News Ticker

Kinerja Dibawah Standar, Pemda Malra Berhutang Rp12 M Di BPDM Tual

Pemerintah Daerah Maluku Tenggara (Malra) pada tahun anggaran 2013 ternyata masih menyisakan utang sebesar Rp 12 Milyar di Bank Maluku (BPDM) Cabang Tual. Lemahnya kinerja aparat Pemda Malra dituding menjadi faktor utama penyebab adanya tunggakan tersebut.
Share it:
Langgur, 
Pemerintah Daerah Maluku Tenggara (Malra) pada tahun anggaran 2013 ternyata masih menyisakan utang sebesar Rp 12 Milyar di Bank Maluku (BPDM) Cabang Tual. Lemahnya kinerja aparat Pemda Malra dituding menjadi faktor utama penyebab adanya tunggakan tersebut.

Wilayah Di Kei Besar Yang Terkena Bencana 
"Lemahnya kinerja aparatur Pemerintah Daerah Maluku Tenggara yang masih di bawah standar bahkan bisa dikatakan tidak ada kemajuan menjadi penyebab adanya tunggakan tersebut,” ungkap salah satu politisi Malra, Jeki Rahakbauw, S.Sos kepada Dhara Pos, Sabtu (19/4).

Menurutnya, sebelum terpisah dengan Kabupaten Kepulauan Aru dan Kota Tual kinerja Pemda Malra berjalan dengan baik dan tidak mengalami kendala. Namun, pasca pemekaran yang sudah berjalan dua periode ini, nampak tidak ada kemajuan apa-apa khususnya dalam pembangunan wilayah Kei Besar.

“Kenapa saya katakan demikian? Karena, Pemda ternyata masih menyisakan utang Rp 12 Milyar di BPDM Tual dan ini jelas-jelas membuktikan bahwa Kabupaten Malra jadi salah satu kabupaten yang tergolong miskin,” tegas Rahakbauw.

Atas kondisi ini, dirinya mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Maluku untuk melakukan peninjauan kembali terkait kondisi keuangan Pemerintah Daerah khususnya di tahun 2013 lalu karena pada saat itu nilai anggaran yang dikucurkan sangat besar.

“Di tahun 2014 ini pun pembahasan  APBD Malra nilai anggarannya sangat besar tetapi pada kenyataannya Pemda tidak serius memperhatikan pembangunan di wilayah Kei Besar malah lebih fokus memperhatikan wilayah Kei Kecil,” kata Rahakbauw.

Padahal, kata dia, janji Pemda kepada masyarakat di wilayah Kei Besar bahwa di tahun 2014 ini Pemerintah akan lebih fokus terhadap pembangunan di wilayah tersebut. Bahkan rancangannya pun telah disepakati yaitu 70 : 30 untuk wilayah Kei Besar.

“Namun kenyataannya, apa yang telah disepakati, semuanya hanya di bibir mulut saja,” kecam Rahakbauw sembari menambahkan, bahwa dalam pembahasan APBD Malra 2014 jumlah anggarannya sebesar Rp 500 Milyar namun anehnya Pemda cuma mengalokasikan 15 persen untuk pembangunan wilayah Kei Besar.  

“Ini kan perlu dipertanyakan, ada apa dibalik semua ini sampai Pemda tidak menepati janjinya,” herannya.

Faktanya, beber Rahakbauw, gedung kantor Bupati yang sudah 5-6 tahun hingga kini tidak ada perubahan apa-apa malah belum ada tanda puing-puing. Belum lagi, menurutnya, bahkan dikatakan baru pertama kali terjadi di Indonesia bahwa pasar dijadikan kantor, dan rumah pun dijadikan kantor.

“Saya menilai pemerintah daerah sengaja mengabaikan pembangunan di wilayah Kei Besar atau diibaratkan dengan peribahasa anak ayam kehilangan induknya,” nilai dia.  

Dirinya mendesak Pemda Malra untuk segera merubah kebijakan perencanaan pembangunan maupun yang lainnya agar roda pemerintahan di daerah ini dapat berjalan dengan baik sehingga masyarakat dapat merasa nyaman dan tenang dalam menjalankan aktivitas kehidupan.

“Juga saya himbau kepada saudara-saudari kita di Dewan, jangan cuma datang di kantor lalu duduk pangku kaki saja tapi harus bisa merubah tata cara ini karena kalian diangkat oleh rakyat bukan untuk kesana-sini tanpa tujuan tapi membawa aspirasi rakyat demi membangun dan menyejahterakan kita semua,” tandas Rahakbauw.(obm)
Share it:

Politik dan Pemerintahan

Masukan Komentar Anda:

0 comments:

terima kasih telah memberikan komentar

Berita Pilihan Redaksi