News Ticker

Proses Pemilihan Ketua STIE Saumlaki Sarat Intervensi

Proses Pemilihan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Saumlaki (STIESA) periode 2014-2018 yang berlangsung di Kampus STIESA Ukurlaran, baru-baru ini, dinilai sarat intervensi pihak Yayasan Rumpun Lelemuku maupun terjadi banyak ketimpangan tehadap aturan.
Share it:
Saumlaki,
Proses Pemilihan Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Saumlaki (STIESA) periode 2014-2018 yang berlangsung di Kampus STIESA Ukurlaran, baru-baru ini, dinilai sarat intervensi pihak Yayasan Rumpun Lelemuku maupun terjadi banyak ketimpangan tehadap aturan.

Ilustrasi Pelantikan 
Dalam konferensi pers kepada sejumlah wartawan di Hotel Pantai Indah Saumlaki, Ketua STIESA periode 2010-2014, Letus Masela, S. Sos, MM mengatakan hal tersebut sejalan dengan hasil proses Pemilihan ketua STIESA yang hingga kini menuai sorotan dan ketidakpuasan sejumlah kalangan. Masela mengaku jika proses tersebut telah banyak menyimpang dari aturan baku yang selama ini berlaku pada sejumlah Sekolah Tinggi di bawah Yayasan Rumpun Lelemuku, Saumlaki.

Hal ini terbukti dari adanya intervensi pihak yayasan dengan cara mengeluarkan rekomendasi penunjukan calon Ketua STIESA yang baru di mana intervensi yayasan tersebut telah bertentangan dengan aturan baku yang telah dibuat sebelum proses pemilihan berlangsung sebagai penunjuk arah bagi keberlangsungan tahapan-tahapan dalam proses pemilihan ketua STIESA.

’’Ada kenyataan bahwa karena yayasan ini berpusat di Semarang maka dilaksanakan oleh Pelaksana Harian Yayasan Rumpun Lelemuku di Saumlaki atas nama saudara Polycarpus Lalamafu, S.Sos, MM,” ungkapnya.
Dalam pemilihan tersebut, kata Masela, ada aturan bahwa pesertanya adalah 12 anggota Senat  beserta Yayasan Pendidikan Tinggi Rumpun Lelemuku Saumlaki. Namun, ketika sebelum pembukaan rapat senat sudah ada pengunduran diri Sekretaris Senat maka hanya 11 ditambah PLH.

Meskipun sudah ada surat suara yang tersedia namun PLH tidak memberikan suara melalui surat suara melainkan mengajukan rekomendasi Yayasan yang menyatakan bahwa rekomendasi tersebut sebagai pengganti surat suara.

“Bunyi rekomendasi tersebut bukan hanya memberikan suara melainkan merupakan penunjukan Sdri. Firmani Sayekti, S. Ag, MM, sebagai Ketua STIESA periode 2014 – 2018,” bebernya.

Selain isi rekomendasi yang bersifat intervensi, Masela sempat meragukan keabsahan rekomendasi tersebut, oleh karena dalam waktu yang singkat rekomendasi tersebut ditandatangani oleh ketua yayasan bersamaan dengan sejumlah aturan dalam proses pemilihan ketua STIESA meskipun saat ini Ketua Yayasan Rumpun Lelemuku masih berada di kota Semarang.

“Bayangkan saja, ketua yayasan di Semarang sementara aturan-aturan itu ditandatangani oleh ketua yayasan atas nama Nn. Sofi Luturyali. Ada indikasi pemalsuan tanda tangan beliau,’’ kecamnya.

Ditanya soal tindak lanjut dugaan dan ketidak puasan ini, Masela mengaku Jika saat ini pihaknya sementara berupaya untuk memperjelas persoalan tersebut, bahkan dirinya mendesak pihak yayasan untuk segera melakukan Proses Pemilihan ulang dengan tetap menjunjung tinggi aturan baku yang telah berlaku selama ini.

“Saya akan menuntut yayasan untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah mereka perbuat untuk saya selama 4 tahun supaya kebenaran tetap terjadi dan kalau memang indikasi pemalsuan dokumen itu benar maka saya akan berupaya untuk harus ada pemilihan kembali karena masa jabatan saya berakhir pada akhir bulan maret 2014,” tegasnya.

Sementara itu, Yoppie Frans Manunwembun - salah satu Pemerhati Pendidikan Tinggi di MTB terkait persoalan tersebut berpendapat bahwa hal substansial dari proses tersebut yang perlu disadari sungguh adalah Perguruan Tinggi tersebut merupakan sebuah lembaga pendidikan dimana menghasilkan sumber daya manusia (SDA) yang berkualitas.

Dengan demikian, lanjutnya proses – proses dalam pemilihan Ketua STIESA pun harus tetap mengandalkan kemampuan atau sumber daya Manusia ketimbang intervensi pihak-pihak tertentu termasuk pihak yayasan.

‘’Terhadap proses yang katanya ada surat sakti atau rekomendasi dari pihak yayasan terhadap sebuah proses sidang senat merupakan sebuah penganiyayaan baik terhadap dunia pendidikan maupun para pendidik pada perguruan tinggi tersebut. Rekomendasi itu merupakan sebuah penghakiman yang sebenarnya sudah tidak ada lagi di bumi Indonesia,” tegasnya.

Manunwembun mengatakan bahwa jika persoalan tersebut sengaja dilakukan oleh oknum-oknum tertentu tanpa sepengetahuan pihak yayasan maka hal tersebut merupakan sebuah kejahatan administrasi dan sudah pasti berdampak pada delik pidana.

Dirinya berharap agar persoalan ini menjadi perhatian serius pihak yayasan, bahkan bila perlu kembali dilakukan proses pemilihan ulang sebagai bentuk penghormatan terhadap aturan dan kemurnian sebuah proses yang sejatinya dilakukan pada lingkungan akademik.
“Bahkan bukan tidak mungkin, merupakan bentuk dari pencitraan lembaga perguruan tinggi dimaksud,” pungkasnya.(mon)
Share it:

Pendidikan

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi