News Ticker

Penegak Hukum Diminta Usut Proyek Irigasi Di Desa Abean

Proyek irigasi di desa Abean, Kecamatan Kei Kecil Timur, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku yang dikerjakan sejak 2010 ternyata hingga kini irigasi tersebut tidak bisa difungsikan.
Share it:
Ilustrasi Proyek Irigasi
Langgur, Dharapos.com
Proyek irigasi di desa Abean, Kecamatan Kei Kecil Timur, Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku yang dikerjakan sejak 2010 ternyata hingga kini tidak bisa difungsikan.

Pasalnya, proyek senilai 1,2 Milyar rupiah tersebut yang bersumber dari dana APBD Malra dan dikerjakan oleh kontraktor bernama Aleng hanya bisa dinikmati masyarakat selama tiga bulan namun kemudian terjadi kerusakan pada alat penghisap air atau solar sel.

Parahnya lagi, setelah alat penghisap airnya rusak, kontraktor langsung mengambil kembali pipa yang terpasang yang sebelumnya berfungsi untuk mengalirkan air dari sumber mata air Buhele ke bak penampungan.

Kepada Dharapos.com, Selasa (25/11), Ketua Forum Aktivis Malra, Eky Labetubun, mengungkapkan bahwa proyek irigasi di desa Abean ini hanya bisa difungsikan selama tiga bulan.

“Proyek tersebut diselesaikan kontraktor namun hasilnya sia-sia belaka, masyarakat cuma bisa menikmati manfaat proyek irigasi itu hanya tiga bulan saja karena alat penarik air atau solar sel rusak,” ungkapnya.

Labetubun juga mengaku heran dengan tindakan kontraktor yang kemudian mencabut pipa ukuran 3 inci yang berfungsi untuk mengalirkan air dari sumbernya.

“Setelah alat rusak, bukannya diperbaiki, malah kontraktor mengambil kembali pipa yang terpasang yang sebenarnya berfungsi mengalirkan air dari sumber mata air Buhele. Akibatnya, sampai dengan kondisi ini dipublikasikan, masyarakat tidak bisa menggunakan lagi proyek irigasi yang di bangun sejak tahun 2010 itu,” herannya.

Dijelaskan Labetubun, tujuan dibangunnya irigasi di desa Abean adalah untuk menyuplai air bagi para petani yang memiliki usaha pertanian. Sedangkan sumber mata airnya berlokasi di Buhele yang berjarak kurang lebih 3 Km dari desa Abean.

“Sebelum air dari Buhele dialirkan ke irigasi untuk disalurkan ke lahan pertanian masyarakat, ditampung terlebih dahulu di bak penampungan yang berjarak kurang lebih 60 m dari sumber mata air,” jelas dia.

Setelah air yang disedot dari sumber mata air dengan alat pompa solar sel ke bak penampungan telah mencukupi maka langsung dialirkan melalui pipa ukuran 3 inci sejauh lebih kurang 3 Km.

Dengan kerusakan yang terjadi, lanjut Labetubun, ditambah lagi kontraktor mencabut kembali pipa-pipa yang telah terpasang membuktikan kualitas pekerjaan dari kontraktor sangat jauh di bawah standar sehingga tidak ada hasilnya.

Terkait fakta di lapangan, beber dia, ada indikasi permainan kotor yang terjadi saat dilakukan proses tender di instansi terkait yaitu Dinas Pekerjaan Umum Malra sehingga kontraktor pemenang tender pun bukan karena memiliki dokumen kualifikasi yang memenuhi syarat.

“Saya menilai telah terjadi KKN alias kongkalikong antara oknum panitia tender dan sang kontraktor sehingga hasil akhirnya pun seperti ini karena pemenang tendernya sudah diatur. Sudah proyeknya mubazir, uang negara melayang,” kecamnya.

Menurut Labetubun, sebagai warga masyarakat dirinya merasa perlu menegaskan bahwa apa yang dilakukannya sesuai dengan Undang-Undang RI No. 20 Thn 2001 tentang pencegahan tindak pidana korupsi khusus pada Bab 5 tentang peran serta masyarakat dimana pada pasal 41, ayat 1 berbunyi masyarakat dapat berperan serta membantu upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.

“Makanya, saya datang ke desa Abean untuk melihat langsung seperti apa kondisi proyek irigasi tersebut. Saya juga sudah bertemu dengan salah satu Imam Masjid Abean dan juga kepala desa, pada tanggal 25 Agustus 2014 lalu untuk mengetahui secara detil terkait persoalan proyek dimaksud,” bebernya.

Bahkan Kades Abean dan Bapak Imam, ungkap Labetubun, menegaskan bahwa proyek irigasi di Abean pada tahun 2010 lalu sebenarnya proyek fiktif.

“Bapak Imam dan Bapak Kades mengaku siap jadi saksi, apabila nantinya kasus tersebut di usut oleh pihak Kepolisian Resort Malra dan Kejaksaan Negeri Tual,” ungkap dia mengulangi pernyataan kedua tokoh desa Abean tersebut.

Keduanya mengaku sangat menyesalkan tindakan kontraktor yang secara sengaja melakukan perbuatan yang tidak terpuji, karena selain mengakibatkan warga masyarakat desa Abean mengalami kerugian, juga negara dirugikan hingga 1,2 milyar rupiah.

Karena itu, mereka mendesak pihak aparat penegak hukum yaitu Polres Malra dan Kejari Tual untuk segera mengusut tuntas kasus ini.

“Mereka harus diperiksa baik kontraktor maupun oknum-oknum di Dinas Pekerjaan Umum, yaitu panitia tender dan bagian pengawasan, karena mereka diduga telah berkolusi sehingga
mengakibatkan kerugian keuangan negara yang tidak sedikit,” desak keduanya.

Sementara itu, menurut data yang dihimpun dari sejumlah sumber mengenai proyek irigasi yang sama (desa Abean) tersebut diperoleh informasi bahwa anggaran senilai 1 Milyar rupiah telah digelontorkan kepada kontraktor lainnya untuk melanjutkan proyek tersebut.

“Tetapi faktanya, proyek tersebut tidak pernah dikerjakan kontraktor yang lainnya hingga saat ini. Makanya untuk melengkapi laporan tersebut, ada hasil rekaman dari Bapak Imam Masjid dan kepala desa Abean,” tutup Labetubun.

(obm)
Share it:

Hukum dan Kriminal

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi