di Gedung Nusantara 1  Jl. Gatot Subroto 10270 Jakarta. 

Sebagaimana salinan surat permohonan. yang diterima Dhara Pos, Sabtu (7/2), tim  penasehat hukum Hi. Tamher,  yang beralamat di Griya Wahyoe  Jl. Sungai Sambas III No 5  Kebayoran Baru Jakarta Selatan , telah menyampaikan beberapa fakta terkait upaya kriminalisasi atas kliennya.

“Dasar di tetapkan klien kami sebagai tersangka hingga sampai saat ini sebagai terdakwa  karena dalam dakwaan Jaksa  Penuntut Umum,  salah satunya didakwa  karena  di duga telah melanggar pasal 4 Peratuaran Pemerintah Nomor 105 tahun 2000 tentang pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Daerah,” ungkap tim PH dalam rilisnya.

Dikatakan, Komisi II dan  Komisi III DPR RI  telah membuat laporan dan rekomendasi Panja  Penegakan Hukum dan Pemerintah  Daerah yang di tandatangani oleh ketua Panja, Trimedya  Penjaitan SH, pada Oktober 2006  dimana atas laporan dan rekomendasi Panja tersebut  pada sebagian kesimpulan angka 5 yakni  penegakkan hukum  untuk  pemberantasan Korupsi  dengan menggunakan PP  No. 110  tahun 2000 tentang kedudukan keuangan daerah telah melanggar prinsip-prinsip  kedaulatan rakyat di tingkat local pada angka 7.

“Atas dasar  laporan dan rekomendasi tersebut, terdapat fakta yang kuat  bahwa telah terjadi kriminalisasi  terhadap politik kebijaksanaan Pemerintah Daerah, yakni politik kebijaksanaan di bidang anggaran,  bahwa suatu  perbuatan  hukum yang merusak  hukum perdata dan hukum adminitrasi  di paksakan masuk dalam hukum pidana  yang berujung pada proses pidana,” bebernya.

Selain itu, dalam bagian Rekomendasi  Panja pada angka 5 jelas  dinyatakan meminta Presiden RI untuk memerintahkan Kejaksaan Agung RI agar konsisten untuk tidak digunakan PP No. 110 tahun 2000  yang sudah dibatalkan oleh keputusan Mahkamah Agung  No. 04/G/HUM/2000.

Itupun PP No. 105 tahun 2000 (yang bersifat peraturan kebijakan) sebagai dasar hukum penyelidikan  maupun penuntutan kasus dugaan korupsi baik oleh Anggota DPRD dan juga Kepala Daerah serta tidak menggunakan asas kepatutan  untuk mengkualifikasi  adanya perbuatan  melawan hukum. Materinya  sudah dibatalkan oleh keputusan Uji Materil  Mahkamah Konstitusi  No. 003/PUU-IV/2006.

“Dalam rekomendasi Panja  angka 7 sangat jelas dinyatakan meminta Presiden RI agar dapat menghetikan penanganan kasus-kasus dugaan Korupsi Dana APBD  oleh anggota DPRD dan Kepala
Daerah  sesuai kewenangan serta dapat memberikan rehabiliitasi dan perbaikan atau pemulihan nama baik serta hak-hak  atas kerugian yang di derita  oleh angora DPRD  dan Kepala Daerah akibat   penggunaaan  PP No. 110 tahun 2000  dan PP No. 105 tahun 2000 dan Surat Edaran Mendagri,” tandasnya.

Dalam bagian rekomendasi Panja  pada angka 8 di nyatakan meminta pemimpin DPR RI  menugaskan Komisi III DPR RI  untuk membentuk Tim Kerja,  guna mengawasi pelaksanaan Rekomendasi  Panja  tersebut di atas.

“Bahwa atas hal-hal tersebut  di atas,  sudah sangat jelas  terjadi kriminalisasi terhadap klien kami  karena dalam kesimpulan dan rekomendasi  Panja tersebut  menegaskan dalam penyelidikan  serta penuntutan tidak di perbolehkan menggunakan PP No. 110  tahun 2000, PP No. 105 tahun  serta SE Mendagri,” tegas tim PH Hi Tamher dalam surat permohonan tersebut.

Dengan demikian sudah selayaknya, perkara Hi. Tamher diproses dalam persidangan yang sementara berlangsung pada  Pengadilan Tipikor Ambon, seharusnya tidak dapat disidangkan  karena alasan-alasan tersebut di atas yang menyatakan Pengumuman  PP No. 110  tahun 2000,  PP No. 105 tahun 2000  serta SE Mendagri  merupakan Wilayah Hukum  Administratif  dan bukan dipertanggungjawabkan secara pidana.

Ditambahkan, dalam penjelasan pada Panja tersebut ada beberapa contoh perkara yang telah dihentikan proses hukumnya  karena dalam  penyelidikan tidak sesuai penggunaan PP No 110 tahun 2000, PP No. 105 serta SE Mendagri. 

“Bahwa merujuk  pada hasil Panja tersebut, kami minta dengan  hormat  kepada komisi II dan komisi  III  DPR RI selaku  pihak  yang memiliki kewenangan untuk mengawasi penerapan hasil panja ini, kiranya dapat terlibat untuk memberikan  keadilan terhadap hasil panja  ini serta perlindungan hukum  karena mengacu kepada aturan yang tidak diperbolehkan digunakan dalam penyelidikan dan penuntutan dengan  mengadakan audensi   atau pun hearing   dengan pihak terkait,  terhadap penanganan  perkara klien kami yang saat ini   sedang berlangsung  proses persidangan  pada Pengadilan  Tindak Pidana Korupsi  pada Pengadilan Negeri Ambon,” desaknya.

Tim PH juga memohon perlindungan hukum  dan memohon keadilan sebagaimana dinyatakan  dalam kesimpulan  dan rekomendasi Panja ini untuk meminta Presiden RI menghentikan  kasus-kasus yang menggunakan  PP No. 110 tahun 2000 dan PP No. 105 tahun 2000 serta SE Mendagri  dalam melakukan penyelidikan  dan penuntutan termasuk terhadap perkara Drs. Hi. MM. Tamher. 

Dengan demikian, berdasarkan laporan dan rekomendasi Panja Penegakan Hukum dan Pemerintahan Daerah yang dibuat oleh Komisi II dan komisi III DPR RI sudah selayaknya  Hi. Tamher menerima keadilan  dengan mendapat Instruksi  Presiden RI untuk menghentikan perkara tersebut karena menggunakan dasar  hukum yang tidak sesuai untuk  penyelidikan dan penuntutan. 

Surat permohonan Tim PH Walikota Tual non aktif Drs. Hi. MM. Tamher yang terdiri dari Andi  Suhermmandi  SH, MH,  Wardaya SH, MH,  Yehezkiel J. Kaligis, SH,  dengan tembusan kepada
Presiden  RI, Ketua DPR RI, Menteri Dalam Negeri RI, Jaksa Agung RI,  Ketua Mahkamah Agung RI dan Ketua DPRD Kota Tual.

(obm)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi