News Ticker

2015, Transportasi Laut Di Wilayah MTB - MBD Kian Membaik

Perhatian Pemerintah Pusat terhadap pengembangan sarana transportasi laut bagi masyarakat di wilayah Provinsi Maluku khususnya diwilayah Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya yang berada persis pada serambi depan NKRI kini semakin membaik.
Share it:
KM. Sabuk Nusantara 31
Saumlaki, Dharapos.com
Perhatian Pemerintah Pusat terhadap pengembangan sarana transportasi laut bagi masyarakat di wilayah Provinsi Maluku khususnya diwilayah Maluku Tenggara Barat dan Maluku Barat Daya yang berada persis pada serambi depan NKRI kini semakin membaik.

Hal ini terlihat dengan adanya pembangunan sarana kepelabuhanan yang baik hingga kepada penambahan armada kapal yang cukup manusiawi bagi masyarakat di negeri Kalwedo – Kidabela itu.

Pihak perusahaan perseroan (persero) PT. Pelayaran Nasional Indonesia (PELNI) beberapa waktu lalu telah mengumumkan perubahan trayek sejumlah armadanya dimana di Saumlaki, MTB bakal ada penambahan satu armada kapal PELNI yakni KM. Sirimau tipe 1000 atau salah satu armada yang sama besarnya dengan KM. Kelimutu yang selama ini telah melayari Maluku dan Papua hingga ke daerah-
daerah Indonesia Barat.

“Sesuai hasil rapat jaringan trayek nusantara PT. Pelni dengan Kementrian Perhubungan Republik Indonesia di atas KM. Kelud pada tanggal 14-15 Nopember 2014 lalu, telah ada hasil rute baru sejumlah kapal milik PT. Pelni. Di wilayah MTB dan MBD, PT. Pelni menambah dua armada untuk melayani masyarakat yakni KM. Sirimau dan KM. Pangrango,” ujar kepala kantor PT. PELNI Sub Cabang Saumlaki,  Obedh Manuhua, beberapa waktu lalu. 

Dijelaskan bahwa KM. Sirimau sesuai rute dan jadwal yang dia terima menyinggahi sejumlah pelabuhan di Maluku dan Papua.

KM.Sirimau voyage 012015 TD Semarang dengan trayek semula: Semarang-Sampit-Semarang-Masalembo-Batulicin—Makasar-Bima-Labuanbajo-Makasar-Batulicin-Masalembo-Semarang-Sampit-Semarang dirubah dengan trayek baru menjadi Semarang – Sampit – Surabaya – Batulicin – Makasar-Bima-Labuanbajo-Larantuka-Kupang-Kalabahi-Saumlaki-Tual-Dobo-Timika-Agats-Merauke-Agats-Timika-Dobo-Tual-Saumlaki-Kalabahi-Kupang-Larantuka-Labuanbajo-Bima-Makasar-Batulicin-Semarang(tidak singgah Masalembo).

Pelayaran perdana menyinggahi pelabuhan Saumlaki sesuai jadwal yakni tiba dari Labuan Bajo pada tanggal 15 Januari 2015 dan Tiba kembali dari pelabuhan Tual pada 24 Januari 2015.
Sementara masyarakat di Maluku Barat Daya menurut Manuhua kembali dilayani oleh KM. Pangrango yang sebelumnya tidak melayari daerah tersebut selama tahun 2014.

Sebagaimana data pihaknya, KM. Pangrango  dengan trayek semula yakni: Ambon-Saumlaki-Ambon- Namlea-Sanana-Namlea-Ambon-Geser-Bula-Geser-Ambon-Namrole-Ambon, dirubah dengan trayek baru menjadi:Ambon-Saumlaki-Tepa-Moa-Kisar-Moa-Tepa-Saumlaki-Ambon-Geser-Bula-Geser-Ambon-Namrole-Ambon (pergi-pulang).

Perubahan jadwal ini dipastikan tidak menyinggahi Namlea dan Sanana. Pelayaran perdana dari Saumlaki ke Tepa sesuai jadwal yakni pada tanggal 5 Januari 2015.

Atas perubahan jadwal kapal tersebut, dirinya menghimbau kepada masyarakat agar dalam menggunakan jasa kapal-kapal Pelni tersebut selalu menjunjung tinggi kesadaran dalam memelihara kapal secara bersama-sama sebagai aset bangsa serta memiliki kesadaran untuk membeli tiket pada loket PELNI sebelum bepergian.

Selain penambahan armda milik PT. PENI, Pempus telah mengakifkan jalur daerah-daerah di MTB dan MBD untuk dilayari sejumlah kapal perintis.

Kepada wartawan di ruang kerjanya, Sabtu (31/1), Kepala Kantor Unit Penyelenggara Pelabuhan (UPP) Kelas II Saumlaki, Jece Julita Piris, SE., M.Si mengatakan ditahun ini ada peningkatan volume kapal perintis yang bakal melayani masyarakat MTB dan MBD.

Meskipun tidak memperinci nama kapal berikut rute kapal namun Piris mengaku jika ada 7 kapal perintis yang melayani MTB dan MBD di tahun 2015 ini dengan rincian 4 diantaranya berbasis di Saumlaki sementara lainnya berbasis di Ambon dan Kupang. Pelayaran ke 7 kapal perintis tersebut hanya melayari daerah-daerah di Maluku hingga ke Nusa Tenggara Timur.

Sementara itu, sejumlah masyarakat kepada Dharapos mengaku senang dengan adanya penambahan armada kapal PELNI maupun kapal perintis subsidi pemerintah yang menyinggahi pelabuhan Saumlaki.

Salah satu sumber yang enggan namanya dikorankan berpendapat jika perubahan jadwal dan penambahan kapal PELNI di tahun ini sebagai output dari kunjungan kerja Wakil Menteri Perhubungan RI era Presiden SBY yakni DR. Ir. Bambang Susantono, MCE di Saumlaki tahun 2014 kemarin dimana  Wamenhub telah melihat secara jelas realitas transportasi laut di wilayah MTB dan MBD.

Sumber berharap kedepan daerah di MTB dan MBD yang sering dikenal dengan julukan sebagai pulau- pulau terlupakan atau the Forgotten Islands bakal selalu mendapat perbaikan pelayanan transportasi laut dan darat dari kabinet Jokowi-JK yang saat ini berkuasa.

Untuk diketahui, pelayanan armada kapal kepada masyarakat MTB dan MBD saat ini mulai mengalami perubahan meskipun hingga tahun 2000-an, dua wilayah di perbatasan Timor leste dan Australia ini masih dilayari sejumlah kapal perintis maupun kapal barang yang konon dijuluki warga sebagai “kapal Midun” yang diartikan sebagai “sengsara membawa  nikmat.” (Istilah Midun diambil dari nama tokoh “Midun” (Gusti Randa) dalam film sinetron domestik “Sengsara Membawa Nikmat” pada era tahun 1990an – Red).

Julukan warga itu disebabkan oleh karena masyarakat seakan-akan “teraniaya” harkat dan martabatnya sebagai manusia oleh ketidaklayakan pelayanan selama dalam pelayaran di atas kapal-kapal perintis maupun kapal kargo.

Realitas membuktikan jika sistem pelayanan dalam pelayaran kapal-kapal perintis pada rute pelayaran Ambon hingga pulau-pulau di MTB dan MBD seperti Tanimbar-Dawelor Dawera-Tepa-Sermatang-Lakor-Moa-Damer-Romang-Kisar-Wetar pergi-pulang kala itu dianggap sudah tidak layak.

Pelayanan kapal-kapal perintis pada jalur tersebut ditemui sejumlah persoalan mendasar, seperti persoalan kapasitas muat kapal dimana muatan penumpang maupun muatan barang di luar ambang batas sehingga dengan kepadatan itu, kebanyakan penumpang tidak mendapatkan tempat dan hanya dapat menyandarkan tubuhnya di atas gantungan jala, tiang-tiang besi, sekoci, anjungan  maupun di setiap sudut kapal yang masih memungkinkan, sekalipun tempat yang dipilihnya untuk berteduh itu sangat jorok.

Kondisi itu diperparah dengan pelayanan makanan dan minuman diatas kapal yang tidak higyenis bahkan tidak ada.

Hal yang sangat ironis yakni terjadi penyatuan kehidupan (campur-baur) di atas kapal antara manusia atau penumpang bersama dengan berbagai hewan ternak seperti sapi, kuda, kerbau, kambing, babi, ayam, burung.  

Sebuah model pembauran kehidupan antara manusia dengan binatang piaraan yang terpaksa harus
dijalani dan dinikmati selama dalam pelayaran yang menelan waktu cukup melelahkan berhari-hari hingga sampai  tempat tujuan yakni di kota Ambon.

(mon)
Share it:

Utama

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi